Latest News

Showing posts with label Para Kudus. Show all posts
Showing posts with label Para Kudus. Show all posts

Friday, October 16, 2009

Peringatan St. Ignatius Dari Anthiokhia

St. Ignatius dari Antiokhia (+110) adalah murid dari Rasul Yohanes, menurut tradisi, ia adalah salah seorang anak kecil yang pernah diberkati oleh Yesus. Setelah dewasa ia menggabungkan diri dengan komunitas para Rasul, dan akhirnya menjadi Uskup di Antiokhia. Pada akhir hidupnya ia ditangkap oleh pemerintahan Romawi dan hendak dihukum mati di Roma. Sepanjang perjalanannya ia menulis surat kepada sejumlah jemaat Kristen dan dalam surat-suratnya ia menjelaskan berbagai hal yang dianggapnya perlu bagi perkembangan iman Kristen.
Dalam surat-suratnya Ignatius menekankan pentingnya untuk hidup selaras dengan kehendak Allah dan untuk mengasihi Allah dan sesama. Ia juga menekankan pentingnya kesetiaan kepada Uskup yang sah dan agar umat Kristen menjauhkan diri dari berbagai pengajaran sesat. Ignatius adalah orang pertama yang menggunakan nama �Gereja Katolik� untuk menyebut persekutuan murid-murid Yesus pertama kalinya, ia juga menegaskan peranan Uskup dan Sakramen Ekaristi dalam Gereja.

Dalam suratnya kepada Gereja Roma, Ignatius menyebut Gereja Roma mengajar Gereja lain, dan ia menolak memberi perintah (mengajar) Gereja Roma karena Rasul Petrus dan Paulus telah mengajar Gereja Roma. Mengenai Paulus memang jelas dari Kitab Suci bahwa ia menulis surat ke Roma dan dihukum mati di kota itu. Tetapi mengenai Petrus, Kitab Suci tidak secara eksplisit menunjukkan ia pergi ke Roma atau menulis suatu surat kepada Gereja itu. Maka, pernyataan Ignatius ini menunjukkan bahwa Tradisi mengenai Petrus tinggal di Roma dan menjadi Uskup di kota itu adalah tradisi yang berasal nyaris se-zaman dengan para Rasul.

Di bawah ini ada beberapa kutipan dari pengajaran St. Ignatios yang tentunya juga masih relevan untuk kehidupan Kristen kita pada zaman ini.

Saya tidak memberi perintah kepada kamu seolah-olah saya adalah orang besar. Tetapi, saya terikat karena nama Kristus, saya belum sempurna dalam Yesus Kristus. Sekarang saya mulai menjadi murid-Nya, dan saya berbicara kepadamu sebagai sesama murid Kristus. Iman saya sendiri pun pernah sungguh dikuatkan oleh kamu melalui nasehat, kesabaran, dan penderitaanmu. Tetapi cinta juga mendesak saya untuk tidak diam mengenai kamu, maka saya telah menggunakan kesempatan ini pertama-tama untuk menasehati kamu agar menjalankan segala sesuatunya selaras dengan kehendak Allah. Karena Yesus Kristus, yang tak terpisahkan dari hidup kita, adalah manifestasi dari kehendak Bapa. (Ad Ephesians, I)

Saya mendorong kalian untuk memiliki hanya satu iman, satu macam pewartaan, dan satu Ekaristi. Karena hanya ada satu daging Tuhan Yesus Kristus dan darah-Nya yang ditumpahkan-Nya bagi kita adalah satu; karena hanya satu roti yang dipecahkan bagi semua penerima Komuni, dan satu piala dibagikan bagi mereka semua, dan hanya ada satu Altar bagi seluruh Gereja, dan satu Uskup dengan para Penatua dan Diakonnya. JUga karena hanya ada satu Allah, Bapa yang kekal, dan satu Putera yang Tunggal, Allah, Firman dan manusia, dan satu Penghibur, roh Kebenaran; dan hanya ada satu pewartaan, satu iman, dan satu baptisan, dan satu Gereja yang didirikan oleh Para Rasul dari ujung-ujung bumi dengan Darah Kristus, dan dengan keringat dan usaha mereka sendiri; maka hendaknya kamu juga, sebagai orang yang dikhususkan, dan sebagai bangsa yang suci, lakukanlah segala sesuatu dengan keselarasan dalam Kristus. (Ad Philadelphian, IV)

Janganlah seorangpun melakukan apapun yang berkaitan dengan urusan Gereja tanpa Uskup�Di mana Uskup ada, hendaklah di sana kawanan berada sebagaimana, di mana Yesus Kristus ada, di situlah Gereja Katolik berada.
(Ep. ad Symraean, VIII)

Kalian tidak pernah memusuhi siapapun, kalian telah mengajar yang lain. Sekarang saya ingin agar hal-hal itu, melalui kelakukanmu, dipersatukan dalam pengajaran kalian. Hanya satu permintaanku dari jiwa dan ragaku, yaitu semoga aku tidak hanya berbicara, tetapi sungguh-sungguh mengendakinya, sehingga aku tidak hanya disebut Kristen, tetapi sungguh ditemukan Tuhan sebagai orang Kristen�.Aku tidak menyampaikan perintah bagimu, sebagaimana Petrus dan Paulus telah menyampaikannya bagimu. Mereka itu Rasul-rasul, dan aku ini orang terkutuk; mereka bebas, sementara aku sampai saat ini adalah hamba. Tetapi, saat aku menderita aku akan menjadi manusia bebas bagi Yesus, dan akan bangkit bersama Dia. Dan sekarang, sebagai seorang tahanan, aku belajar untuk tidak menginginkan yang duniawi dan fana. (Ad Roman III,IV)

Wednesday, October 14, 2009

15 Oktober: St. Theresia dari Avila, Pelindung Blog ini

Berikut ini adalah teks dari bacaan pertama dan bacaan kedua Ibadat Bacaan pada Pesta St. Theresia Avila menurut buku Ibadat Harian Ordo ketiga OCD (walaupun saya bukan anggotanya, tetapi hanya merekalah yang menyediakan buku ibadat harian dan misa dalam bahasa inggris secara online dan gratisan walaupun di-protect)

Pengetahuan Akan Kristus Melampaui Segala Sesuatu
Dari Surat Santo Paulus Kepada Gereja Filipi (3:8-21)


Aku menganggap segala sesuatu rugi karena pengenalanku akan Kristus Yesus Tuhanku, yang lebih mulia daripada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan. Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dengan penderitaan-Nya, di mana aku menajdi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati.

Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengenjarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena aku pun telah ditangkap oleh Kristus Yesus. Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah ada di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.

Karena itu marilah kita, yang sempurna, berpikir demikian. Dan jikalau lain pikiranmu tentang salah satu hal, hal itu akan dinyatakan Allah juga kepadamu. Tetapi baiklah tingkat pengertian yang telah kita capai kita lanjutkan menurut jalan yang telah kita tempuh.

Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu. Karena, seperti yang telah kerap kali kukatakan keapdamu, dan yang kunyatakan pula sekarang sambil menangis, banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus. Kesudahan mereka ialah kebinasaan, Tuhan mereka ialah perut mereka, kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara-perkara duniawi. Karena kewargaan kita adalah di dalam surga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya.

Respons
V. Hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus dalam Allah.
R. Saat Kristus yang adalah hidupmu menyatakan diri kelak, kamu pun akan
menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan.
V. Baik maut ataupun hidup, ataupun sesuatu makhluk lain tidak dapat memisahkan
kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus Tuhan kita.
R. Saat Kristus yang adalah hidupmu menyatakan diri kelak, kamu pun akan
menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan.

Kami Selalu Mengingat Cinta Kristus
Dari Autobiografi St. Teresa dari Avila ( Bab 22:6-7,14)


Siapapun yang hidup dalam hadirat sahabat yang begitu baik dan pemimpin yang sempurna, yang pergi mendahului kita untuk menjadi yang pertama menderita, akan dapat menanggung segalanya. Tuhan menolong kita, menguatkan kita, dan tidak pernah gagal; Ia adalah sahabat sejati. Dan aku melihat dengan jelas dan aku melihat kedepan, bahwa Allah mengehendaki bahwa jika kita hendak menyenangkan Dia dan menerima banyak rahmat-Nya, kita harus melakukannya melalui kemanusiaan Kristus yang teramat suci, yang didalam-Nya Bapa bersukacita. Banyak dan banyak kali aku menerima hal ini melalui pengalamanku. Tuhan telah mengatakannya kepadaku. Saya telah melihat dengan pasti bahwa kita harus memasuki gerbang ini jika kita ingin agar Kemuliaan-Nya yang Kuasa menunjukkan kepada kita rahasia-rahasia besar.

