Naik Ke Altar
Sambil berjalan naik ke Altar selebran menyanyikan atau berdoa
I : Aku hendak melangkah ke Altar Allah, kepada Allah yang
menggembirakan masa mudaku. Dalam kelimpahan kebaikan-Mu, aku
hendak masuk ke rumah- Mu, ya Tuhan, dan menyembah-Mu di Bait-Mu.
U : Bimbinglah aku Tuhan, dalam rasa takut akan Engkau dan ajarlah
aku keadilan-Mu.
I : Berdoalah pada Tuhan untukku.
U : Semoga Tuhan menerima persembahanmu dan berbelaskasihan pada
kita karena doa-doamu.
Kemudian ia menghampiri Altar dan menciumnya pada bagian tengah
Pemindahan Persembahan dan Persembahannya
Madah (Qolo)
Mengiringi pemindahan persembahan jemaat bernyanyi
Tuhan bertahta dengan berpakaian kemuliaan. Alleluia! Akulah Roti Hidup sabda Tuhan kita; dari tempat tinggi Aku datang ke bumi, agar semua dapat hidup dalam Aku. Sebagai Sabda murni tanpa daging Aku diutus oleh Bapa. Rahim Maria menerima Aku seperti sejumput gandum yang baik dari bumi. Lihatlah! Imam mengangkat Aku di Altar. Alleluia! Terimalah persembahan kami.
Penerimaan Persembahan
Sambil menerima bahan-bahan persembahan dari umat Imam berdoa
Allah yang mahakuasa, sebagaimana Engkau menerima persembahan orang-orang benar Perjanjian Lama, kini kami meminta Dikau untuk menerima persembahan ini, yang disampaikan kepada-Mu oleh umat beriman-Mu sebagai ungkapan cinta mereka akan Dikau dan akan nama-Mu yang kudus. Siramilah mereka dengan berkat-berkat rohani-Mu, dan sebagai ganti persembahan mereka yang dapat musnah ini, berikanlah kepada mereka kehidupan kekal dan agar mereka dapat masuk ke dalam kerajaan-Mu.
Dan jemaat menjawab �Amin�.
Komemorasi (Peringatan)
Marilah kita mengenang Tuhan Allah dan Penyelamat kita Yesus Kristus dan rencana keselamatan-Nya bagi kita. Melalui persembahan yang kini ditempatkan di hadapan kita, marilah kita mengingat semua yang berkenan kepada Allah dari Adam sampai zaman sekarang, teristimewa Santa Perawan Maria, Bunda Allah, dan Santo/a ... [nama pelindung gereja], dan Santo/a �[yang dipesatakan pada hari yang bersangkutan]. Ya Tuhan. ingatlah akan saudara-saudari kami, yang masih hidup dan yang telah meninggal, putera-puteri Bunda Gereja Kudus, khususnya baginya kami mempersembahkan kurban ini � (disebutkan nama-nama orang yang meminta intensi Misa).
Pendupaan dan Madah
Sementara Imam mendupai bahan-bahan persembahan, jemaat menyanyikan madah ini.
Alleluia! Kami mengenang Maria, Bunda Allah, para Nabi, para Rasul, para Martir, para Kudus, para Imam, dan semua putera-puteri Gereja, dari satu generasi ke yang lainnya, sampai akhir zaman. Amin.
Sunday, October 11, 2009
Tata Perayaan Ekaristi Ritus Maronite: Qurbono (Part 3- Pra Anafora)
Eklesiologi Antiokhia
Artikel ini ditulis oleh seorang Uskup Agung Ortodoks bernama Georges Khodr dari Keuskupan Agung Gunung Libanon dan dimuat di koran Libanon bernama an-Nahar. Saya menerjemahkannya dari versi bahasa inggris karya seorang blogger yang blognya bernama "Notes on Arab Orthodoxy dan diberi judul Eklesiologi Antiohia. Seorang Romo Katolik Melkite (Byzantine ramblings) menyatakan bahwa artikel ini berlaku baik untuk Katolik maupun Ortodoks yang menggunakan ritus Byzantine. Saya menerjemahkan dari bahasa inggris dan beberapa kali menambahkan keterangan dalam tanda kurung untuk membuatnya tampak lebih Katolik dan lebih bisa mudah dimengerti oleh orang Kristen Latin (seperti saya sendiri juga adalah orang Latin). Selamat membaca.
Versi bahasa Inggris dari artikel ini (acuan terjemahan saya):
Notes on Arab Orthodoxy: Anthiochian Ecclesiology
Blog seorang Romo Katolik membahas artikel ini:
Byzantine Ramblings: Eastern Ecclesiology
Versi asli artikel dalam bahasa Arab:
?????? ??????? ?? ??????? ????????
Dan sekarang terjemahan saya:
Sistem pemerintahan dalam Gereja Ortodoks adalah penguatan dari suatu ajaran teologis. Bagi kita, umat sebagai keseluruhan memelihara ajaran Gereja. Hal ini berarti, visi dari seluruh kehidupan Gereja adalah visi seluruh umat beriman, yang tampak melalui para uskup di antara mereka. Sejalan dengan pentingnya kedudukan uskup, ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada seluruh kawanannya. Hal ini tidak berarti bahwa ia bergantung kepada kelompok mayoritas kawanannya, tetapi bergantung kepada mereka yang saleh dan secara aktif menjalankan imannya diantara kawanan. Merekalah yang sesungguhnya adalah Tubuh Kristus sejauh mereka menghadirkan Kristus di bumi.
Bagaimanapun, uskup tidak hanya berhubungan dengan seluruh kawanan yang dipercayakan kepadanya. Dia juga berhubungan dengan para metropolitan yang memerintah gereja yang kita sebut �lokal� atau �regional� sebagaimana ia juga dipersatukan dengan para uskup yang beriman lurus di seluruh dunia. Bagaimanapun juga, peristiwa yang kini, terjadi dari hari ke hari, juga menentukan tindakan-tindakan gereja lokal, seperti Gereja Antiokhia.
