Latest News

Tuesday, October 6, 2009

Bertumbuh Dalam Pengenalan Akan Allah

Buat bahan pengajaran sel gabungan KTM MM Bdg

Ketika kita masuk ke dalam komunitas ini, kita tentu memiliki suatu tujuan. Tujuan ini mengungkapkan apa yang sebenarnya kita harapkan dari komunitas ini. Tujuan itu bisa bermacam-macam seperti ingin mendapat teman-teman baru, ingin punya pacar, sekedar mengisi waktu luang dengan kegiatan yang menurut kita baik, atau hal-hal lain, namun yang utama dan paling dalam tentunya tujuan kita bergabung dalam komunitas ini adalah agar kita bisa mengenal Allah secara lebih dalam lagi. Semua tujuan yang lain itu tidak seluruhnya salah sepanjang kita menempatkannya secara proporsional, tetapi tujuan yang utama yaitu untuk semakin mengenal Allah harus ada, dan jika hal itu tidak lagi menjadi motivasi yang utama maka kita tidak akan lama bertahan di sini. Hanya kerinduan untuk semakin mengenal Allah yang akhirnya akan membuat kita betah dan memiliki rasa cinta terhadap komunitas ini.

Hari ini kita akan merenungkan bagaimana kita dapat semakin bertumbuh mengenal Allah dan melihat bagaiman komunitas ini bisa membantu kita mencapai hal itu. Pertama-tama marilah kita mendefinisikan dulu apa itu mengenal Allah. Mengenal Allah dalam pandangan Kristen berarti memiliki relasi dengan Allah. Sama seperti halnya dengan relasi antar manusia, relasi dengan Allah juga dapat berkembang dan menjadi semakin mendalam, begitu mendalam sehingga kita tiba pada persatuan cintakasih yang memperbarui diri kita secara radikal sehingga menjadi serupa dengan Kristus Tuhan kita. Sama seperti halnya relasi dengan sesama manusia membutuhkan waktu dan komitmen untuk menjadi semakin berkembang dan mendalam begitu juga relasi dengan Allah membutuhkan waktu dan komitmen untuk mencapai kedalamannya. Santo Paulus menggambarkan proses pertumbuhan hidup rohani kita dalam suatu perbandingan dengan pertumbuhan fisik kita dari bayi sampai menjadi dewasa.

Lalu, apa yang harus kita lakukan agar kita dapat bertumbuh dalam relasi ini? St. Simeon seorang mistik Byzantine mendapatkan nasehat dari buku Hukum Rohani karangan Markus sang Pertapa �Jika engkau mencari penyembuhan rohani, dengarkanlah suara hatimu. Lakukan apa yang ia katakan padamu dan kau akan melihat bagaimana ia melayanimu�. St. Simeon menuruti bimbingan ini dan sejak itu ia tidak pernah lalai untuk mendengarkan suara hatinya, ia memeriksa segala pikiran dan perbuatannya dengan hati nuraninya dan mendengarkannya. Mendengarkan suara hati adalah suatu hal yang sangat penting dalam pertumbuhan rohani kita karena Allah berbicara dengan kita secara pribadi melalui suara hati (Katekismus no. 1776-1777, Rom 2:15-16). Senada dengan itu Paus Leo XIII mengatributkan bicara Allah dalam suara hati kepada Roh Kudus, ia mengatakan �Diantara anugerah-anugerah ini adalah peringatan-peringatan dan ajakan rahasia, yang dari waktu ke waktu dibisikkan dalam hati dan pikiran kita melalui inspirasi Roh Kudus. Tanpa hal-hal ini tidak ada permulaan hidup yang baik, tidak ada kemajuan, dan orang tidak dapat tiba pada keselamatan abadi� (Divinum Illud Munus no. 9). Bagaimanapun juga perlu diperhatikan bahwa mendengarkan bicara Allah dalam suara hati kadang tidaklah mudah, dan karena itu kita perlu menyiapkan diri kita agar dapat mendengarkan Ia berbicara, dan dalam hal ini pembacaan Kitab Suci, doa, dan penerimaan Sakramen yang dilakukan secara teratur adalah hal yang mutlak harus dilakukan.

St. Simeon secara khusus merenungkan mengenai kehadiran Roh Kudus dalam diri orang yang terbaptis dan bahwa mereka yang sudah dibaptis harus memiliki kesadaran akan kenyataan rohani ini. Ia menekankan bahwa persekutuan pribadi dan intim dengan Allah, memberikan begitu banyak rahmat yang menerangi hati orang beriman dan menuntunnya kepada persatuan dengan Allah. Sampai disini kita dapat menyimpulkan bahwa pengalaman rohani memiliki tempat yang penting dalam kehidupan rohani kita. Pengetahuan akan Allah bukanlah suatu pengetahuan intelektual yang dapat dipelajari dengan membaca buku-buku, tetapi merupakan suatu pengetahuan yang lahir dari pengalaman. Pengetahuan itu datang dari suatu proses pemurnian batin yang dimulai dari pertobatan akan dosa-dosa dan terus berkembang dalam kerinduan untuk memperoleh persatuan dengan Kristus dengan disirami oleh cahaya kehadiran-Nya dalam diri kita. Pengetahuan intelektual akan ajaran agama memang membantu kita untuk mengenal Allah, tetapi itu hanya alat yang menunjukkan jalan, sementara kita baru mulai berjalan di jalan itu jika kita memiliki pengalaman akan Allah.