Jadi Yang Terhormat dan Yang Mulia harus tidak menginginkan jalan lain, bahkan jika kalian berada di puncak kontemplasi; di jalan ini kalian berjalan dengan aman. Tuhan kita ini adalah satu-satunya yang melaluinya semua berkat datang kepada kita. Dia akan mengajar kita hal-hal ini. Dalam menanggung hidup ini, kita menemukan Ia adalah teladan terbaik. Apakah yang lebih kita inginkan selain memiliki seorang sahabat yang baik di sisi kita, yang tidak akan meninggalkan kita dalam pekerjaan dan kesulitan, sebagaimana sahabat-sahabat duniawi melakukannya? Terberkatilah ia yang sungguh mencintai-Nya dan selalu membawa-Nya di sisinya! Marilah kita mengingat Santo Paulus: kelihatannya tidak ada nama lain yang meluncur dari bibirnya selain nama Yesus, seperti seorang yang selalu membawa Tuhan dekat dengan hatinya. Sekali saya memahami kebenaran ini, saya dengan hati-hati menimbang kehidupan para kudus, para kontemplatif besar, dan menemukan bahwa mereka tidak mengambil jalan lain: Santo Fransiskus dengan stigmata, Santo Antonius dari Padua dengan Kanak-kanak Yesus; Santo Bernards menemukan sukacitanya dalam Kemanusiaan Kristus; Santa Catharina dari Siena- dan banyak lagi yang tentunya Yang Terhormat lebih tahu daripada saya.

Doa
Allah yang bersemayam di istana mulia, atas dorongan Roh Kudus santa Teresia telah menunjukkan kepada umat-Mu jalan menuju kesempurnaan. Semoga budi kami selalu dibimbing oleh ajarannya yang luhur, dan hati kami dikobarkan oleh keinginan akan kesucian sejati. Demi Yesus Kristus, Putera-Mu, Tuhan kami, yang bersama Dikau, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa.

Santa Theresia dari Avila, doakanlah kami!

Sunday, October 11, 2009

Audiensi Umum Paus Benediktus XVI: St. Syemon Sang Teolog Baru




Audiensi Umum Benediktus XVI
Aula Paulus VI
Rabu, 16 September 2009


Saudara-saudari terkasih,
Hari ini kita berhenti sejenak untuk merefleksikan seorang rahib Timur, Syemon sang Teolog baru, yang tulisan-tulisannya memiliki pengaruh sangat besar dalam teologi dan spiritualitas Timur, secara khusus berkaitan dengan persatuan mistik dengan Allah. Syemon sang Teolog baru lahir tahun 949 di Galatai, Paphlagonia, di Asia Kecil, dalam sebuah keluarga bangsawan provinsial. Ketika masih muda ia pindah ke Konstantinopel untuk menyelesaikan pendidikannya dan memasuki birokrasi Kekaisaran. Akhirnya, ia tidak tertarik dengan karier pemerintahan yang menantinya. Dibawah pengaruh penerangan batin yang dialaminya, dia bersiap mencari seseorang yang dapat membimbingnya dalam periode kebingungan dan ketidakjelasan. Ia menemukan pembimbing rohaninya dalam diri Syemon si saleh (Eulabes), seorang biarawan sederhana di Studios di Konstantinopel yang menyarankannya membaca traktat dari Markus sang rahib, Hukum Rohani. Syemon sang Teolog baru menemukan dalam teks ini ajaran yang memberikan kesan mendalam baginya: �Jika kamu mencari penyembuhan rohani, dengarkanlah suara hatimu,� ia membaca di dalamnya. �Lakukan semua yang ia katakan kepadamu dank au akan mendapati bahwa ia melayanimu�. Sejak saat itu, ia sendiri mengatakan bahwa ia tidak pernah pergi tidur tanpa terlebih dulu bertanya kepada dirinya sendiri apakah hati nuraninya memiliki suatu kritikan terhadap dirinya atau tidak.

Syemon memasuki biara Studite dan di sana ia mendapatkan sejumlah kesulitan karena pengalaman-pengalaman mistik dan devosinya yang luar biasa kepada pembimbing rohaninya. Ia lalu pindahk ke sebuah biara kecil yaitu St. Mamas, juga di Konstantinopel., dimana tiga tahun kemudian ia menjadi abbas, hegumen. Disana ia mengalami suatu pencarian intensif akan persatuan rohani dengan Kristus yang memberikan bagi dirinya suatu kuasa yang besar. Menarik juga untuk mencatat bahwa ia diberi gelar �Teolog baru� dalam suatu tradisi yang mengkhususkan gelar ini bagi dua orang yaitu Yohanes pengarang Injil dan Gregorius dari Nazianze. Syemon menderita beberapa kesalahpahaman dan pengucilan tetapi direhabilitasi oleh Patriarkh Sergius II dari Konstantinopel.

Syemon sang Teolog baru menghabiskan masa-masa akhir hidupnya di Biara St. Marina dimana ia menulis sebagian besar karyanya dan menjadi lebih dikenal karena pengajaran dan mukjizat-mukjizatnya. Ia meninggal pada 12 Maret 1022.

Muridnya yang paling terkenal, Niceta Stethatos, yang mengumpulkan dan menyalin tulisan-tulisan Syemon, mengkompilasi suatu edisi yang lengkap dan selanjutnya menulis biografinya. Karya Syemon terdiri dari 9 volume yang terbagi menjadi karya teologis, gnostik dan hal-hal praktis, tiga buku berupa katekese bagi para rahib, dua buku tentang traktat teologi dan etika serta sebuah buku madah. Lebih lagi sejumlah besar Surat-Surat-nya tidak boleh dilupakan. Semua karya ini memiliki tempat penting dalam tradisi monastik Timur sampai pada zaman kita.

Syemon memusatkan refleksinya pada kehadiran Roh Kudus dalam diri orang terbaptis dan pada kesadaran yang harus dimiliki umat terbaptis akan kenyataan rohani ini. �Hidup Kristen�, ia memberi penekanan, �adalah hubungan intim dan pribadi dengan Allah, dimana rahmat Ilahi menerangi hati umat beriman dan menuntunnya kepada visiun mistik Tuhan�. Bersamaan dengan ini, Syemon sang Teolog baru berkeras bahwa pengetahuan sejati akan Allah tidak datang melalui buku-buku tetapi dari pengalaman rohani, dari hidup rohani. Pengetahuan akan Allah lahir dari suatu proses penerangan batin yang dimulai dengan pertobatan hati melalui kuasa iman dan kasih. Proses ini berjalan melalui penyesalan yang mendalam akan dosa-dosa dan kerinduan untuk memperoleh persatuan dengan Kristus, sumber kedamaian dan sukacita yang disinari oleh cahaya kehadiran-Nya dalam diri kita. Bagi Syemon pengalaman rahmat Ilahi buknalah suatu anugerah khusus bagi para mistikus saja tetapi merupakan buah Pembaptisan dalam hidup setiap orang beriman yang memiliki komitmen akan imannya.