Gereja ini diperintah oleh Sinode Suci, yang teridiri dari semua uskup di wilayah ini dan dipimpin oleh sang patriarch sebagai yang pertama diantara yang setara. Misteri tunggal imamat menjadikan mereka satu kumpulan, dan diharapkan juga satu pikiran, yang diimani sebagai pikiran Kristus. Inilah kebersamaan yang mereka bentuk, dan yang kepadanya kita berharap Roh Kudus berhembus dan meluas, agar mereka dalam melayani dengan satu spiritualitas semua umat beriman melalui satu unit spiritual yang kita sebut keuskupan. Karena kesatuan anggota-anggotanya, suatu sinode, seperti Sinode Suci Antiokhia, mengawasi semua wilayah karena kita mengandaikan bahwa para uskup menyatukan pikiran mereka dengan pikiran Kristus dan tidak berbicara menurut kehendak-Nya, dan bahwa mereka berjuang untuk Kristus, dengan Injil sebagai titik acuan mereka. Karena alasan inilah mereka menempatkan kitab Injil di aula tempat mereka berkumpul untuk mengingatkan mereka bahwa mereka menyampaikan sabda-Nya dan bahwa mereka tidak menyampaikan apapun selain Dia ketika mereka membuat keputusan atau secara bersama-sama merencanakan sesuatu atau bertindak atau memilih uskup baru atau mengadili seorang uskup yang melanggar hukum Gereja.
Bagi kita, patriarkh adalah penjamin kesatuan karena dia telah mencapai suatu kelepasan. Melalui kebajikan kemurnian ini mereka mengakui dia sebagai yang pertama diantara mereka dan mereka tetap bersemangat untuk menghormati kedudukannya, sama seperti patriarkh juga bersemangat untuk membangun kedudukan para uskupnya. Karena itu mereka tidak berkumpul tanpa dia dan jika Allah memanggil ia untuk diri-Nya sendiri (meninggal), mereka tidak berkumpul kecuali untuk memilih penggantinya. Tidak ada sinode tanpa patriarkh dan tidak ada patriarkh. Dalam hal terjadi skisma, mereka yang memisahkan diri tidak membentuk sinode, tidak perduli apakah dari segi jumlah mereka adalah minoritas, perhimpunan yang dipimpin oleh patriarkh-lah yang merupakan suatu sinode.
Pada dasarnya sistem ini tidak memiliki pembanding dalam sistem pemerintahan duniawi apapun, entah itu parlemen atau lainnya. Maka, tidaklah benar untuk mengatakan bahwa Ortodoksi adalah demokrasi. Ortodoksi adalah harmoni Roh Kudus. Sama seperti kalian mematuhi uskup kalian karena Allah mengangkatnya melalui penumpangan tangan (tahbisan), maka kalian juga mematuhi Sinode Suci bukan karena institusi ini adalah otoritas yang berkuasa atas kalian menurut suatu cara legalistis, tetapi lebih karena penumpangan tangan yang telah diletakkan pada kepala tiap uskup pada hari pentahbisannya. �Uskup adalah gambaran (ikon) Kristus�, begitulah kata St. Ignatius dari Antiokhia. Dalam mematuhi seorang uskup, kalian mematuhi Kristus.
+ + +
Bagaimanapun juga, uskup adalah manusia dan mereka bisa melakukan kesalahan. Jika suatu kesalahan datang dan merusak ajaran Gereja, kalian bertanggung jawab untuk tidak mematuhi uskup, dan dalam hal ini sinode akan membuat pengaduan kepada sinode Ortodoks lain. Jika uskup lokalmu menentang ajaran Gereja dan mengajarkan sesuatu yang baru (diluar Tradisi Suci) maka kalian harus berhenti mendoakannya dan membawa masalahnya kepada rekan-rekan uskupnya yang lain, khususnya kepada patriarkh. Bagaimanapun juga, hal ini jarang sekali terjadi dan dalam beberapa ratus tahun terakhir kita tidak mengalami masalah semacam itu, karena pendefinisian ajaran Gereja adalah hal yang khusus dilakukan oleh Konsili Oikumenis (dalam Gereja Katolik bukan hanya Konsili Oikumenis tetapi juga Paus yang berbicara secara ex-cathedra) dan bukan oleh sinode lokal.
Dapat terjadi bahwa sinode bertindak tidak bijak dalam suatu masalah pastoral atau administratif. Hal ini didiskusikan dalam sesi yang berkaitan dengan keluhan atau keberatan yang dapat dipertanggungjawabkan dan masalah ini akan diselesaikan secara lokal.
Dalam masalah semacam ini para imam yang saleh, yang ahli dalam tradisi gereja serta orang awam yang bijak memainkan peranan yang besar. Semangat kebapakan yang umum akan menentukan bagaimana menyelesaikan masalah ini secara benar, terutama karena ajaran Gereja mengatakan bahwa para klerus dan umat beriman adalah satu tubuh yang berkaitan satu sama lain sebagai anggota dalam Sabda keselamatan yang dipertahankan dengan niat baik dan hati yang benar.
Dalam Gereja, jumlah tidak berarti. Kalian tidak mematuhi Sinode karena alasan ini. Kalian menerimanya karena Sinode adalah wujud nyata dari Gereja yang berjuang dalam pemurnian, yaitu keseleuruhan dari mereka yang berdoa. Pada abad-abad pertama, Gereja menolak sinode yang terdiri dari lebih dari 400 orang uskup dan menyebut mereka sebagai sinode perampok (istilah sinode perampok berasal dari Paus St. Leo Agung terhadap sinode Efesus pada tahun 449 berkaitan bidaah monofisit, dalam sinode itu utusan Paus dipukuli oleh sejumlah biarawan dan surat Paus dilarang untuk dibacakan. Akhirnya diadakan Konsili Chalcedon yang diakui sebagai sinode yang benar), waaupun mereka hanya memutuskan apa yang mereka anggap telah diinspirasikan oleh Roh Allah. Sinode bukanlah tuan atas dirinya sendiri dan bukan suatu perkumpulan biasa, tetapi karena kita yakin bahwa ada ikatan antara sinode dengan Tuhan. Ketika Allah memerintah sinode melalui rahmat, ini adalah sinode yang lurus dan kalian hanya terikat kepada apa yang lurus. Uskup adalah mereka yang dipercayai misteri ilahi, seperti kata St. Paulus. Jika mereka bertindak melawan kepercayaan itu, maka mereka menjadi bukan apa-apa, karena tidak ada penguasa dalam Gereja selain Allah sendiri. Dalam Gereja 7 Konsili Oikumenis pertama (yaitu sebelum skisma besar tahun 1054), konsili yang kemudian meneguhkan kebenaran dari konsili sebelumnya dan dengan cara ini membawa kita semakin mendekat kepada kebenaran tertentu dalam hal iman yang sebelumnya tidak begitu jelas. Kebenaran tertentu diteguhkan oleh penerimaan seluruh umat beriman saat para uskup menyampaikan hal itu ketika mereka berkumpul dalam Konsili. Konsili-konsili besar ini tidak hanya dikenal karena teologinya yang hebat dan kebijaksanaannya (tetapi juga karena kekudusan para bapa konsili), dan karena itu kita menghormati para bapa suci yang berkumpul di Nicaea atau di Konstantinopel. Kekudusan dari mereka yang berkumpul menegakkan kebenaran iman mereka karena tidak ada pemisahan antara kepercayaan dan kemurnian hidup.