Apa yang dikatakan oleh St. Simeon memiliki kesamaan dengan visi misi komunitas kita, �Dalam kuasa Roh Kudus mengalami dan menghayati sendiri kehadiran Allah yang penuh kasih dan menyelamatkan sampai pada persatuan cinta kasih serta membawa orang lain kepada pengalaman yang sama�. Visi misi ini meminta kita untuk bersandar pada kuasa Roh Kudus dan harus membuka diri terhadap pengalaman kehadiran Allah yang ditawarkan kepada kita, serta diperdalam sampai pada persatuan dengan Allah di mana kita hanya menghendaki apa yang dikehendaki Allah dan mengasihi apa dan siapa yang dikasihi-Nya. Bagi Simeon salah satu titik penting pengalaman rohaninya adalah ketika ia merasa dirinya adalah �seorang miskin yang mencintai saudara-saudaranya� dalam pengelihatannya ia melihat ada begitu banyak musuh mengelilingi, membenci dan hendak melukainya tetapi hatinya dipenuhi rasa cinta kepada musuh-musuhnya. Simeon menyadari bahwa dirinya sendiri tidak memiliki rasa cinta sebesar itu, ia adalah manusia normal yang seperti kita sulit untuk mengasihi mereka yang membenci kita, jadi Simeon tiba pada keyakinan penuh bahwa cinta itu pastilah berasal dari sumber lain, yaitu dari Kristus yang meminta kita mencintai musuh. Adalah Kristus yang memberi kita rahmat yang cukup untuk melaksanakan perintah-Nya, pengalaman ini merupakan bukti baginya bahwa Kristus hadir dalam dirinya.

Sekarang mari kita membandingkan pengalaman Simeon dengan pengalaman rohani kita. Sebagian besar dari kita, katakanlah begitu, memiliki pengalaman kesadaran akan kehadiran Roh Kudus dalam diri kita, pertama-tama saat kita mengalami Pencurahan Roh Kudus. Kita tahu bahwa sejak dibaptis kita telah menerima Dia dan diperkuat dalam Dia saat menerima Sakramen Krisma, kita juga tahu bahwa Allah hadir dalam Ekaristi, dan seterusnya. Tetapi, pengetahuan ini seringkali datang hanya sekedar sebagai informasi dari orang tua atau dari guru agama atau dari buku rohani atau dari Kitab Suci. Kita tahu, tetapi kurang menyadari dan seringkali tidak mengalami, dan karena itu seperti kata St. Simeon pengetahuan ini bukanlah pengetahuan yang sejati. Pencurahan Roh Kudus membawa kita kepada kesadaran bahwa Allah hadir dalam diri kita, saat-saat itu seringkali dipenuhi kerinduan untuk meninggalkan dosa-dosa dan untuk hidup bagi Allah, untuk menjalin relasi lebih mendalam dengan-Nya dan untuk bertumbuh dalam segala hal yang baik. Ini adalah awal yang baik, tetapi dapat berakhir dengan tidak baik jika kita tidak mengembangkannya karena anggota-anggota Gereja yang tidak bertumbuh dalam cintakasih bukan hanya tidak dapat diselamatkan tetapi malahan akan diadili dengan lebih keras (Lumen Gentium 14).

Sekarang, kita akan melihat bagaimana komunitas ini dapat membantu kita bertumbuh mengenal Allah. Pertama, komunitas ini memiliki spiritualitas karmelit. Tradisi Karmel, seperti diungkapkan oleh Teresia dari Avila, dapat diringkas dengan dua pernyataan �Aku ingin melihat Allah� dan �Aku adalah puteri Gereja�. Pernyataan pertama menekankan unsur pengalaman pribadi, aku ingin melihat Allah berarti memiliki hubungan yang intim dengan-Nya. Pernyataan kedua menekankan unsur pengalaman bersama, hubungan pribadi dengan Allah dihayati komunitas beriman yang berasal dari Yesus yaitu Gereja yang didirikan-Nya di atas Kefas, dan yang diperolehnya dengan menumpahkan darah di kayu salib. Kedua, komunitas ini memiliki spiritualitas karismatik, yaitu keterbukaan akan bimbingan Roh Kudus dan karunia-karunia-Nya. Hal ini sedikit banyak berhubungan dengan pernyataan yang pertama dan memberi beberapa unsur baru didalamnya. Karismatik disini terutama dipahami secara teologis, yaitu melalui pengalaman Pencurahan Roh Kudus seseorang menyadari kehadiran Allah dalam diri-Nya yang secara tradisional dalam teologi Katolik (sebagaimana ditunjukkan oleh St. Simeon, Paus Leo XIII dan banyak lainnya) selalu diatributkan sebagai karya Roh Kudus.