Satu hal yang perlu direnungkan, saudara-saudari terkasih! Rahib Timur ini memanggil kita untuk memberi perhatian kepada hidup rohani kita, kepada kehadiran Allah yang tersembunyi dalam kita, kepada ketulusan hati nurani dan pemurnian, kepada pertobatan hati, sehingga kehadiran Roh Kudus menjadi lebih nyata dalam diri kita dan membimbing kita. Jika kita sungguh memberi perhatian kepada perkembangan fisik, manusiawi dan intelektual kita, juga lebih penting untuk tidak mengabaikan perkembangan batin kita. Hal ini terdapat dalam pengetahuan akan Allah, dalam pengetahuan yang sejati, bukan hanya dengan belajar dari buku-buku tetapi dari dan dalam persekutuan dengan Allah, untuk mengalami pertolongan-Nya dalam setiap saat dan setiap keadaan. Pada dasarnya inilah yang digambarkan oleh Syemon saa ia membahas pengalaman mistiknya sendiri. Sebagai seorang muda sebelum ia masuk biara, ia mengalami di rumahnya sendiri pada malam ia bertekun dalam doa dan berseru kepada Tuhan agar membantu-Nya memerangi godaan, ia melihat ruangannya dipenuhi dengan cahaya. Kemudian, saat ia masuk biara, ia diberi buku-buku rohani untuk pengajaran bagi dirinya namun membaca buku-buku itu tidak memberinya damai yang ia cari. Ia merasa, seperti ia sendiri katakan, bagaikan burung kecil malang yang tidak memiliki sayap. Maka ia menerima situasi ini dengan rendah hati tanpa memberontak dan suatu saat ia menerima visiun cahaya sekali lagi dan hal itu mulai berkembang. Ketika ia ingin memastikan keaslian dari pengalaman ini, ia bertanya kepada Kristus seara langsung: �Tuhan, apakah itu sungguh Engkau yang ada di sini?� Dan ia mendengar jawaban yang meneguhkan bergema dalam hatinya dan jawaban itu sungguh menentramkannya. �Tuhan, saat itu�, tulisnya kemudian �adalah saat pertama dimana Engkau menganggap aku, anak yang hilang ini, layak mendengar suara-Mu�. Meskipun begitu pewahyuan ini tidak memberinya rasa damai yang penuh. Ia bertanya, atau lebih tepat, ia mempertimbangkan bahwa pengalaman itu adalah suatu ilusi atau bukan. Akhirnya, pada suatu hari terjadilah pengalaman yang menentukan dalam pengalaman-pengalaman mistiknya. Ia mulai merasa seperti �orang miskin yang mencintai saudara-saudaranya� (ptochos philadelphos). Saat itu ia melihat dirinya dikelilingi musuh yang berusaha mengancam dia dan melukainya, namun ia merasa dalam dirinya adalah dorongan cinta yang besar kepada mereka. Bagaimana hal ini dapat dijelaskan? Sesungguhnya, cinta sebesar itu tidak dapat datang dari dirinya sendiri tetapi harus berasal dari sumber lain. Syemon menyadari bahwa hal itu daang dari Kristus yang hadir dalam dirinya dan segalanya menajdi jelas: ia memiliki bukti yang pasti bahwa sumber cinta dalam dirinya adalah kehadiran Kristus. Dia yakin bahwa dengan memiliki cinta yang melampaui pemikiran dan kehendak manusiawi menyatakan kepada kita bahwa Sumber Cinta ada dalam diri kita. Maka di satu sisi kita dapat mengatakan bahwa jika kita tidak memiliki suatu keterbukaan kepada cinta, Kristus tidak memasuki diri kita, dan di sisi lain menjadi jelas bahwa Kristus adalah sumber dari cinta yang mengubah kita. Teman-teman terkasih, pengalaman ini tetap penting bagi kita saat ini jika kita hendak mencari kriteria yang menolong kita untuk mengetahui apakah kita sungguh dekat kepada Allah, apakah Allah hadir dan berdiam dalam diri kita. Cinta Allah berkembang dalam diri kita jika tetap bersatu dengan Dia dalam doa dan dengan mendengarkan sabda-Nya dengan hati terbuka. Hanya cinta Ilahi saja yang memampukan kita untuk membuka hati kita kepada sesama dan membuat kita peka terhadap kebutuhan mereka, membawa kita untuk mengakui semua orang sebagai saudara dan saudari dan mengundang kita untuk menanggapi kebencian dengan cinta dan pelanggaran dengan pengampunan.

Dalam berpikir tentang sosok Syemon sang Teolog baru, kita dapat menambahkan suatu catatan khusus mengenai spiritualitasnya. Jalan hidup asketiks yang dipilih dan diatempuhnya, sang rahib memberi perhatian kepada pengalaman batin dan menekankan pentingnya peranan pembimbing rohani dalam kehidupan biara. Sewatu masih muda, Syemon, seperti dikatakannya sendiri, telah menemukan pembimbing rohani yang memberinya bantuan yang mendasar dan yang selalu dipegangnya dengan rasa hormat yang tinggi dan memberi penghormatan kepadanya, bahkan di hadapan umum. Dan saya ingin mengatakan bahwa undangan Syemon untuk memiliki seorang pembimbing rohani yang baik, yang dapa membantu setiap individu untuk memiliki pengetahuan yang mendalam tentang dirinya sendiri dan untuk membantunya memiliki persatuan dengan Allah sehingga dalam hidupnya dia dapat hidup lebih selaras dengan Injil masih berlaku bagi setiap imam, biarawan-biarawati dan awam. Untuk menuju kepada Allah kita selalu membutuhkan bimbingan, sebuah dialog. Kita tidak dapat melakukannya dengan pemikiran kita sendiri. Hal ini juga merupakan makna dari sifat gerejani iman kita, yaitu untuk menemukan suatu bimbingan.

Untuk menutupnya kita dapat meringkaskan ajaran dan pengalaman Syemon sang Teolog baru dengan kata-kata ini: dalam pencarian tanpa henti akan Allah, bahkan ditengah segala kesulitan yang ia hadapi dan kritikan yang bernada keberatan terhadap dirinya, pada akhirnya ia membiarkan dirinya dibimbing oleh cinta. Ia sendiri mampu untuk hidup dan mengajar para rahibnya bahwa bagi setiap murid Yesus adalah sangat mendasar untuk bertumbuh dalam cinta; maka kita bertumbuh dalam pengetahuan akan Kristus sendiri, agar bersama Santo Paulus kita dapat mengatakan: �Bukan lagi Kristus yang hidup dalam aku, tetapi Kristus yang hidup dalam aku� (Gal 2:20).

Friday, October 9, 2009

St. Rafqa Boutrossie al-Choubouq al-Rais



Riwayat Hidup
Rafqa lahir pada tanggal 29 Juni 1832, bertepatan dengan Hari Raya St. Petrus dan Paulus, disebuah desa di wilayah Metn Utara, Libanon. Ia adalah puteri tunggal dari pasangan Mourad Saber al-Chobouq al-Rais dan Rafqa Gemayel. Ia dibaptis pada tanggal 7 Juni 1832 oleh Abouna (=Pater, dalam bahasa Aram) Hanna al-Rais di gereja Mar Jergyes (St.George) dan diberi nama Boutrossie (bentuk feminin dari Boutros/Petrus). Masa kecil Boutrossie berlangsung bahagia, ia dibesarkan dalam keluarga Katolik ritus Maronite yang saleh, ketika ia berusia tiga tahun orang tuanya mulai mengajarkan doa-doa dasar seperti Tanda Salib, Bapa Kami, dan Salam Maria serta mengajaknya untuk terlibat aktif dalam kehidupan Paroki di desa mereka.

Rafqa Gemayel meninggal ketika Boutrossie berusia 7 tahun. Setelah ibunya meninggal, Boutrossie tinggal bersama ayahnya, namun kesulitan ekonomi yang melanda seluruh Libanon dan juga keluarga itu memaksa sang ayah untuk pergi merantau ke Damaskus. Selama sang ayah berada di Damaskus, Rafqa dititipkan kepada keluarga Assaad Badawi, yang merupakan keluarga kaya dan terpandang di wilayah itu. Meskipun dititipkan untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga, namun keluarga Assaad Badawi sangat menyayangi Boutrossie, istri Assad yang bernama Heleneh memperlakukan Boutrossie sebagai puterinya sendiri dan menyebut Boutroussie sebagai teladan kejujuran, kesalehan, dan kemurnian.

Setelah empat tahun tinggal bersama keluarga Badawi, Rafqa kembali kepada ayahnya. Keadaan keluarga mereka kini mengalami perubahan karena sang ayah telah menikah kembali dengan seorang perempuan bernama Kafa. Boutrossie sangat disayang oleh ibu tirinya, namun rasa sayang ini justru menimbulkan konflik dalam keluarga besar. Kafa rupanya berniat menjodohkan Boutrossie dengan adik laki-lakinya, sementara itu bibinya, yang merupakan saudari ibu kandungnya berniat menjodohkan Boutroussie dengan puteranya. Kemudian timbullah pertengkaran antara ibu tiri dan bibi Boutroussie, mereka berdua berebut menjodohkan Boutroussie dengan pilihan masing-masing.