+ + +
Mereka yang kemurniannya kita jadikan acuan juga terpanggil ke dalam suatu pemilihan ketika suatu keuskupan kosong karena uskupnya meninggal. Di beberapa Gereja, seperti di Rusia misalnya, para klerus dan awam berpartisipasi dalam pemilihan secara langsung. Di Gereja-gereja lain, ada suatu komisi yang terdiri dari iman dan awam yang mengurusi nama-nama kandidat dan menyampaikan sejumlah nama kandidat kepada Sinode Suci, yang satu di antara kandidat itu akan dipilih oleh sinode. Di negara kita, komisi nominasi itu adalah perhimpunan keuskupan (diocesan assembly). Jika melalui cara ini belum dapat dicapai keputusan, maka sinode sendiri akan mulai mengajukan kandidat-kandidat dan kemudian memilihnya melalui cara nominasi. Pada dasarnya, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh kandidat, pertama-tama adalah hidup rohani dan moralnya, kemudian pencapaiannya akan suatu tingkat (gelar) dalam teologi, kemudian persyaratan umur dan kemajuan pelayanannya.
Sekalipun semua syarat ini dipenuhi, hal itu adalah suatu kedekatan dengan ideal yang diharapkan dan bukan suatu jaminan. Kita bisa memilih, misalnya, seorang yang tampak murni dan rendah hati tetapi kemudian kekuasaan membuatnya korup dan menindas kalian. Jika kita melihat pencapaian studi teologi kita dapat saja berpikir dia itu berpengetahuan, tetapi kemudian menjadi jelas bahwa dia lemah dalam penerapan pengetahuan teologisnya. Kualitas baik yang ada dalam diri seorang imam bisa jadi tidak memadai untuk menentukan kecocokannya dengan tugas-tugas uskup. Suatu karunia baru dapat muncul dalam diri seseorang berkaitan dengan panggilan barunya, jadi bukanlah tidak mungkin anggota sinode akan berbeda dalam pilihan mereka. Satu orang mungkin akan berfokus dalam kemampuan teologis seorang kandidat dan yang lain dalam karunia-karunia pastoralnya jika hal itu memang diketahui. Yang lain mungkin akan menekankan kemampuan administratifnya. Tetapi apakah itu kemampuan administratif?
Kita tidka perlu terkejut jika para pemimpin kita berbeda-beda dalam hal kriteria ini. Seorang mungkin akan tertarik dengan kecerdasan dan pengetahuan seorang kandidat. Yang lain tertarik dengan pengalamannya. karena masalah ini berkaitan dengan penilaian individu, maka kesepakatan bulat pada dasarnya akan sulit dicari. Bagaimanapun jika hal yang akan membebaskan kita dari ketidakjelasan ini adalah mencari seseorang yang terpanggil kepada jabatan uskup dan memiliki cinta yang teguh dan mendalam kepada Tuhan. Pembelajaran harus ditambahan karena apa yang kita cari dalam diri orang ini adalah pengetahuan tentang masalah iman agar ia dapat berkhotbah dan mengajar. Berkaitan dengan apa yang kita sebut sebagai manajemen harta benda Gereja serta pendapatan dan kekayaan materialnya, Gereja perdana merasa adalah baik bagi uskup untuk menunjuk seorang administrator berkaitan dengan hal ini, karena orang yang mendalami pengetahuan teologis pada umumnya tidak memiliki pengalaman berkaitan dengan hal itu. Sementara bagi orang yang berpengalaman dalam masalah-masalah itu namun tidak memiliki pengetahuan akan Allah dan Sabda-Nya, akan sulit baginya untuk menjalankan tugas utama uskup yaitu berkhotbah dan mengajar.
Maka kehendak baik dan opini-opini yang mencerahkan dapat menghasilkan terpilihnya seseorang yang penuh kebijaksanaan Allah dan dia akan dilengkapi dengan berbagai anugerah kebijaksanaan yang diterimanya dari orang lain dan dari seiring berjalannya waktu sepanjang dia bersandar kepada mereka yang saleh dan bijak dalam kawanan yang digembalakannya
Masalah utama kita adalah Injil Kristus diberikan kepada manusia-manusia yang penuh kelemahan karena kodrat manusiawinya dan mereka yang memiliki tingkat kerohanian tinggi sedikitlah jumlahnya. Gereja di dunia ini belum mencapai kerajaan dan kita tahu, sebagaimana dikatakan oleh Paulus �kita memiliki harta dalam bejana tanah liat�. Untuk menjaga apa yang dipercayakan kepada kita tetap aman sampai kedatangan Tuhan, kita harus selalu berjaga dan menanggung segala kesulitan dengan penghiburan yang kita terima dari atas.
Versi bahasa Inggris dari artikel ini (acuan terjemahan saya):
Notes on Arab Orthodoxy: Anthiochian Ecclesiology
Blog seorang Romo Katolik membahas artikel ini:
Byzantine Ramblings: Eastern Ecclesiology
Versi asli artikel dalam bahasa Arab:
?????? ??????? ?? ??????? ????????