Secara konkret komunitas memiliki komitmen-komitmen, yang disini akan kita lihat saja secara sepintas. Sejumlah komitmen berkenaan dengan hidup pribadi kita seperti mendoakan doa penyerahan dan meluangkan waktu satu jam dalam doa dan bacaan Kitab Suci. Kehadiran dalam pertemuan sel dan acara komunitas berkaitan dengan unsur kebersamaan dalam komunitas. Mengikuti Misa sekurangnya sekali selain pada hari minggu dan hari raya wajib serta menerima Sakramen Tobat secara teratur berkaitan dengan hidup rohani pribadi kita dan kebersaman dengan seluruh Gereja. Pelayanan dan persembahan kasih merupakan tanda nyata dari komitmen dan hendaknya dihayati sebagai kesediaan berbagi dengan sesama. Komitmen ini penting karena menunjukkan bahwa pengalaman relasi dengan Allah bukanlah hanya soal perasaan saya merasa dekat dengan Allah yang dapat datang dan pergi kapan saja, tetapi merupakan keputusan yang melibatkan seluruh diri kita; pikiran, perasaan, kehendak, dan perbuatan yang harus ditumbuhkan dari hari ke hari sampai akhirnya kita tiba pada persatuan dengan-Nya.

Akhirnya kita dapat mengingat kata-kata dari Paus Benediktus XVI ini �Teman-teman terkasih, jika kita ingin mengetahui kriteria apakah kita sungguh dekat dengan Allah, atau apakah Allah hadir dan berdiam dalam kita maka kita akan mengalami dalam diri kita suatu cinta yang melampaui kehendak pribadi kita maka kita dapat yakin bahwa cinta itu berasal dari luar diri kita yaitu berasal dari Kristus. Cintakasih Allah bertumbuh dalam diri kita jika kita tetap bersatu dengan Dia dalam doa dan mendengarkan sabda-Nya dengan hati terbuka. Hanya cinta Ilahi saja yang memampukan hati kita menjadi terbuka kepada sesama dan membuat kita peka akan kebutuhan mereka dan menganggap mereka sebagai saudara dan saudari serta mengundang kita untuk menanggapi kebencian dengan cinta dan pelanggaran atau tindakan yang menyakiti dengan pengampunan�.

Tata Perayaan Ekaristi Ritus Maronite: Qurbono (Part 2- Ibadat Sabda)

Perarakan Masuk
Imam dan para pelayan memasuki ruang Ibadat, diiringi mazmur atau madah sesuai hari yang bersangkutan.

Dialog Pembukaan
Dialog ini selalu dinyanyikan atau diucapkan dalam bahasa Syriac, di sini hanya dicantumkan terjemahan Indonesianya saja
I : Aku memasuki rumah-Mu, ya Tuhan, dan menyembah-Mu di hadapan
Tahta-Mu. Ya Raja Surgawi, ampunilah segala dosaku.
U : Ya Raja Surgawi, ampunilah segala dosa kami.
I : Berdoalah pada Tuhan untukku.
U : Semoga Tuhan menerima persembahanmu dan berbelaskasihan kepada
kita karena doa-doamu.


Doksologi dan Doa Pembukaan

I : Kemuliaan kepada Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, sekarang dan
selama-lamanya.
U : Amin.
Kemudian Imam mengucapkan doa pembukaan untuk hari yang bersangkutan.

Salam
I : Damai bagi Bunda Gereja dan semua putera-puterinya.

Madah Malaikat
U : Kemuliaan bagi Allah di tempat mahatinggi, dan damai di bumi kepada
semua orang yang berkenan kepada-Nya.

Hoosoyo (Doa Mohon Belaskasih)

Hoosoyo terdiri dari empat bagian Proemion (ajakan memuji Allah), Sedro (bagian agak panjang berisi pujian yang menjelaskan misteri hari yang bersangkutan dan permohonan-permohonan, agak serupa dengan Exsultet Gereja Latin pada malam Paskah), Qolo (madah yang dinyanyikan umat), dan Etro (doa pendupaan).

Trisagion
Kemudian Trisagion dinyanyikan sebanyak tiga kali dalam bahasa Syriac.
I : Qadeeshat aloho; Qadeeshat hyeltono; Qadeeshat lomoyouto.
U : Itraham alein.
(Allah kudus, kudus dan berkuasa, kudus dan kekal, kasihanilah kami)

Doa Sebelum Pembacaan Kitab Suci
I : Tuhan yang kudus dan kekal, kuduskanlah pikiran kami dan murnikanlah
nurani kami, agar kami dapat memuji Engkau dengan hati yang murni
dan mendengarkan Kitab Suci-Mu. Bagi-Mu kemuliaan, selama-lamanya.
U : Amin.