Di tengah-tengah keributan mengenai perjodohan itu, Boutroussie justru merasakan adanya panggilan untuk suatu cara hidup yang lain. Didalam hatinya ia merasa bahwa Allah memanggilnya untuk hidup membiara. Dalam kebingungannya ini Boutroussie menemukan sosok pembimbing rohani pada diri Abouna Youseff Gemayel. Abouna Youseff masih kerabat almarhum ibunya dan merupakan pembimbing rohani yang baik. Boutroussie sering mengunjungi Abouna Youseff di Paroki St. Mikael di Bifkaya dan di sana ia mengenal Konggregasi Mariamite yang didirikan oleh Abouna Youseff bersama para misionaris Yesuit.

Pada tahun 1859 Boutroussie memutuskan untuk masuk Konggregasi Mariamite setelah ia diteguhkan lewat sebuah suara yang mengatakan kepadanya �kamu akan menjadi biarawati� saat ia dan 2 orang temannya berdoa di hadapan ikon Bunda Maria Pembebasan. Keluarga Boutroussie rupanya tidak begitu setuju dengan keputusannya untuk menjadi biarawati, ayah dan ibu tirinya datang ke biara meminta ia pulang, namun Boutroussie menolaknya, ia memilih untuk tetap menjadi biarawati.

Di biara Boutroussie mulanya bertugas di dapur untuk mempersiapkan makanan bagi para seminaris dan menggunakan waktu luangnya untuk memperdalam bahasa Arab, kaligrafi, dan matematika. Diantara para seminaris yang sempat ia layani banyak diantaranya akan menjadi tokoh penting dalam Gereja Maronite antara lain Patriarkh Elias al-Houwayek dan Uskup Agung Boutros al-Zoghbi.

Pada tahun 1860 Boutroussie mulai ditugaskan untuk mengajar, tugas pertamanya adalah di Deir al Kamar, dan di tempat ini pula ia menyaksikan suatu kerusuhan berdarah yang dipicu oleh serangan orang-orang Druze terhadap warga Maronite, kerusuhan itu menewaskan sekitar 7000 orang, menghancurkan 360 desa, 560 gereja, 28 sekolah dan 42 biara. Dalam kerusuhan itu Boutroussie sempat menyelamatkan seorang anak dengan cara yang unik, yaitu menyembunyikannya di balik jubah sehingga anak itu lolos dari kejaran para perusuh.

Kemudian Boutroussie dipindahkan ke Byblos dan akhirnya ke sebuah desa bernama Maad. Kedatangan para suster Mariamite ke Maad difasilitasi oleh seorang kaya bernama Antoun Issa. Antoun Issa menghendaki agar di desanya didirikan sebuah sekolah bagi anak-anak perempuan, ia meminta agar Patriarkh Masaad bersedia memberi izin kepada para suster Mariamite untuk berkarya di desanya. Lebih jauh lagi ia menyumbangkan segala yang diperlukan untuk mendirikan sekolah, dan menyerahkan separuh rumahnya untuk dijadikan rumah para suster.

Para suster cepat diterima di Maad dan sekolah yang mereka dirikan berkembang pesat, tetapi kesulitan ekonomi lagi-lagi mendatangkan masalah bagi para suster. Kesulitan ekonomi membuat para Yesuit memutuskan untuk menggabungkan Konggregasi Mariamite dan Hati Kudus dari Zahle. Para suster yang tidak setuju dengan penggabungan itu dipersilakan meninggalkan biara. Situasi kembali menjadi sulit bagi Boutroussie.

Tuan Antoun Issa yang senang dengan pekerjaan para suster menawarkan agar jika para suster memilih meninggalkan biara mereka tetap tinggal di desanya dan ia akan menggaji mereka sebagai guru. Boutroussie menolak permintaan ini, dan menceritakan pengalaman rohaninya kepada Tuan Antoun bahwa ia ingin menjadi pertapa. Boutroussie menceritakan bagaimana ia mendapat mimpi bertemu St. Antonius Agung, St. George, dan St. Simon pertapa dan St. Simon memintanya bergabung dengan para pertapa Maronite yang dikenal dengan sebutan Baladite. Boutroussie menceritakan bahwa mimpi ini memberinya kebahagiaan dan menghapuskan semua kekhawatirannya. Tuan Antoun dan Boutroussie sama-sama yakin bahwa mimpi ini adalah jawaban dari Allah atas pergumulan hidup Boutroussie. Selanjutnya Tuan Antoun membantu Boutroussie masuk biara Baladite dengan meminta rekomendasi bagi Boutroussie dari sejumlah imam dan uskup yang dikenalnya.

Boutroussie kemudian menjadi biarawati di Pertapaan St. Simon al-Qarn di Aito dan tetap setia sampai akhir hayatnya. Ia mengganti namanya dari Boutroussie menjadi Rafqa, sesuai dengan nama ibunya, orang pertama yang memperkenalkan Kristus dan menanamkan rasa cinta kepada Allah dalam dirinya. Pada minggu pertama bulan Oktober 1885, Rafqa meminta agar Yesus memberinya penyakit dan penderitaan sehingga ia dapat menemani Yesus menanggung penderitaan dan sengsara-Nya. Doa Rafqa ini dijawab dengan cepat, ia menderita penyakit pada mata yang berakhir dengan kebutaan dan juga menderita lumpuh. Rafqa melewati tahun-tahun penderitaannya dengan penuh syukur karena diberi kesempatan untuk menemani Yesus dalam sengsara-Nya. Akhirnya setelah melewati penderitaan panjang Rafqa meninggal pada tanggal 23 Maret 1914, bertepatan pada hari Senin Abu (permulaan masa Prapaskah menurut kalender liturgi Maronite), ia meninggal sekitar 4 menit setelah menerima absolusi dan berkat terakhir.

Pada anggal 11 Februari 1982 Paus Yohanes Paulus II menyatakan Rafqa sebagai Venerabilis, dan kemudian pada tanggal 17 November 1985 menyatakan Rafqa sebagai Beata, dan akhirnya pada tanggal 10 Juni 2001 menyatakannya sebagai Santa.

Menderita Bersama Yesus
Salah satu hal yang paling menonjol dalam kehidupan rohani Rafqa adalah kerelaannya untuk menderita bersama Yesus. Kesadaran ini muncul setelah ia melihat penderitaan para saudari sebiaranya yang sedang sakit, penderitaan masyarakat di Deir al Kamar dan kemudian dengan penyakitnya sendiri. Melalui semua penderitaan ini Rafqa semakin mencintai Salib dan ingin memanggulnya bersama sang Penebus. Rafqa menghayati benar kata-kata Kitab Suci �sebab sama seperti kami mendapat bagian berlimpah-limpah dalam kesengsaraan Kristus, demikianlah pula oleh Kristus kami menerima penghiburan berlimpah-limpah� (2Kor 1:5), �bersukacita karena boleh menderita dan menggenapkan apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu Gereja� (Kol 1: 24), �bersukacitalah sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya� (1 Ptr 4: 13). Bagi Rafqa semua penderitaan tidaklah sia-sia karena melaluinya Tuhan bekerja sehingga �penderitaan kami menjadi penghiburan dan keselamatan bagi kamu; jika kami dihibur, maka hal itu adalah untuk penghiburan kamu, sehingga kamu beroleh kekuatan untuk dengan sabar menderita kesengsaraan yang sama seperti yang kami derita juga� (2Kor 1:6).

Kerinduan ini membawa Rafqa untuk meminta penderitaan dari Tuhan, ia rindu untuk membawa tanda-tanda kesengsaraan Kristus dalam dirinya (Gal 6: 17). Kerinduan inilah yang akhirnya mendorong Rafqa untuk berdoa secara khusus memohon agar Tuhan berkenan memberinya suatu penderitaan. Doa Rafqa ini dijawab dengan cepat dan segera oleh Tuhan, tak lama setelahnya Rafqa mendapatkan rasa sakit yang luar biasa pada matanya, kedua matanya membengkak dan tampak seperti terbakar. Para rekan susternya berusaha mengobati penyakit ini dengan mengirimkan Rafqa ke sejumlah dokter, namun upaya ini tampak sia-sia. Setelah pengobatan ke dokter-dokter lokal tidak membuahkan hasil. Suatu ketika seorang imam meminta agar Rafqa dibawa kepada seorang dokter Amerika yang sedang berada di Libanon, dokter Amerika ini kemudian mengoperasi Rafqa. Operasi ini berakhir dengan kegagalan dan Rafqa kehilangan mata kanannya, sehingga para suster terpaksa membawa Rafqa ke dokter lain lagi untuk menghentikan pendarahan yang masih berlangsung akibat operasi. Dua tahun setelah operasi Rafqa mata kirinya juga menjadi buta, dan Rafqa mengalami kebutaan total. Selain buta dan tetap mengalami rasa sakit pada matanya, Rafqa juga menderita kelumpuhan dan kerap kali mengalami pendarahan dari hidungnya. Ia menjadi kurus kering dan kondisinya sangat lemah. Secara khusus ia sangat tersiksa dengan rasa sakit pada kedua bahunya, rasa sakit yang membuatnya berkali-kali berdoa �bagi kemuliaan Allah, dalam partisipasi dengan luka Yesus pada bahu-Nya�.