Dan sekarang terjemahan saya:
Sistem pemerintahan dalam Gereja Ortodoks adalah penguatan dari suatu ajaran teologis. Bagi kita, umat sebagai keseluruhan memelihara ajaran Gereja. Hal ini berarti, visi dari seluruh kehidupan Gereja adalah visi seluruh umat beriman, yang tampak melalui para uskup di antara mereka. Sejalan dengan pentingnya kedudukan uskup, ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada seluruh kawanannya. Hal ini tidak berarti bahwa ia bergantung kepada kelompok mayoritas kawanannya, tetapi bergantung kepada mereka yang saleh dan secara aktif menjalankan imannya diantara kawanan. Merekalah yang sesungguhnya adalah Tubuh Kristus sejauh mereka menghadirkan Kristus di bumi.
Bagaimanapun, uskup tidak hanya berhubungan dengan seluruh kawanan yang dipercayakan kepadanya. Dia juga berhubungan dengan para metropolitan yang memerintah gereja yang kita sebut �lokal� atau �regional� sebagaimana ia juga dipersatukan dengan para uskup yang beriman lurus di seluruh dunia. Bagaimanapun juga, peristiwa yang kini, terjadi dari hari ke hari, juga menentukan tindakan-tindakan gereja lokal, seperti Gereja Antiokhia.
Gereja ini diperintah oleh Sinode Suci, yang teridiri dari semua uskup di wilayah ini dan dipimpin oleh sang patriarch sebagai yang pertama diantara yang setara. Misteri tunggal imamat menjadikan mereka satu kumpulan, dan diharapkan juga satu pikiran, yang diimani sebagai pikiran Kristus. Inilah kebersamaan yang mereka bentuk, dan yang kepadanya kita berharap Roh Kudus berhembus dan meluas, agar mereka dalam melayani dengan satu spiritualitas semua umat beriman melalui satu unit spiritual yang kita sebut keuskupan. Karena kesatuan anggota-anggotanya, suatu sinode, seperti Sinode Suci Antiokhia, mengawasi semua wilayah karena kita mengandaikan bahwa para uskup menyatukan pikiran mereka dengan pikiran Kristus dan tidak berbicara menurut kehendak-Nya, dan bahwa mereka berjuang untuk Kristus, dengan Injil sebagai titik acuan mereka. Karena alasan inilah mereka menempatkan kitab Injil di aula tempat mereka berkumpul untuk mengingatkan mereka bahwa mereka menyampaikan sabda-Nya dan bahwa mereka tidak menyampaikan apapun selain Dia ketika mereka membuat keputusan atau secara bersama-sama merencanakan sesuatu atau bertindak atau memilih uskup baru atau mengadili seorang uskup yang melanggar hukum Gereja.
Bagi kita, patriarkh adalah penjamin kesatuan karena dia telah mencapai suatu kelepasan. Melalui kebajikan kemurnian ini mereka mengakui dia sebagai yang pertama diantara mereka dan mereka tetap bersemangat untuk menghormati kedudukannya, sama seperti patriarkh juga bersemangat untuk membangun kedudukan para uskupnya. Karena itu mereka tidak berkumpul tanpa dia dan jika Allah memanggil ia untuk diri-Nya sendiri (meninggal), mereka tidak berkumpul kecuali untuk memilih penggantinya. Tidak ada sinode tanpa patriarkh dan tidak ada patriarkh. Dalam hal terjadi skisma, mereka yang memisahkan diri tidak membentuk sinode, tidak perduli apakah dari segi jumlah mereka adalah minoritas, perhimpunan yang dipimpin oleh patriarkh-lah yang merupakan suatu sinode.
Pada dasarnya sistem ini tidak memiliki pembanding dalam sistem pemerintahan duniawi apapun, entah itu parlemen atau lainnya. Maka, tidaklah benar untuk mengatakan bahwa Ortodoksi adalah demokrasi. Ortodoksi adalah harmoni Roh Kudus. Sama seperti kalian mematuhi uskup kalian karena Allah mengangkatnya melalui penumpangan tangan (tahbisan), maka kalian juga mematuhi Sinode Suci bukan karena institusi ini adalah otoritas yang berkuasa atas kalian menurut suatu cara legalistis, tetapi lebih karena penumpangan tangan yang telah diletakkan pada kepala tiap uskup pada hari pentahbisannya. �Uskup adalah gambaran (ikon) Kristus�, begitulah kata St. Ignatius dari Antiokhia. Dalam mematuhi seorang uskup, kalian mematuhi Kristus.
+ + +
Bagaimanapun juga, uskup adalah manusia dan mereka bisa melakukan kesalahan. Jika suatu kesalahan datang dan merusak ajaran Gereja, kalian bertanggung jawab untuk tidak mematuhi uskup, dan dalam hal ini sinode akan membuat pengaduan kepada sinode Ortodoks lain. Jika uskup lokalmu menentang ajaran Gereja dan mengajarkan sesuatu yang baru (diluar Tradisi Suci) maka kalian harus berhenti mendoakannya dan membawa masalahnya kepada rekan-rekan uskupnya yang lain, khususnya kepada patriarkh. Bagaimanapun juga, hal ini jarang sekali terjadi dan dalam beberapa ratus tahun terakhir kita tidak mengalami masalah semacam itu, karena pendefinisian ajaran Gereja adalah hal yang khusus dilakukan oleh Konsili Oikumenis (dalam Gereja Katolik bukan hanya Konsili Oikumenis tetapi juga Paus yang berbicara secara ex-cathedra) dan bukan oleh sinode lokal.
Dapat terjadi bahwa sinode bertindak tidak bijak dalam suatu masalah pastoral atau administratif. Hal ini didiskusikan dalam sesi yang berkaitan dengan keluhan atau keberatan yang dapat dipertanggungjawabkan dan masalah ini akan diselesaikan secara lokal.
Dalam masalah semacam ini para imam yang saleh, yang ahli dalam tradisi gereja serta orang awam yang bijak memainkan peranan yang besar. Semangat kebapakan yang umum akan menentukan bagaimana menyelesaikan masalah ini secara benar, terutama karena ajaran Gereja mengatakan bahwa para klerus dan umat beriman adalah satu tubuh yang berkaitan satu sama lain sebagai anggota dalam Sabda keselamatan yang dipertahankan dengan niat baik dan hati yang benar.