Mazmooro
Jemaat dan koor bergantian menyanyikan ayat-ayat mazmur sebagai persiapan mendengarkan Kitab Suci.

Bacaan Pertama
L : Bacaan diambil dari
Kemudian ia mohon berkat Imam
Abouna mohon berkat
Lalu ia mulai membaca, dan bacaan ditutup dengan
Terpujilah Tuhan selalu

Fetgomo
Koor dan jemaat menyanyikan Alleluia dan ayat yang menyertainya.

Bacaan Injil
D : Sebelum kabar baik Tuhan kita yang mewartakan hidup kepada kita
semua diwartakan, marilah kita mempersembahkan dupa ini. Ya Tuhan,
kami memohon belas kasih-Mu.
Sementara itu Imam membakar dupa dan kemudian ia berkata
I : Damai bersamamu.
U : Dan bersama rohmu.
I : Marilah kita menyimak Injil kehidupan dan keselamatan Tuhan Yesus
Kristus sebagai dicatat (Penginjil Markus/ Lukas) (Rasul
Matius/Yohanes).
Imam mendupai buku Injil, sementara itu Diakon mengucapkan
D : Tetaplah diam, para pendengar, karena Injil akan diwartakan
kepada-Mu.Dengarkanlah, dan muliakanlah, dan bersyukurlah kepada
Firman Allah Yang Hidup.
Diakon membacakan Injil, dan setelah selesai ditutup dengan
I : Inilah kebenaran. Damai bagimu.
U : Pujian dan hormat kepada Yesus Kristus dan firman-Nya yang hidup.

Homili

Credo

Tata Perayaan Ekaristi Ritus Maronite: Qurbono ( Part 1- Persiapan Pra Liturgi)

Persiapan Persembahan
Pelayan mempersiapkan roti dengan berdoa:
Seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian;
seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya
demikianlah Kristus diam dan tidak membuka mulut-Nya

Kemudian ia mencampur air dan anggur ke dalam piala dengan berdoa:

Aku mencampur air dan anggur ke dalam piala ini,
sebagai lambang darah dan air
yang mengalir dari lambung Tuhan Yesus Kristus di Salib

Kemudian ia menyelubungi persembahan dengan kain kecil dan kemudian dengan kain besar sambil berdoa:
Keagungan Tuhan menutupi langit
dan kemuliaan-Nya memenuhi bumi

Penyalaan Lilin Gereja
Penyalaan lilin diiringi madah:
Alleluia!
Dalam terang-Mu kami melihat terang,
ya Kristus Sumber Terang.
Kaulah terang sejati
yang menyinari alam kami.
Terangilah kami dengan terang sukacita-Mu
dan gembirakanlah kami pada fajar hari-Mu.

Alleluia!
Kau yang maha suci dan pengampun,
Kau yang berdiam dalam terang.
Enyahkanlah dari kami kegelapan pikiran jahat
dan buatlah kami melakukan keadilan
dengan hati murni.

Alleluia!
Di hadapan para hakim mereka
para marir berdiri dan berseru:
kami tidak menyangkal Kristus
yang mati di Salib.
Karena cinta-Nya lah
kami menerima penderitaan dan aniaya ini.

Alleluia!
Ya Putera Allah yang hidup,
Kau mati, bangkit, dan membangkitkan yang mati.
Kau membawa sukacita bagi mereka yang di dalam kubur.
Maka semoga orang beriman yang telah wafat,
yang mengakui Tritunggal,
menemukan istirahat dalam Dikau.

Penjelasan Qurbono (Part 3)

STRUKTUR QURBONO MARONITE YANG BARU

Ibadat Qurbono Yang Baru

Ibadat Qurbono yang baru dibagi dalam dua bagian utama: Ibadat Sabda dan Ibadat Ekaristi atau Qurbono.

Ibadat Sabda
Dengan istilah �Sabda� yang kami maksudkan adalah sabda Injil Suci yang mewartakan peristiwa liturgis yang menyelamatkan. Sabda ini didahului oleh ibadat hari yang bersangkutan, yaitu, rangkaian doa-doa dan madah yang sesuai dengan pesta khusus atau peringatan yang diwartakan oleh Injil itu sendiri.
Ibadat Sabda adalah ritus liturgis yang memiliki kesatuan dan berdiri sendiri, terdiri dari:
� Doa Pembukaan
� Ibadat hari yang bersangkutan
� Bacaan-bacaan
� Homili
Di masa lalu, perayaan ritus ini dilakukan di tengah gereja di suatu tempat yang disebut �bema�. Biasanya tempat ini terletak di antara tempat pria dan wanita, dan bukan di Altar seperti pada zaman sekarang ini. Sesungguhnya, Altar bukanlah tempat untuk Ibadat Sabda melainkan tempat untuk kurban dan Ekaristi/Qurbono.
Karena alasan itu, kami memilih tempat yang khusus untuk ritus ini: yaitu dip anti imam, tetapi di luar Altar; di sisi kanan atau sebelum mimbar bacaan, atau di mana saja yang dianggap cocok.