Meskipun sakit parah, Rafqa selalu berusaha untuk menjalankan semua kewajiban hidup membiaranya. Sejauh mungkin ia berusaha agar dapat mengikuti ibadat bersama di kapel, dan ketika ia tidak mampu maka ia mengisinya dengan berdoa sendirian di tempat tidurnya. Sekalipun ia buta dan lumpuh namun ia tetap bekerja dengan menjahit dan menyulam. Rafqa yakin bahwa Allah sengaja tidak memberikan rasa sakit pada kedua tangannya agar ia tetap dapat bekerja dengan tangan itu.

Rafqa mengalami penderitaan ini selama sekitar 20 tahun, dan kesaksian dari mereka yang pernah mengenalnya mengatakan kepada kita bahwa mereka tidak pernah melihat ia mengeluh. Dari diri Rafqa sendiri terlihat jelas bahwa ia menyadari benar bahwa penderitaannya adalah �bagi kemuliaan Allah, dengan ambil bagian dalam luka Yesus dan mahkota duri-Nya�.

Kecintaan Kepada Ekaristi Kudus Dan Perawan Maria

Pada tahun 2000, bertepatan dengan Yubileum Agung, Paus Yohanes Paulus II menetapkan Rafqa sebagai teladan dalam melakukan Adorasi kepada Sakramen Mahakudus. Selama hidupnya Rafqa menunjukkan betapa ia mencintai Tuhan dalam Ekaristi dan berusaha agar orang lain juga memiliki cinta kepada Yesus dalam Ekaristi. Sewaktu ia masih menjadi guru ia kerap kali mengatakan kepada para muridnya �Kalian hendaknya mengerti bahwa Yesus turun ke Altar saat imam mengucapkan Kata-kata Suci (konsekrasi), pada saa itu, tundukkanlah kepala kalian dan renungkanlah Tuhan yang tersembunyi dalam Roti dan Anggur�. Ia juga mendorong agar para muridnya kerap menerima Sakramen Tobat dan sering menyambut Komuni. Rafqa juga adalah orang yang diduga mendorong kebiasaan Penahtaan Sakramen Mahakudus di gereja St. Yohanes Markus di Byblos dan menyebarkan devosi ini di kota itu.

Rafqa menyadari benar bahwa Ekaristi adalah suatu Kurban sebagaimana orang-orang Maronite menyebut Misa dengan nama Qurbono, sebuah kata dalam bahasa Aramaik yang berarti Kurban. Maka Ekaristi adalah suatu Kurban yang dipersembahkan kepada Allah dan pada saat yang sama adalah santapan yang menguduskan jiwa kita sebagaimana dalam bahasa Arab mereka menyebutnya Quddas (Kudus). Pemahaman ini mendorong Rafqa untuk bertekun dalam menjaga kekudusan dan mempersembahkan hidupnya sebagai kurban bagi Allah.

Rafqa menunjukkan cintanya kepada Ekaristi dengan cara yang luar biasa. Pada suatu Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus antara tahun 1905-1914, ia begitu ingin mengikuti Misa di kapel sekalipun tubuhnya lumpuh dan sangat lemah. Para suster berusaha memindahkan dia ke kapel namun gagal karena Rafqa yang selain lumpuh juga sudah sangat kurus kering itu terlalu lemah untuk beranjak dari tempat tidurnya, sehingga suster pemimpin biara hanya menjanjikan bahwa sesudah Misa, imam akan mengantarkan Komuni untuknya. Namun, kemudian dengan bantuan rahmat Allah, Rafqa meminta agar Yesus membawanya ke kapel. Ia memperoleh sedikit tenaga untuk menjatuhkan dirinya ke lantai dan kemudian merangkak ke kapel. Dengan perjuangan yang luar biasa Rafqa tiba di kapel dan menyambut Komuni. Tindakan ini menunjukkan betapa besarnya cinta Rafqa kepada Yesus dalam Ekaristi dan menegaskan bahwa Ekaristi adalah sumber kekuatan dan penghiburan di tengah segala penyakit dan kelemahan tubuhnya.

Rafqa juga memiliki cinta yang besar kepada Perawan Maria, devosi kepada Perawan Maria adalah warisan yang sangat berharga yang ia terima dari ibunya. Sedari kecil Rafqa memiliki ikatan yang istimewa dengan Bunda Maria, khususnya dengan ikon Bunda Maria Pembebasan yang populer di Libanon ketika itu. Tradisi rohani orang-orang Libanon secara umum memiliki hubungan erat dengan Santa Perawan, di negara itu Bunda Maria populer dengan nama �Bunda kita dari Libanon� dan devosi kepada Maria tumbuh sangat subur dalam lingkungan ritus Maronite dan semua orang Kristen Libanon entah mereka itu Katolik (Maronite, Syriac, Chaldean, Yunani, Latin dst), Ortodoks Yunani, ataupun Ortodoks Syria (Monofisit).

Garam dan terang dunia
Setelah kematiannya, tepatlah jika kata-kata Kitab Suci ini dikenakan kepada Rafqa �Yang mati dibunuhnya pada waktu matinya itu lebih banyak dari pada yang dibunuhnya pada waktu hidupnya� (Hakim 16: 30b). Begitulah setelah kematiannya Rafqa telah membuat banyak orang mati terhadap dosa dan hidup bagi Kristus jauh lebih banyak daripada yang telah ia lakukan selama hidupnya. Rafqa telah menjadi sumber kekuatan bagi mereka yang menderita khususnya karena penyakit yang amat parah. Ia menunjukkan bahwa penderitaan kita tidaklah tanpa arti dan di tangan Tuhan penderitaan kita menjadi sesuatu yang berharga untuk keselamatan kita dan juga orang lain. Penderitaan Rafqa juga telah menjadi sumber penghiburan bagi banyak orang lain yang menderita, yang dengan menatap penderitaannya telah memperoleh kekuatan dan penghiburan dari Tuhan. Rafqa juga telah menjadi perantara bagi banyak mukjizat penyembuhan dan pertobatan sehingga nama Tuhan semakin dimuliakan melaluinya.

Oleh karena itu tepatlah Paus Yohanes Paulus II pada saat ia menyatakan Rafqa sebagai Beata mengatakan hal ini tentang dirinya: �Beata Rafqa dari Himlaya adalah �garam dan terang dunia�. Dan inilah perutusan dari semua murid-murid Yesus. Setelah ia menerima banyak dari harta Gereja dan hidup membiara, Beata yang baru ini memberikan kepada Gereja dan tanah airnya, secercah rahasia keberadaan, yang sepenuhnya diperkaya oleh Jiwa sang Penebus. Rafqa bagaikan lampu yang menyala di puncak gunung. Kita dapat menggambarkan dia dengan kata-kata indah dari Mazmur 92 (ayat 12): Orang benar akan bertunas seperti pohon kurma, akan tumbuh subur seperti pohon aras di Libanon.�

Tulisan ini dibuat dengan mengacu pada riwayat hidup St. Rafqa yang dimuat di saintrafqa.org, wikipedia, dan vatican.va

Thursday, September 11, 2008

Katekese dari Paus Benediktus XVI tentang St. Hieronimus (part 1)

Saudara-saudari terkasih

Hari ini, kita memusatkan perhatian kita kepada St. Hieronimus, Bapa Gereja yang memusatkan hidupnya kepada Alkitab: dia menerjemahkannya ke dalam bahasa latin, menafsirkannya dalam karya-karyanya, dan diatas segalanya, ia berjuang menghayatinya sepanjang hidupnya di dunia, walaupun ia memiliki kesulitan berupa sifat temperamen tinggi yang menjadi bawaannya.