Dalam Gereja, jumlah tidak berarti. Kalian tidak mematuhi Sinode karena alasan ini. Kalian menerimanya karena Sinode adalah wujud nyata dari Gereja yang berjuang dalam pemurnian, yaitu keseleuruhan dari mereka yang berdoa. Pada abad-abad pertama, Gereja menolak sinode yang terdiri dari lebih dari 400 orang uskup dan menyebut mereka sebagai sinode perampok (istilah sinode perampok berasal dari Paus St. Leo Agung terhadap sinode Efesus pada tahun 449 berkaitan bidaah monofisit, dalam sinode itu utusan Paus dipukuli oleh sejumlah biarawan dan surat Paus dilarang untuk dibacakan. Akhirnya diadakan Konsili Chalcedon yang diakui sebagai sinode yang benar), waaupun mereka hanya memutuskan apa yang mereka anggap telah diinspirasikan oleh Roh Allah. Sinode bukanlah tuan atas dirinya sendiri dan bukan suatu perkumpulan biasa, tetapi karena kita yakin bahwa ada ikatan antara sinode dengan Tuhan. Ketika Allah memerintah sinode melalui rahmat, ini adalah sinode yang lurus dan kalian hanya terikat kepada apa yang lurus. Uskup adalah mereka yang dipercayai misteri ilahi, seperti kata St. Paulus. Jika mereka bertindak melawan kepercayaan itu, maka mereka menjadi bukan apa-apa, karena tidak ada penguasa dalam Gereja selain Allah sendiri. Dalam Gereja 7 Konsili Oikumenis pertama (yaitu sebelum skisma besar tahun 1054), konsili yang kemudian meneguhkan kebenaran dari konsili sebelumnya dan dengan cara ini membawa kita semakin mendekat kepada kebenaran tertentu dalam hal iman yang sebelumnya tidak begitu jelas. Kebenaran tertentu diteguhkan oleh penerimaan seluruh umat beriman saat para uskup menyampaikan hal itu ketika mereka berkumpul dalam Konsili. Konsili-konsili besar ini tidak hanya dikenal karena teologinya yang hebat dan kebijaksanaannya (tetapi juga karena kekudusan para bapa konsili), dan karena itu kita menghormati para bapa suci yang berkumpul di Nicaea atau di Konstantinopel. Kekudusan dari mereka yang berkumpul menegakkan kebenaran iman mereka karena tidak ada pemisahan antara kepercayaan dan kemurnian hidup.
+ + +
Mereka yang kemurniannya kita jadikan acuan juga terpanggil ke dalam suatu pemilihan ketika suatu keuskupan kosong karena uskupnya meninggal. Di beberapa Gereja, seperti di Rusia misalnya, para klerus dan awam berpartisipasi dalam pemilihan secara langsung. Di Gereja-gereja lain, ada suatu komisi yang terdiri dari iman dan awam yang mengurusi nama-nama kandidat dan menyampaikan sejumlah nama kandidat kepada Sinode Suci, yang satu di antara kandidat itu akan dipilih oleh sinode. Di negara kita, komisi nominasi itu adalah perhimpunan keuskupan (diocesan assembly). Jika melalui cara ini belum dapat dicapai keputusan, maka sinode sendiri akan mulai mengajukan kandidat-kandidat dan kemudian memilihnya melalui cara nominasi. Pada dasarnya, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh kandidat, pertama-tama adalah hidup rohani dan moralnya, kemudian pencapaiannya akan suatu tingkat (gelar) dalam teologi, kemudian persyaratan umur dan kemajuan pelayanannya.
Sekalipun semua syarat ini dipenuhi, hal itu adalah suatu kedekatan dengan ideal yang diharapkan dan bukan suatu jaminan. Kita bisa memilih, misalnya, seorang yang tampak murni dan rendah hati tetapi kemudian kekuasaan membuatnya korup dan menindas kalian. Jika kita melihat pencapaian studi teologi kita dapat saja berpikir dia itu berpengetahuan, tetapi kemudian menjadi jelas bahwa dia lemah dalam penerapan pengetahuan teologisnya. Kualitas baik yang ada dalam diri seorang imam bisa jadi tidak memadai untuk menentukan kecocokannya dengan tugas-tugas uskup. Suatu karunia baru dapat muncul dalam diri seseorang berkaitan dengan panggilan barunya, jadi bukanlah tidak mungkin anggota sinode akan berbeda dalam pilihan mereka. Satu orang mungkin akan berfokus dalam kemampuan teologis seorang kandidat dan yang lain dalam karunia-karunia pastoralnya jika hal itu memang diketahui. Yang lain mungkin akan menekankan kemampuan administratifnya. Tetapi apakah itu kemampuan administratif?
Kita tidka perlu terkejut jika para pemimpin kita berbeda-beda dalam hal kriteria ini. Seorang mungkin akan tertarik dengan kecerdasan dan pengetahuan seorang kandidat. Yang lain tertarik dengan pengalamannya. karena masalah ini berkaitan dengan penilaian individu, maka kesepakatan bulat pada dasarnya akan sulit dicari. Bagaimanapun jika hal yang akan membebaskan kita dari ketidakjelasan ini adalah mencari seseorang yang terpanggil kepada jabatan uskup dan memiliki cinta yang teguh dan mendalam kepada Tuhan. Pembelajaran harus ditambahan karena apa yang kita cari dalam diri orang ini adalah pengetahuan tentang masalah iman agar ia dapat berkhotbah dan mengajar. Berkaitan dengan apa yang kita sebut sebagai manajemen harta benda Gereja serta pendapatan dan kekayaan materialnya, Gereja perdana merasa adalah baik bagi uskup untuk menunjuk seorang administrator berkaitan dengan hal ini, karena orang yang mendalami pengetahuan teologis pada umumnya tidak memiliki pengalaman berkaitan dengan hal itu. Sementara bagi orang yang berpengalaman dalam masalah-masalah itu namun tidak memiliki pengetahuan akan Allah dan Sabda-Nya, akan sulit baginya untuk menjalankan tugas utama uskup yaitu berkhotbah dan mengajar.