Ibadat Ekaristi/Qurbono

Ibadat ini berpuncak pada konsekrasi Qurbono, yaitu, dalam persembahannya di Altar; dalam kenangan akan Perjamuan Terakhir, wafat, dan kebangkitan Kristus; dalam penyeruan Roh Kudus; dan, akhirnya, dalam komuni yang dibagi antara selebran dan jemaat.
Tempat yang cocok untuk merayakan Qurbono dalam gedung gereja adalah di Altar, karena Qurbono adalah kurban. Maka, selebran beranjak dari tempat di mana Ibadat Sabda dirayakan ke tempat Ibadat Qurbono.

Persiapan
Ibadat Sabda dan Qurbono didahului oleh ritus-ritus yang lebih kecil sebagai persiapan. Iabdat Sabda didahului dengan pemakaian pakaian liturgis para pelayan, penyalaan lilin, dan perarakan masuk. Ibadat Qurbono, didahului dengan naik ke Altar, penyerahan persembahan, persembahan dan penempatannya di Altar. Penyerahan persembahan didahului dengan persiapan fisik di altar kecil (proskomidia, credens), atau di sisi Altar utama dalam hari-hari biasa, sebelum permulaan ritus-ritus lain dan tanpa partisipasi umat.

Struktur Teks Qurbono Yang Baru
Bagian Umum Dari Persiapan:

� Persiapan persembahan di Altar kecil
� Memakai pakaian liturgis
� Penerangan gereja (penyalaan lilin)
� Perarakan masuk (dengan madah yang khusus)

Ibadat Hari Yang Bersangkutan (Sesuai Pesta Yang Dirayakan)

? Doksologi
? Doa Pembukaan
? Kemuliaan (Madah Malaikat)
? Doa Mohon Belaskasihan Dengan Pendupaan(Hoosoyo)
? Madah/Qolo
? Doa Pendupaan (Etro)
? Qadeeshat Aloho (Trisagion)
? Doa Trisagion

Bacaan-bacaan:

? Mazmur Bacaan-bacaan (Mazmooro)
? Bacaan Pertama
? Fetgomo dengan prosesi Injil dan dupa
? Injil-Homili-Pewartaan (Korozooto)

Pra-Anaphora:
? Credo (Pengakuan Iman)
? Naik ke Altar
? Penyerahan Persembahan
? Penerimaan Persembahan dan Penempatannya di Altar
? Pendupaan

Anaphora:
? Ritus Damai
? Doa Syukur Agung
? Pengenangan-pengenangan (doa syafaat)
? Pemecahan, Penandaan, Pencelupan, Pencampuran dan Pengangkatan Tubuh
dan Darah Tuhan
? Doa Bapa Kami dan Ritus Tobat (persiapan Komuni)
? Ajakan Komuni: �Yang Kudus bagi Orang-orang kudus"
? Komuni
? Ucapan Syukur dan Penutup

Susunan Internal Qurbono
Kami telah menyusun semua bagian-bagian ini secara terpisah dalam buku Qurbono yang baru tanpa membaginya dengan penomoran untuk memelihara alur ritus. Bagaimanapun, kami menempatkan judul dan rubric dalam teks dan pengantarnya untuk membantu memperoleh pemahaman yang jelas akan setiap bagian ritus. Bagaimanapun, liturgi bukan hanya sekedar teks; tetapi juga tindakan dan gerakan yang menyertai teks dan doa untuk mengungkapkan maknanya. Yang terpenting diantaranya adalah: Injil, Ekaristi/Qurbono, Kenangan (anamnesis), Ritus Damai, Ritus Tobat, dan Komuni�Ini adalah tindakan-tindakan liturgis yang berkaitan dengan berbagai bacaan, doa, dan madah.

Penjelasan Qurbono (Part 2)

REALITAS LITURGIS GEREJA MARONITE DAN NORMA-NORMA PEMBARUAN

Realitasnya

Realitas liturgis yang aktual dalam Gereja Maronite merupakan hasil dari berbagai rangkaian dan akumulasi sejarah, hasil interaksi dengan berbagai trend intelektual, budaya, dan sosial. Semua ini terefleksikan dalam status quo liturgis.
Kita telah melihat suatu gerakan liturgis yang aktif, secara khusus berkaitan dengan doa-doa dan madah. Para �pembaru� meningkat jumlahnya, dan juga meningkat jumlah mereka yang mengikuti inspirasi dari para �pembaru� ini. Ritus Qurbono itu sendiri, berasal dari berbagai teks ritus yang berbeda, sebagiannya lama, baru dan bahkan lebih baru lagi. Sekalipun banyak nilai positif dari gerakan liturgis, namun tidak jarang gerakan itu menghasilkan kebingungan dan kekacauan. Fakta menunjukkan bahwa baik para klerus maupun awam tidak lagi mampu mengenali ritus manakah yang harus diikuti. Lebih jauh lagi, sejumlah pendukung gerakan liturgis ini ingin membuat suatu ritus liturgi yang baru, dengan meniru gerakan pembaruan serupa dalam ritus Latin.