Hieronimus dilahirkan dalam sebuah keluarga Kristen sekitar tahun 347 AD di Stridon. Dia menerima pendidikan yang baik dan kemudian dikirim ke Roma untuk menyelesaikan studinya. Sebagai pria muda ia tertarik dengan kehidupan duniawi (cf. Ep 22, 7), tetapi ketertarikan dan minatnya terhadap agama Kristen tetap tinggi.

Hieronimus dibaptis tahun 366 dan memilih hidup asketis. Dia pergi ke Aquileia dan bergabung dengan suatu kelompok kesalehan Kristen yang berhimpun disekeliling Uskup Valerian yang ia gambarkan hampir menyerupai �komunitas para kudus� (Chron ad ann. 374). Dia kemudian pergi ke Timur dan hidup sebagai hermit di di Padang Gurun Chalcis, selatan Aleppo (Ep 14,10), dan membaktikan hidupnya untuk belajar secara intensif. Dia menyempurnakan pengetahuan bahasa Yunani nya, dan mulai belajar bahasa Ibrani (cf. Ep 125, 12), dan menyalin kodeks serta tulisan para Bapa (cf. Ep 5,2). Meditasi, penyendirian diri, dan kontak dengan Sabda Allah menolong sensitifitas Kristennya menjadi semakin dewasa. Dengan pahit ia menyesali kesembronoan masa mudanya (Ep. 22, 7) dan secara mendalam menyadari betapa berbedanya mentalitas kafir dan kehidupan Kristen: melalui sebuah �visiun� yang dramatis dan hidup ia membuat sebuah pengkontrasan yang terkenal- dimana ia meninggalkan kepada kita dalam suatu tulisannya- didalam visiun itu ia melihat bahwa ia diusir dari hadapan Allah karena ia lebih menyerupai pengikut Cicero daripada seorang Kristen� (cf. Ep. 22, 30).

Tahun 382 ia pindah ke Roma: karena kehidupan asketis dan kemampuannya sebagai pakar, Paus Damasus memintanya bekerja sebagai sekretaris dan penasehatnya, Paus mendorong dia, untuk alasan pastoral dan cultural, mengerjakan suatu terjemahan Latin baru dari teks-teks Alkitab. Beberapa orang dari para aristokrat Romawi, khususnya para bangsawan wanita seperti Paula, Marcella, Asella, Lea dan beberapa yang lain, didorong oleh keinginan untuk menjalani kesempurnaan hidup Kristen secara lebih mendalam dan memperdalam pengetahuan mereka akan Sabda Allah, memilih dia sebagai pembimbing rohani dan guru dalam pembelajaran yang terstruktur terhadap teks-teks suci. Para bangsawan wanita ini juga mempelajari bahasa Yunani dan Ibrani

Setelah kematian Paus Damasus, Hieronimus meninggalkan Roma tahun 385 dan berziarah pertama-tama ke Tanah Suci, saksi bisu dari kehidupan Kristus di dunia, dan kemudian ke Mesir negara yang sangat disukainya karena di sana terdapat banyak rahib (cf. Contra Rufinum, 3, 22; Ep. 108, 6-14). Tahun 386 ia menetap di Bethlehem sampai ia mati, dan di sana juga ia menulis sejumlah besar karyanya: ia menafsirkan Sabda Allah, ia membela iman dan dengan penuh semangat melawan berbagai bidaah; ia mendorong para biarawan kepada kesempurnaan; ia mengajar kebudayaan Kristen dan filsafat klasik kepada para orang muda; dengan hati seorang gembala ia m menyambut para peziarah yang berkunjung ke Tanah Suci. Dia meninggal dalam sel nya yang terletak dekat Grotto Kelahiran Yesus tanggal 30 September 420.

Kecerdasan dan luasnya pengetahuan Hieronimus dalam bidang sastra memampukannya memperbaiki dan menerjemahkan banyak teks-teks bibis: suatu pekerjaan yang tak ternilai hasilnya bagi Gereja Latin dan kebudayaan Barat. Dengan mendasarkan diri pada teks berbahasa asli Yunani dan Ibrani, dan dengan bantuan perbandingan dengan versi-versi yang lebih tua, ia memperbarui terjemahan empat Injil dalam bahasa Latin, lalu Psalter dan sebagian besar Perjanjian Lama. Dengan mempelajari teks berbahasa asli Ibrani dan terjemahan Yunani Septuaginta, serta terjemahan dalam bahasa Yunani klasik yang berasal dari sebelum era Kristen, sebagaimana juga terjemahan Latin yang lebih awal, Hieronimus dengan bantuan para rekan kerjanya, mampu menghasilkan terjemahan yang lebih baik: terjemahan ini membentuk apa yang sering disebut �Vulgata�, teks �resmi� Gereja Latin yang diakui demikian oleh Konsili Trente, dan setelah beberapa revisi tetap diakui sebagai teks �resmi� Gereja dalam bahasa Latin. Sangat menarik untuk menegaskan criteria yang digunakan oleh Hieronimus dalam karyanya sebagai penerjemah. Dia sendiri mengungkapkan kriteria itu saat dia mengatakan bahwa ia menghormati susunan kata dalam Kitab Suci, karena dalam susunan itu, ia mengatakan �susunan kata-kata juga merupakan suatu misteri� (Ep. 57, 2), yaitu, suatu pewahyuan. Lebih jauh lagi, ia menegaskan kembali kebutuhan untuk mengacu keapda teks asli: �Perbedaan pandangan tentang Perjanjian Baru diantara orang-orang Latin seringkali terjadi karena interpretasi mereka didasarkan kepada manuskrip yang buruk, marilah kita kembali kepada yang asli, yaitu ke dalam bahasa Yunani, yang dengan bahasa itu Perjanjian Baru ditulis.� Demikian halnya juga dengan Perjanjian Lama, jika ada perbedaan antara teks Latin dan Ibrani kita harus mengacu keapda teks Ibrani; dan, kemudian kita akan mampu menemukan aliran yang mengalir dari sumbernya� (Ep. 106, 2). Hieronimus juga menafsirkan banyak teks-teks Alkitab. Baginya penafsiran harus menawarkan berbagai kemungkinan �agar pembaca, setelah membaca berbagai penjelasan yang berbeda dan mendengar banyak pendapat- bisa menerima atau menolak- dan dapat menilai mana yang paling masuk akal, dan seperti penukar uang yang ahli, dapat menolak uang yang palsu� (Contra Rufinum 1, 16).

Dengan penuh semangat dan tak kenal lelah Hieronimus melawan semua bidaah yang menentang tradisi dan iman Gereja. Dia juga menunjukkan betapa penting dan benar nya literatur Kristen yang kemudianmenjadi kebudayaan nyata dan diperbandingkan dengan literatur klasik: ia melakukan itu dengan mengarang De Viris Illustribus, sebuah karya yang didalamnya Hieronimus menampilkan biografi lebih dari seratus pengarang Kristen. Ia juga menulis banyak biografi para rahib, dan memperbandingkan kedalaman spiritualitas mereka dengan kehidupan monastik yang ideal. Sebagai tambahan, ia menerjemahkan berbagai karya pengarang Yunani. Akhirnya, dalam Epistulae yang sangat penting, sebuah mahakarya literatur Latin, Hieronimus dengan kekhasan keahliannya menampilkan, suatu panduan asketis bagi jiwa-jiwa.