Maka kehendak baik dan opini-opini yang mencerahkan dapat menghasilkan terpilihnya seseorang yang penuh kebijaksanaan Allah dan dia akan dilengkapi dengan berbagai anugerah kebijaksanaan yang diterimanya dari orang lain dan dari seiring berjalannya waktu sepanjang dia bersandar kepada mereka yang saleh dan bijak dalam kawanan yang digembalakannya
Masalah utama kita adalah Injil Kristus diberikan kepada manusia-manusia yang penuh kelemahan karena kodrat manusiawinya dan mereka yang memiliki tingkat kerohanian tinggi sedikitlah jumlahnya. Gereja di dunia ini belum mencapai kerajaan dan kita tahu, sebagaimana dikatakan oleh Paulus �kita memiliki harta dalam bejana tanah liat�. Untuk menjaga apa yang dipercayakan kepada kita tetap aman sampai kedatangan Tuhan, kita harus selalu berjaga dan menanggung segala kesulitan dengan penghiburan yang kita terima dari atas.
Friday, October 9, 2009
Ritus dan Gereja-gereja Otonom (sui-iuris)
Ritus
Suatu ritus menyatakan suatu tradisi gerejani mengenai bagaimana sakramen-sakramen dirayakan. Setiap sakramen memiliki suatu unsur mendasar yang harus dipenuhi agar sakramen dapat dilayankan atau direalisasikan. Materi, bentuk, dan kehendak yang mendasar ini berasal dari hakekat setiap sakramen sebagaimana diwahyukan kepada kita, dan karenanya tidak dapat diubah oleh Gereja. Kitab Suci dan Tradisi, sebagaimana dijelaskan oleh Magisterium, mengatakan kepada kita apa yang mendasar dalam setiap sakramen. Ketika para Rasul membawa Injil kepada pusat-pusat kebudayaan yang besar praktek iman yang mendasar diinkulturasikan kepada mereka, hal yang esensial ditampakkan dengan simbol dan hal-hal lain yang memuat arti spiritual yang sesuai dengan budaa tersebut. Hal ini juga berkenaan dengan sakramen-sakramen. Ada tiga kelompok utama ritus berdasarkan penyebaran iman yang pertama, yaitu: Roma, Antiokhia (Syria), dan Alexandria (Mesir). Kemudian Byzantine muncul sebagai kelompok ritus utama yang sebenarnya berasal dari Antiokhia, terutama dibawah pengaruh St. Basilius dan St. Yohanes Krisostomus. Dari empat kelompok utama ini mengalirlah lebih dari 20 ritus liturgi yang ada dalam Gereja zaman sekarang ini.
Gereja-gereja Lokal
Suatu Gereja adalah persekutuan umat beriman yang ditata secara hierarkis, baik di seluruh dunia (Gereja Katolik) atau di wilayah tertentu (Gereja lokal). Agar Gereja tanda menjadi tanda (sakramen) Tubuh Mistik Kristus di dunia ini Gereja harus memiliki kepala dan anggota. Tanda sakramental dari Kristus sang Kepala Tubuh Mistik adalah hierarki, yaitu: uskup, imam, dan diakon. Secara khusus, adalah uskup, bersama dengan para imam dan diakon yang menyertainya dan membantu dia dalam tugasnya mengajar, menguduskan dan memerintah. Tanda sakramental dari Tubuh Mistik adalah umat awam, kawanan domba Kristus. Jadi Gereja Kristus sungguh hadir secara sakramental (melalui suatu tanda) dimana ada gembala utama (uskup dan para pembantunya) dan orang-orang Kristen yang dipercayakan kepada kegembalaannya. Keuskupan Birmingham, contohnya, adalah suatu Gereja lokal.
Gereja Kristus juga hadir sepenuhnya secara sakramental dalam Gereja-gereja ritual yang mewakili suatu tradisi gerejani dalam merayakan sakramen-sakramen dan yang ditata dibawah seorang Patriarkh, yang bersama dnegan para uskup dan klerus lainnya dalam Gereja ritual tersebut menampilkan Kristus sang kepala dari umat dalam tradisi tersebut. Dalam sejumlah kasus suatu ritus secara erat berkaitan dengan satu Gereja. Misalnya Gereja Maronite, yang dipimpin oleh seorang Patriarkh memiliki suatu ritus yang tidak dapat ditemukan dalam Gereja-gereja lain. Dalam kasus lainnya, seperti ritus Byzantine, digunakan oleh beberapa Gereja yang memiliki ritus yang sama atau serupa. Misalnya Gereja Katolik Ukraina menggunakan ritus Byzantine, begitu juga Gereja Katolik Melkite Yunani, juga menggunakan ritus Byzantine, tetapi ritus ini juga ditemukan di luar Gereja Katolik, misalnya dalam Gereja-gereja Ortodoks Timur yang tidak bersekutu dengan Roma.
Akhirnya Gereja Kristus hadir secara sakramental dalam Gereja Katolik yang tersebar di seluruh dunia dan bersatu dengan Gembala Tertinggi Gereja Kristus, yaitu uskup Roma. Untuk menjadi Katolik, Gereja lokal dan Gereja ritual harus berada dalam persekutuan dengan Pengganti St. Petrus, sebagaimana para Rasul berada dalam persekutuan dengan Petrus dalam mendirikan Gereja-gereja di wilayah-wilayah yang mereka injili.
Berbagai Ritus dan Gereja-gereja Dalam Gereja Katolik
Ritus-ritus dan Gereja-gereja Barat
Secara langsung berada dibawah Imam Agung (Pontifex Maximus) sebagai Patriarkh Barat
Gereja Roma (juga disebut Latin)
Gereja Roma adalah Tahta Utama di dunia dan Tahta Patriarkal dari Kekristenan Barat. Didirikan oleh St. Petrus tahun 42 AD dan dikuduskan dengan darah St. Petrus dan St. Paulus dalam masa penganiayaan oleh Nero (63-67 AD). Sejak saat itu Gereja ini terus-menerus memelihara eksistensinya sebagai sumber keluarga ritus di barat. Sejumlah penelitian para ahli (seperti Rm. Louis Boyer dalam Eucharist) menyatakan bahwa ada kedekatan luar biasa antara ritus romawi yang mula-mula dengan ibadat Yahudi di Sinagoga, yang juga menyertai kurban di Bait Allah. Sementara asal mula dari ritus yang sekarang, bahkan dalam pembaruan Vatikan II, dapat dilacak hanya sampai abad ke 4, hubungan ini menunjukkan bahwa tradisi apostolic kuno yang dibawa ke kota Roma pada dasarnya bersifat Yahudi.