Situasi semacam ini menimbulkan perpecahan dalam komunitas Maronite. Karena itu suatu pembaruan liturgi yang sejati menjadi amat perlu untuk memelihara disiplin dan kesatuan. Para pemimpin Gereja dengan pengertian dan kebijaksanaannya, menyadari bahwa sudah waktunya menerbitkan satu buku untuk pelaksanaan Qurbono, sebuah buku yang mampu menyatukan semua orang Maronite baik di Lebanon atau di negara-negara lain: satu Qurbono untuk semua, digunakan oleh semua Maronite di seluruh tempat ibadat Maronite yang mereka hadiri.

PRINSIP-PRINSIP PEMBARUAN LITURGI

Prinsip-prinsip Untuk Pembaruan Qurbono

Untuk memperbarui ritus Qurbono Maronite, Komisi Liturgi terikat oleh sejumlah norma dan peraturan:
�Setia kepada sumber-sumber otentik dari Liturgi Maronite Syriac dan memelihara identitasnya dari pengaruh unsur asing entah itu Barat ataupun Timur;

�Menentang semua inovasi, kecuali hal itu dituntut bagi kebaikan Gereja dengan yang cara yang tegas dan sesuai hukum;

�Menentang sikap kembali ke masa lalu, kecuali hal itu dapat memelihara identitas Maronite;

�Menjadikan ritus Qurbono mudah digunakan dari sudut pandang pastoral, sehingga setiap alur perayaan dan berbagai doa serta madahnya dapat menuntun kepada partisipasi secara penuh dan sadar;

�Kembali kepada kalender liturgi Maronite, menempatkan siklus ini pada pusat seluruh tahun: tiap hari Minggu dan sepanjang pekannya, akan memiliki doa-doa dan madah-madahnya sendiri, agar cocok sepenuhnya dengan bingkai tahun liturgis dan berpusat pada misteri Kristus dan pada misteri-misteri utama agama Kristen.

�Memberi ruang, sesuai dengan tanda-tanda zaman, bagi kemungkinan perubahan dalam syafaat pada liturgi, doa dan gerakan, agar dapat menanggapi kebutuhan berbagai kelompok dalam masyarakat seperti anak- anak, pelajar, dan orang muda, dst., dan memampukan mereka untuk ambil bagian didalamnya, dengan memastikan bahwa hal itu tidak mengganggu struktur liturgi.

Tradisi dan Pembaruan
Pembaruan liturgi bukan sekedar kembali kepada tradisi; tetapi, sebaliknya, merupakan kebutuhan pastoral yang mengalir dari prinsip-prinsip dasar liturgi dan menuntut kepada partisipasi yang baru dan aktif dari komunitas, sejalan dengan semangat ritus dan kebutuhan umum. Di sini kita tidak menciptakan doa-doa dan madah-madah baru; sebaliknya, kita kembali kepada doa-doa dan madah-madah yang dipilih dari sumber-sumber dan akar Syriac kita. Seringkali kita menggunakan teks Syriac sebagai dasar dari teks-teks terjemahan. Jelas, bahwa teks Syriac yang kita warisi memiliki suatu kedalaman dan otentisitas, yang juga memungkinkannya untuk menjaga kehidupan liturgis, yaitu suatu hal terhormat yang diabadikan oleh generasi yang lampau, dan pada saat yang sama, untuk mengungkapkan kebutuhan dan manfaat yang diperlukan oleh setiap generasi secara khusus.

Kami harus menyatakan bahwa kami tidak menyampaikan suatu teks liturgi yang akan bertahan selamanya; tetapi hanya teks liturgi yang otentik. Kami harus mengacu kepada mereka dalam setiap perubahan gerejani yang dipandang perlu, dalam isi juga dalam bentuknya yang berdasarkan penyelidikan kami diperlukan oleh kebutuhan pastoral. Kenyataannya, praktek liturgis dan pastoral Gereja dimasa datang akan menunjukkan kebutuhan untuk suatu arahan yang baru. Gereja sendiri, melalui Komisi Liturginya, akan mengikuti arahan ini dan akan menemukan solusi untuk setiap masalah dengan tetap mengacu kepada dua prinsip dasar: di satu sisi identitas dan di sisi lain evolusi. Disini terbentang norma yang berlaku dalam setiap aspek hidup itu sendiri.

Penjelasan Qurbono (Part 1)

PENGANTAR DAN PENJELASAN UMUM

Sumber-sumber Kuno
Pertama-tama, kita perlu melihat kembali kepada sumber-sumber liturgi Gereja Antiokhia dimana Gereja Syriac Maronite merupakan bagian darinya. Sejak zaman para Rasul, Antiokhia telah menjadi titik penting bagi agama Kristen. Disanalah Kabar Baik agama Kristen berasal, dan dari sana menyebar melewati lautan dan daratan, sampai ke pantai dan puncak gunung.