Apa yang dapat kita pelajari dari St. Hieronimus? Bagi saya, pertama-tama adalah: cinta kepada Sabda Alalh dalam Kitab Suci. St. Hieronimus mengatakan: �Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus�. Maka sangat penting bagi setiap orang Kristen memiliki hubungan pribadi yang hidup dengan Sabda Allah yang diberikan kepada kita dalam Kitab Suci. Dialog dengan Kitab Suci harus memiliki dua dimensi di satu sisi, dialog ini harus menjadi dialog pribadi karena Allah berbicara dengan setiap kita melalui Kitab Suci dan Kitab Suci itu juga memiliki pesan untuk setiap kita. Kita harus membaca Kitab Suci bukan sebagai kata-kata yang ditulis di masa lalu tetapi sebagai Sabda Allah yang juga disampaikan kepada kita, dan kita harus mencoba untuk mengerti apa yang ingin Tuhan katakana kepada kita. Bagaimanapun, agar tidak jatuh kepada individualisme, kita harus ingat bahwa Sabda Allah diberikan keapda kita untuk membangun persekutuan dan menyatukan kekuatan dalam kebenaran dalam perjalanan kita menuju Allah. Jadi, walaupun Sabda Allah selalu merupakan Sabda pribadi, ia juga sella merupakan Sabda yang membangun komunitas, membangun Gereja. Maka kita harus membacanya dalam persekutuan dengan Gereja yang hidup. Tempat istimewa untuk membaca dan mendengarkan Sabda Allah adalah Liturgi, di dalamnya, kita merayakan Sabda dan menjadikan Tubuh Kristus hadir dalam Sakramen, kita mengaktualisasikan Sabda dalam hidup kita dan menghadirkannya di tengah kita. Kita juga tak boleh lupa bahwa Sabda Allah melampaui waktu. Pendapat manusia dating dan pergi. Apa yang sangat modern hari ini bisa jadi sangat kuno esok hari. Di sisi lain, Sabda Allah adalah Sabda hidup abadi, ia berada dalam keabadian dan tetap benar selamanya. Dengan membawa Sabda Allah dalam hidup kita, kita membawa dalam diri kita keabadian, hidup abadi.

Saya ingin menutup dengan kata-kata St. Hieronimus yang pernah ia sampaikan kepada St. Paulinus Nola. Dalam kata-kata ini sang penafsir hebat ini mengungkapkan kenyataan yang sangat mendasar, yaitu, dalam Sabda Allah kita menerima keabadian, hidup abadi. St. Hieronimus berkata: �Cari dan pelajarilah di dunia kebenaran yang akan tetap berlaku di Surga� (Ep. 53, 10).

Thursday, January 3, 2008

Antonietta Nennolina

Antonietta Nennolina adalah seorang anak kecil yang meninggal saat berumur 6,5 tahun. Ia meninggal karena kanker tulang dan kehilangan sebelah kakinya.

Tetapi imannya mengagumkan, beberapa bulan sebelum Komuni pertamanya (dan artinya juga beberapa saat sebelum kematiannya) dia menulis doa dibawah ini:


"Yesus yang terkasih dalam Ekaristi, aku sangat mencintaiMu!....
Sangat, sangat mencintaiMu!
Bukan hanya karena engkau adalah Bapa seluruh dunia, tetapi juga karena Engkau adalah Raja seluruh dunia, aku mau selalu menjadi lampu tabernakelMu yang menerangi siang dan malam didekat Engkau dan didekatMu dalam Sakramen Altar.

Aku ingin Engkau memberiku tiga rahmat- pertama jadikan aku kudus, dan ini adalah rahmat yang paling penting;
kedua, berikan aku beberapa jiwa;
dan ketiga, buatlah aku kembali berjalan normal, dan sebenarnya ini tidaklah seberapa penting. Aku tidak memintaMu untuk mengembalikan kakiku, aku memberikannya untukMu!

Yesus terkasih aku menyukai guruku Suster Naomi. Aku sangat mencintainya, maka tolonglah dia untuk melakukan semua hal yang Engkau kehendaki agar ia melakukannya.

Yesus Ekaristi terkasih!
Aku sangat mencintaiMu sehingga aku sangat menantikan natal.
Buatlah hatiku bersinar bagiMu saat Engkau datang kedalam hatiku yang miskin.
Yesus terkasih, aku akan membuat banyak kurban yang akan aku persembahkan padaMu saat Komuni Pertamaku.

Yesus Ekaristi terkasih!.....
Aku mau menderita banyak untuk menebus juga dosa orang-orang, terutama mereka yang sangat jahat.
Yesus Ekaristi terkasih, aku mengucapkan selamat tinggal padaMu dan menciumMu.
Antoinetta Mu.
Selamat malam Yesus, selamat malam Maria."


Gadis kecil ini juga mengatakan kepada ibunya:
"Saat aku menderita aku langsung berpikir tentang Yesus, sehingga aku tidak menderita lagi! Sangat mudah untuk tidak menderita: jangan pikirkan sakitmu, tapi pikirkan Yesus, karena Ia telah menderita sedemikian sehingga engkau tidak menderita lagi."

Lebih jauh tentang dia:
http://wdtprs.com/blog/2007/12/nennolina/#comments
dan
http://www.nennolina.it/index.html


Sebagai tambahan:

1. Nennolina menerima Komuni Pertamanya pada Misa Malam Natal, itulah sebabnya dia mengatakan ia sangat menantikan Natal.


Thursday, September 20, 2007

St. Matthew's Day...my birthday

Yupz..hari ulangtahunku bertepatan dengan pesta St. Matius Rasul dan Pengarang Injil. Mungkin orang mengatakannya kebetulan, tapi bagiku ini namanya providentia Dei (Penyelenggaraan Ilahi).

Injil Matius ditulis dalam suasana ke-yahudi-an yang kuat, kita bisa memperkirakan bahwa pembaca asli Matius adalah komunitas Kristen yang mayoritasnya adalah keturunan yahudi. Dalam tulisan Matius, Yesus pertama-tama digambarkan sebagai Mesias, keturunan Daud. Meskipun gelar Mesias yang di-translate ke bahasa yunani menjadi Christos kemudian sangat umum dipakai oleh komunitas kristen secara umum, harus diakui juga bahwa penggunaan istilah itu seringkali kehilangan "greget"nya sehingga nama Kristus mudah saja digandengkan dengan Yesus sehingga tampak seolah-olah sebagai nama pribadiNya.

Injil Matius juga sering disebut sebagai "injil gereja" karena dalam keempat injil hanya Matius lah yang menaruh perhatian besar pada kehadiran ecclesia (gereja). Matius secara eksplisit menyebutkan bahwa Yesus mendirikan Gereja diatas kefas, dan kefas itu juga Ia serahi kunci kerajaan surga (Mat 16:16-19).

Kisah pemberian kunci memiliki latar belakangnya pada perjanjian lama, yaitu dalam kisah pengangkatan Elyakim bin Hilkia menjadi "perdana menteri" Yehuda (Yes 22:20-23), dengan cara memberi Kefas kunci kerajaan surga kiranya jelas bahwa Yesus ingin menjadikan Kefas sebagai perdana menteri dalam kerajaanNya.

Teks kedua tentang Gereja muncul di bab 18 dimana Gereja digambarkan sebagai suatu komunitas yang nyata (visible), memiliki tata tertib, dan memiliki hak untuk menghukum atau mengucilkan anggota-anggotanya yang bandel dan tidak bisa diatur. Bahkan mereka yang menentang Gereja langsung disamakan statusnya dengan orang kafir (Mat 18:17).

Juga kedua teks yang menyangkut Gereja langsung diakhiri dengan pernyataan yang tegas mengenai otoritas yang dipegang oleh para Rasul: "Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga" (Mat 16:19 18:18). Penegasan mengenai kuasa para Rasul dengan cara se-eksplisit ini saya kira adalah satu ciri khas Matius.

Teks-teks Matius kiranya memberi kita suatu pandangan yang agak luas tentang hierarki dan keadaan jemaat perdana khususnya dalam komunitas yang dibina oleh Matius atau yang merupakan pembaca asli tulisannya ini.

Bagi saya sendiri, gambaran Matius tentang Yesus dan Gereja rasanya amat dominan dalam membentuk iman pribadi saya. Injil ini merupakan salah satu buku favorit saya dalam Kitab Suci

Saturday, August 11, 2007

Dari Jalan Kesempurnaan (St. Theresa Avila)

Alasan aku mendirikan Biara ini dengan peraturan yang ketat.

Ketika aku mulai mengambil langkah pertama menuju pendirian biara ini, bukanlah tujuanku bahwa dalam biara ini harus ada kemiskinan lahiriah atau bahwa rumah kita ini tidak memiliki pendapatan samasekali, bahkan aku menginginkan bahwa kita hidup tidak berkekurangan. Kenyataannya, bahwa keinginanku itu adalah keinginan yang menunjukkan betapa lemah dan tak bergunanya saya ini, bahwa saya disamping digerakkan oleh keinginan-keinginan yang baik ternyata juga telah digerakan oleh keinginan-keinginan saya untuk hidup nyaman.