Setelah Konsili Trente dirasakan perlu untuk mengkonsolidasikan ajaran dan praktek dalam kaitan dengan Reformasi Protestan. Maka, Paus St. Pius V membakukan ritus roma kepada Gereja Latin (yang merupakan bawahannya dalam kapasitasnya sebagai Patriarkh Barat) dan hanya mengizikan ritus-ritus barat yang lebih kecil dan berusia ratusan tahun dapat dipertahankan. Banyak ritus yang lebih muda dari sejumlah keuskupan atau wilayah berhenti eksis.
� Roma - Mayoritas mutlak Katolik Latin dan Gereja Katolik secara keseluruhan. Patriarkh dari ritus ini dan ritus-ritus latin lainnya adalah uskup roma.
� Mozarabic - Ritus dari semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal) yang dikenal sejak abad ke 6, tetapi mungkin juga berakar dari penginjilan mula-mula. Sejak awal abad 11 mulai digantikan oleh ritus roma, walaupun tetap dipertahankan sebagai ritus katedral Keuskupan Agung Toledo,dan 6 paroki yang meminta izin untuk menggunakannya. Pada saat ini perayaannya secara umum bersifat semi-privat.
� Ambrosian - Ritus dari Keuskupan Agung Milan, diperkirakan bahwa asal-mulanya dan mungkin dikonsolidasikan oleh St. Ambrosius walapun jelas tidak dikarang olehnya. Paus Paulus VI berasal dari ritus latin Ambrosian ini. Ritus ini tetap digunakan di Milan, meskipun tidak oleh semua Paroki.
� Bragan - Ritus Keuskupan Agung Braga, Tahta Utama di Portugal, berasal dari abad 12 atau lebih awal. Ritus ini tetap digunakan hanya sekali-sekali pada kesempatan tertentu.
� Dominican -. Ritus dari Ordo Saudara Pengkhotbah (OP) yang didirikan oleh St. Dominikus tahun 1215.
� Carmelite - Ritus dari Ordo Karmel, yang pendirian modernnya dilakukan oleh St. Berthold sekitar tahun 1154.
� Carthusian - Ritus dari Ordo Carthusian yang didirikan oleh St. Bruno di tahun 1084.
Ritus dan Gereja-gereja Timur
Mereka memiliki hierarkinya dan sistem pemerintahan (sinode) yang berbeda dari ritus latin dan memiliki hukum kanonnya sendiri yaitu Hukum Kanon untuk Gereja-gereja Timur (CCEO). Paus menjalankan otoritasnya atas mereka melalui Konggregasi untuk Gereja-gereja Timur.
Antiokhia
Gereja di Antiokhia di Syria (di pantai Mediterania) dianggap sebagai tahta apostolic karena pada awalnya didirikan oleh St. Petrus. Antiokhia adalah satu dari pusat kuno Gereja, sebagaimana dinyatakan juga oleh Perjanjian Baru, dan merupakan sumber dari keluarga berbagai ritus serupa yang menggunakan bahasa Syriac kuno (dialek Semitik yang digunakan Yesus dan pada zaman-Nya dikenal sebagai bahasa Aram). Liturginya berasal dari St. Yakobus dan Gereja Yerusalem.
1. Syria Barat
� Maronite - Tak pernah berpisah dari Roma. Pemimpinnya adalah Patriarkh Antiokhia untuk Gereja Maronite. Bahasa liturgisnya adalah Aram, walaupun dalam perayaan umumnya digunakan bahasa lokal kecuali pada bagian tertentu yang harus menggunakan bahasa Aram. Ada sekitar 3 juta orang Maronite di Libanon (daerah asal), Cyprus, Mesir, Syria, Israel, Kanada, US, Mexico, Brazil, Argentina dan Australia.
� Syriac - Katolik Syriac kembali ke pangkuan Roma tahun 1781 dari bidaah monofisit. Pemimpinnya adalah Patriarkh Antiokhia untuk Gereja Syriac. Ada sekitar 110 ribu Katolik Syriac yang terdapat di Syria, Libanon, Iraq, Mesir, Kanada dan US.
� Malankara - Orang Katolik dari India selatan yang diinjili oleh St. Thomas, dan menggunakan liturgi syria barat. Disatukan kembali dengan Roma tahun 1930. Bahasa liturginya adalah Syriac Barat dan Malayalam dan bahasa lokal. Ada sekitar 350 ribu Katolik Malankara yang terdapat di India dan Amerika Utara.
2. Syria Timur
� Chaldean - Orang Katolik Babylonia yang kembali ke Roma tahun 1692 dari bidaah Nestorian. Pemimpinnya adalah Patriarkh Babylonia dari Chaldea. Bahasa liturgi adalah Syriac dan Arab. Ada sekitar 310 ribu orang Katolik Kaldea yang tersebar di Iraq, Iran, Syria, Libanon, Mesir, Turki dan US.
� Syro-Malabar - Orang Katolik dari India selatan yang menggunakan liturgi Syria Timur. Kembali ke Roma di abad 16 dari bidaah Nestorian. Bahasa liturgisnya adalah Syriac dan Malayalam. Ada lebih dari 3 juta Katolik Syro-Malabar di negara bagian Kerela, Malayalam di India selatan.
Byzantine
Gereja Konstaninopel menjadi pusat politik dan keagamaan dari Kekaisaran Romawi Timur setelah Kaisar Konstantine membangun ibukota baru di atas kota kuno Byzantium (324-330). Konstantinopel mengembangkan ritus liturginya sendiri berakar dari Liturgi St. Yakobus, dalam satu bentuk yang telah dimodifikasi oleh St. Basilius, dan dalam bentuk yang lebih umum dipakai, dimodifikasi oleh St. Yohanes Krisostomus. Setelah 1054 kecuali untuk sejumlah masa persatuan kembali yang singkat, kebanyakan orang Kristen Byzantine tidak bersekutu dengan Roma. Mereka membentuk Gereja-gereja Ortodoks Timur, yang kepala titulernya adalah Patriarkh Konstantinopel. Gereja-gereja Ortodoks sebagian besarnya bersifat auto-cephalous, artinya mengepalai diri sendiri, dan dipersatukan satu sama lain oleh persekutuan dengan Konstantinople, yang tidak menjalankan otoritas apapun secara nyata atas mereka. Pada umumnya Gereja-gereja Ortodoks terbagi menurut garis batas nasional. Mereka yang kembali kepada persekutuan dengan Roma dinampakkan dalam Gereja-gereja dan ritus-ritus Gereja Katolik.