Setelah zaman kekuasaan Byzantine, Antiokhia dihubungkan dengan kota Yerusalem dan gerakan liturgi yang bersemi pada dua gereja yaitu gereja Nativitas dan Kebangkitan (orang Kristen Latin biasa menyebutnya gereja Makam Suci), ritus dari Gereja Yerusalem menjadi pusat perhatian para pziarah dan menjadi sumber bagi perkembangan liturgi di seluruh wilayah Oriental.

Ketika para Maronite muncul sebagai komunitas Kristen Syriac Antiokhia sekitar abad ke 5, ritus Antiokhia berada dibawah pengaruh Yerusalem, dan secara khusus dipengaruhi oleh liturgi yang umum disebut berasal dari St. Yakobus saudara Tuhan, Uskup pertama Yerusalem. Bagaimanapun, para Maronite juga memiliki ikatan liturgis dengan titik penting lainnya, yaitu titik Syriac di Edessa. Edessa, adalah negara mayoritas Kristen pertama dan pusat kebudayaan serta politik di Syria. Edessa tidak terpengaruh oleh unsur Hellenistik Yunani, sebagaimana ritus Antiokhia di Yerusalem; sebaliknya, mereka memelihara unsur dan ungkapan mereka sendiri yang lebih dekat dengan Kitab Suci dan teologi Kristen yang awal.

Menurut sejumlah kecil dokumen yang masih kita miliki, ritus Maronite lebih dekat kepada ritus Syriac Semitic dari Edessa daripada ritus Antiokhia yang Hellenistik dari Yerusalem. Bagaimanapun, pada abad kelima, perbedaan antara kedua ritus amat mudah dikenali.

Evolusi Liturgi Maronite Sampai Abad Ke 10
Karena langkanya jumlah dokumen yang masih tersisa, tidak mudah untuk memastikan bagaimana persisnya evolusi liturgis yang dijalankan oleh Gereja Maronite sejak permulaan sampai abad ke sepuluh. Bagaimanapun, kita dapat mengenali evolusi itu melalui doa-doa liturgis kita, terutama Anaphora dari Sharar dan doa serta himne ibadat harian yang dikenal dengan nama Shimto (yaitu, ibadat harian sederhana):: dalam kedua doa ini tampak bahwa ritus Maronite lebih dekat kepada sumber-sumber Antiokhia daripada Yerusalem.

Ritus Maronite Abad 10-16
Manuskrip liturgi Maronite paling tua yang kita miliki sekarang berasal dari periode antara abad 12 dan 16. Manuskrip tertua Buku Qurbono berasal dari pertengahan abad 15 (1454) dan memiliki sejumlah halaman yang berasal dari abad 12 (Vat. 309). Manuskrip ini menunjukkan bahwa ritus Maronite telah menjadi sangat dekat dengan ritus Antiokhia dari Yerusalem (yang dikenal sebagai Syria Barat) dan menjadi lebih, bahkan mungkin secara tegas, menjauhkan diri dari tradisi Syriac Timur dari Edessa.
Kami tidak ingin membahas masalah ini lebih jauh di sini, tetapi kami mengajak siapapun, sekalipun jumlahnya sedikit, untuk mempelajari lebih jauh masalah ini. Faktanya, manuskrip dari Qurbono Maronite pada saat itu telah menjadi sama dengan ritus Syriac Barat meskipun Anaphora Para Rasul atau Sharar yang berasal dari Syriac Timur masih dipertahankan. Anaphora ini sangat mirip dengan anaphora yang digunakan dalam Gereja-gereja Syria Timur baik Katolik maupun non-Katolik.

Edisi Pertama Buku Qurbono Maronite
Edisi pertama Buku Qurbono Maronite diterbitkan di Roma atara 1592 dan 1594. Para mahasiswa Kolese Maronite di Roma meng-edit edisi ini dibawah bimbingan pimpinan kolese. Edisi ini berasal dari manuskrip yang ditulis tahun 1566 di Biara Qozhaya, Lebanon oleh pertapa Mikhail al-Razzi, yang kemudian terpilih sebagai Patriarkh (1567-1581), beliau adalah saudara dari Sarkis al-Razzi, yang kemudian menggantikannya sebagai Patriarkh (1581-1596).

Penerbit dari edisi ini mengubah doa pada kisah institusi Ekaristi dari manuskrip tulisan al-Razzi dimana mereka menerjemahkan kata-kata konsekrasi dari bahasa Latin ke bahasa Aram. Ketika edisi ini diterima oleh Patriarkh, ia menolak dan melarang penggunaannya. Tekanan yang dilakukan oleh utusan Paus, Dandini, membuat Patriarkh menerimanya untuk digunakan sementara waktu (1596) sementara sejumlah akan diperbaiki menurut sumber-sumber Maronite.