Pada masa itu, saya telah mendengar berita tentang kekacauan yang terjadi di Perancis dan tentang pemberontakan orang-orang Lutheran telah terjadi dan bagaimana sekte yang mengerikan ini kemudian berkembang. Berita ini telah membuatku tertekan, dan aku berharap agar aku bisa melakukan sesuatu atau seandainya aku telah melakukan sesuatu, aku berseru kepada Tuhan dan memohon kepada-Nya bahwa aku dapat melakukan sesuatu untuk menghentikan kejahatan ini. Aku berpikir bahwa aku akan memberikan seribu nyawaku untuk dapat memenangkan kembali satu jiwa saja diantara banyak jiwa yang telah terhilang. Aku kemudian menyadari bahwa aku adalah perempuan yang tidak berguna dan tidak mampu untuk melakukan satu hal pun yang berguna yang ingin aku lakukan untuk melayani Tuhan.

Tetapi semua keinginan itu tetap tinggal dalam diriku, karena Tuhan kita masih memiliki banyak musuh dan betapa sedikit sahabat-Nya dan sahabat-sahabat-Nya ini haruslah menjadi sahabat yang baik. Akhirnya aku memutuskan untuk melakukan hal kecil ini, yang ada dalam kemampuanku; yaitu, untuk mengikuti nasehat-nasehat Injil dengan sebaik-baiknya, dan bahwa sedikit orang yang tinggal di sini akan melakukan hal yang sama. Aku melakukan ini dalam kepercayaan yang besar akan kebaikan Tuhan, yang tidak pernah lalai menolong mereka yang ingin memberikan segalanya bagi Dia. Kepercayaanku ialah, bahwa jika para saudari ini melakukan sesuai dengan apa yang telah kutentukan bagi mereka, maka kesalahanku tidak akan mempunyai pengaruh di tengah begitu banyak kebaikan yang mereka lakukan; dan dengan begitu aku akan dapat menyenangkan Tuhan dalam suatu cara. Sejak semula kami semua bertekun dalam doa bagi para pembela Gereja, bagi para pengkhotbah, dan bagi para pria terpelajar yang melindungi Bunda Gereja dari segala serangan; kami berharap bahwa kami dapat cukup menolong Tuhan kami yang diperlakukan begitu buruk oleh mereka yang telah Ia perlakukan dengan begitu baik; tampaknya para pengkhianat itu ingin menyalibkan Dia lagi dan agar Dia tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala-Nya.

Oh Penebusku, hatiku tak dapat menanggung semua ini tanpa kesedihan yang amat sangat. Apa yang telah terjadi dengan orang-orang Kristen pada zaman ini? Apakah harus selalu terjadi bahwa mereka yang paling Kau kasihi justru merekalah yang paling menyakiti-Mu? Untuk mereka itulah Engkau telah melakukan karya-Mu yang agung, untuk mereka yang Kau pilih menjadi sahabat-Mu, untuk mereka-kah Engkau berjalan dan bersekutu melalui Sakramen-sakramen-Mu? Tidak kah mereka dipuaskan dengan siksaan yang telah Kau derita untuk mereka?

Tetapi Tuhanku, mereka yang pada zaman sekarang ini menarik diri dari dunia pun tidak melakukan apapun. Apa yang dapat kami harapkan dari dunia sekarang ini, yang begitu sedikit menaruh perhatian pada-Mu? Mungkinkah kami berharap untuk dapat diperlakukan sedikit lebih baik? Dapatkah kami memperlakukan lebih baik mereka yang ada dalam dunia ini agar mereka tetap mempertahankan persahabatannya dengan kami? Apa ini? Apakah sekarang ini kami mengharapkan bahwa kami, karena kebaikan Tuhan, dibebaskan dari sekte, yang bagaikan wabah serangga yang menyerang tubuh, telah membuat para pengikutnya menjadi milik iblis? Bagaimanapun, mereka telah mendapat hukumannya sendiri dengan tangan mereka dan dengan mudahnya mencapai api abadi dengan segala kesenangan mereka. Itulah yang harus mereka khawatirkan! Tetap lah, hatiku begitu hancur melihat begitu banyak jiwa terhilang. Aku tak dapat membayangkan betapa parahnya kejahatan ini- yang tak dapat diperbaiki- Aku tak mau melihat ada lagi yang terhilang setiap harinya.

O para saudariku dalam Kristus, bantulah aku memohon hal-hal ini kepada Tuhan. Untuk inilah Dia mengumpulkan kalian disini. Inilah panggilan kalian. Inilah urusan pekerjaan yang harus kalian tekuni. Hal ini harus menjadi keinginanmu, menjadi hal yang kalian tangisi, menjadi hal yang kalian mohon dalam permohonan kalian- dan ini bukan urusan duniawi, saudariku. Aku tertawa dan bahkan tertekan mengenai hal-hal yang diminta oleh orang yang datang kesini untuk kita doakan: untuk meminta dari Yang Mulia kesejahteraan dan uang- dan ini dilakukan oleh orang yang aku ingin meminta dari-Nya rahmat agar ia meletakan segala sesuatu dibawah kaki-Nya. Hal-hal ini tidak diinginkan, dan jika di akhir kita berdoa untuk permohonan-permohonan mereka ini, kita melakukan itu karena devosi mereka- biarpun aku sendiri berkeyakinan bahwa Tuhan tidak akan mendengarkan aku untuk permohonan-permohonan semacam itu. Dunia saat ini sedang terbakar, mereka ingin menghukum Kristus lagi, dan untuk itu mereka telah membangkitkan kembali ribuan saksi palsu untuk melawan Dia; mereka ingin menghancurkan Gereja-Nya- dan apakah kita akan membuang waktu untuk meminta agar Tuhan memberikan harta benda duniawi sementara satu jiwa terhilang dari surga? Tidak, saudariku, ini bukan waktu untuk berdiskusi dengan Tuhan mengenai urusan yang tidak penting seperti itu. Bagaimanapun, disini aku tidak mempertimbangkan kelemahan manusiawi yang memang terhibur dengan menerima bantuan di saat kita butuh (dan bahwa baik bagi kita untuk membantu sepanjang kita mampu). Aku sangat bergembira jika orang mengerti bahwa bukan harta benda yang harus mereka minta dari Tuhan dengan minat yang begitu besar.

PENGAKUAN IMAN: St. Thomas Aquinas dan St. Theresa Avila

�Jika dalam dunia ini ada pengetahuan lain tentang Sakramen ini yang lebih unggul daripada iman, maka aku berharap menggunakannya sekarang untuk mengakui dengan teguh bahwa Aku benar-benar percaya dan tahu dengan pasti bahwa Yesus Kristus, sungguh Allah dan sungguh manusia, Putera Perawan Maria, ada dalam Sakramen ini�Aku menerima Engkau, harga penebusanku, yang cintaMu aku saksikan, aku pelajari, dan aku selami. Aku berkhotbah tentang Engkau; Aku mengajar tentang Engkau. Tak pernah aku berkata untuk menentang Engkau; dan jika ada kata-kataku yang tak berkenan, itu karena ketidaktahuanku. Aku juga tidak menginginkan kekeliruan dalam pandanganku, dan jika ada kekeliruan didalamnya mengenai Sakramen ini atau mengenai hal-hal lain, Aku menyerahkan semuanya kepada penilaian dan koreksi dari Gereja Romawi Kudus, yang dalam kepatuhan kepada Gereja itu aku hendak beralih dari hidupku sekarang ini.� (diucapkan St. Thomas saat hendak menerima Komuni terakhir menjelang kematiannya)

�Dalam segala hal yang saya katakan dalam buku ini saya tunduk kepada apa yang dipegang oleh Bunda kita Gereja Romawi Kudus. Jika ada dalam isi buku ini yang bertentangan dengannya, itu adalah karena ke-tidak mengertian-ku dalam hal-hal ini. Maka aku mohon kepada orang-orang terpelajar yang akan melihat tulisan ini untuk membacanya secara hati-hati dan mengoreksi setiap kesalahan didalamnya agar benar-benar selaras dengan apa yang dipercayai oleh Gereja. Jika ada yang baik dalam buku ini, biarlah menjadi hormat dan kemuliaan bagi Allah dan bagi pengabdian kepada BundaNya yang amat terberkati, Bunda dan Pelindung kami, yang atributnya aku kenakan walaupun aku tak pantas untuk itu.� (The Way of Perfection)