Edisi-edisi Selanjutnya
Seratus dua puluh tahun kemudian, terlepas dari sejumlah keberatan yang tertuang dalam tulisan dari sejumlah pakar Maronite pada abad ke 17, edisi kedua Buku Qurbono diterbitkan (1716). Edisi ini terbukti lebih terlatinisasi daripada yang pertama. Doa Syukur Agung ritus Latin, yang diterjemahkan dalam bahasa Arab dan Aram, dimasukkan, sementara Anaphora dari Sharar dipindahkan. Bagaimanapun, edisi ini, yang dikerjakan oleh para mahasiswa Kolese Maronite, tidak menerima pertentangan apapun.

Edisi-edisi selanjutnya merupakan sekedar salinan dari edisi kedua ini, dengan perkecualian beberapa pengurangan yang dilakukan karena alasan ekonomi, yaitu untuk membuat harga buku menjadi lebih murah: misalnya, dalam edisi ketiga (1763) memuat hanya delapan anaphora dan tidak empat belas seperti edisi sebelumnya. Hal yang sama terjadi dalam empat edisi yang diterbitkan oleh Biara Qozhaya pada tahun 1816, 1838, 1855, dan 1872. Dua edisi terakhir diterbitkan di Beirut pada tahun 1888 dan 1908 dibawah pengawasan Uskup Youssef Dibs, Uskup Agung Beirut. Uskup Dibs menempatkan anaphora ritus Latin sebelum semua anaphora dan mengubah gaya bahasa dari doa-doa dan madah. Edisi pertama dalam huruf Arab diterbitkan pertama kali di Jounieh tahun 1959 (edisi sebelumnya ditulis dalam huruf Syriac) oleh Serikat Misionaris Lebanon. Akhirnya, sebuah edisi singkat, yang disebut �Ritus Sederhana� diterbitkan dalam sebuah booklet tahun 1973 dan hanya memuat satu anaphora. Edisi ini hanya digunakan secara eksperimental dalam periode satu tahun.

Semua edisi ini, kecuali �Ritus Sederhana� (1973) diterbitkan tanpa cap atau tanda tangan Patriarkh, tetapi diterbitkan �dengan sepengetahuan beliau� atau �setelah mendengarkan nasehat beliau�, atau tanpa menyebutkan apapun mengenai Patriarkh.

Proyek Pembaruan Qurbono Maronite
Proyek pertama untuk pembaruan Qurbono direncanakan oleh sejumlah mahasiswa Kolose Maronite di Roma pada permulaan abad 17. Mereka ingin mengembalikan Qurbono Maronite ke sumber-sumber Syriac Antiokhia-nya yang telah hilang pada edisi pertama. Bagaimanapun, proyek ini gagal menemui titik terang.

Sinode Gunung Lebanon (1736), menetapkan bahwa sebuah komisi hendaknya didirikan untuk memperbarui semua ritus, tetapi terutama Qurbono. Proyek ini tidak pernah terwujud. Sebelum itu Patriarkh Stephanus Duwaihy, dalam kenangan terberkati (1670-1704), bersusah payah mengumpulkan manuskrip-manuskrip liturgi, mempelajarinya dan mempersiapkan proyek pembaruan Qurbono dan banyak ritus liturgi lainnya. Dia sendiri menulis bahwa ia �berharap dapat menyenangkan matanya dengan memandang penerbitan buku-buku liturgi�. Namun, dia meninggal sebelum harapannya terwujud.
Pada tahun 40an dan 50an di abad ke dua puluh, ada sejumlah upaya untuk memperbarui Qurbono Maronite, namun upaya ini tidak berhasil. Kemudian datanglah Konsili Vatikan II (1963-1965) dengan panggilan kepada pembaruan, khususnya dalam bidang liturgi. Sejumlah proyek baru diadakan untuk memperbarui Qurbono. Antara tahun 1963 dan 1982 ada 40 proyek yang diadakan untuk itu. Kemudian, Komisi Liturgi Kepatriarkhan dan Sinode para Uskup memusatkan perhatian mereka pada proyek yang sekarang ini. Sebenarnya sejak 1980 proyek ini telah melewati banyak penelitian dan revisi melalui perhatian dan bimbingan Komisi Liturgi Kepatriarkhan.

Proyek Yang Sekarang
Proyek ini disampaikan kepada Sinode Patiarkat bersama para Uskup tahun 1980; kemudian diperbarui dan disampaikan kembali pada tahun 1982. Semua teks-teks hasil proyek ini bersama semua detailnya diterima secara definitif pada sidang terakhir Sinode baik oleh Sinode itu sendiri dan juga Konggregasi Romawi untuk Gereja-gereja Timur. Proyek ini kemudian diterbitkan, untuk pertama kalinya, dengan sebuah dekrit resmi yang disertai tanda tangan Patriarkh dan imprimatur (izin terbit) darinya.