1. Armenian
Gereja Armenia menganggap ritusnya sendiri sebagai ritus Byzantine yang lebih kuno. Bentuk kuno yang tidak lagi digunakan oleh kelompok Byzantine lainnya. Mereka adalah orang-orang Katolik pertama yang bertobat sebagai suatu bangsa, yaitu bangsa Armenia (penduduk asli Turki), dan yang kembali ke pangkuan Roma saat perang salib. Pemimpinnya adalah Partiarkh Cilicia untuk Gereja Armenia. Bahasa liturgisnya adalah Armenia klasik. Ada sekitar 350 ribu orang Katolik Armenia yang tersebar di Armenia, Syria, Iran,Iraq, Libanon, Turki, Mesir, Yunani, Ukraina, Perancis, Rumania, US dan Argentina. Kebanyakan orang Armenia adalah Ortodoks dan tidak bersekutu dengan Roma.
2. Byzantine
� Albanian - Orang Kristen Albania yang sejak 1628 bersekutu dengan Roma kini hanya ada 1400 orang. Bahasa liturgisnya adalah Albania. Kebanyakan orang Kristen Albania adalah Ortodoks.
� Belorussian/Byelorussian -Tidak diketahui jumlah orang Kristen Belarusia yang kembali ke pangkuan Roma pada abad ke 17. Bahasa liturgisnya adalah Slavonik. Mereka dapat ditemukan di Belarusia dan di Eropa, juga di Amerika dan Australia.
� Bulgarian - Orang Kristen Bulgaria kembali ke pangkuan Roma tahun 1861. Bahasa liturgisnya adalah Slavonic kuno. Jumlahnya 20 ribu orang dan dapat ditemukan di Bulgaria. Kebanyakan orang Kristen Bulgaria adalah Ortodoks.
� Czech - Orang-orang Katolik Ceko yang menggunakan ritus Byzantine ditata menjadi sebuah yurisdiksi tahun 1996. Kebanyakan orang Kristen Ceko adalah Katolik ritus Latin.
� Krizevci - Orang-orang Katolik Kroasia yang menggunakan ritus Byzantine memperoleh persekutuan dengan Roma di tahun 1611. Bahasa liturgisnya adalah Slavonic Kuno. Ada 50 ribu orang Katolik Kroasia yang menggunakan ritus Byzantine dapat ditemui di Kroasia dan Amerika. Kebanyakan orang Kristen Kroasia adalah Katolik ritus Latin.
� Greek - Orang Katolik Yunani ritus Byzantine kembali ke pangkuan Roma tahun 1829. Bahasa liturgisnya adalah Yunani. Jumlah mereka hanya sekitar 2500 orang di Yunani, Asia Kecil, dan Eropa. Kebanyakan orang Kristen Yunani adalah Ortodoks, mereka dipimpin oleh Uskup Agung Athena sebagai Primat dan Patriarkh mereka adalah Patriarkh Ortodoks di Konstantinopel.
� Hungarian - Keturunan orang-orang Ruthenia yang kembali ke pangkuan Roma tahun 1646. Bahasa liturgisnya adalah Yunani, Hungaria, dan bahasa lokal. Ada sekitar 300 ribu orang beriman yang terdapat di Hungaria, Eropa dan Amerika.
� Italo-Albanian - Mereka tidak pernah berpisah dari Roma, jumlahnya ada sekitar 60 ribu dan terdapat di Italia, Sicila, dan Amerika. Bahasa liturgisnya adalah Yunani dan Italo-Albanian.
� Melkite - Orang-orang katolik yang berasal dari mereka yang memisahkan diri dari Roma di Syria dan Mesir dan kemudian bersatu kembali dengan Roma saat perang salib. Bagaimanapun, persekutuan yang definitive baru terjadi di abad ke 18. Pemimpinnya adalah Patriarkh Antiokhia untuk Gereja Melkite Yunani dan berkedudukan di Damaskus. Bahasa liturgisnya adalah Yunani, Arab dan berbagai bahasa lokal. Jumlahnya adalah sekitar 1,3 juta orang yang tersebar di Syria, Libanon, Yordania, Israel, Kanada, US, Mexico, Brazil, Venezuela dan Australia.
� Romanian - Orang-orang Rumania yang kembali ke pangkuan Roma tahun 1697. Bahasa liturgisnya adalah Rumania. Ada sekitar 1 juta orang Katolik Rumania yang terdapat di Rumania, Eropa dan Amerika. Kebanyakan orang Kristen Rumania adalah Ortodoks Rumania.
� Russian - Orang-orang Rusia yang kembali ke pangkuan Roma tahun 1905. Bahasa liturgisnya adalah Slavonik kuno. Jumlahnya tidak diketahui namun mereka tersebar di Rusia, Cina, serta Amerika dan Australia. Sebagian besar orang Kristen Rusia adalah Ortodoks Rusia dan Patriarkh mereka adalah Patriarkh Ortodoks di Moskow.
� Ruthenian - Orang Katolik yang terpisah dari Roma di Rusia, Hungaria dan Kroasia yang kemudian bersatu kembali dengan Roma di tahun 1596 (Brest-Litovsk) dan 1646 (Uzhorod).
� Slovak - Katolik ritus Byzantine dari Slovakia berjumlah sekitar 225 ribu dan tersebar di Slovakia dan Kanada.
� Ukrainian - Orang Katolik yang terpisah dari Roma melalui Skisma Yunani dan bersatu kembali tahun 1595. Pemimpinnya adalah Uskup Agung Utama Lviv (sekarang pindah ke Kiev dan disebut sebagai Uskup Agung Utama Kiev). Bahasa liturgisnya adalah Slavonik kuno dan Ukraina. Jumlahnya sekitar 5,5 juta dan tersebar di Ukraina, Polandia, Inggris, Jerman, Perancis, Kanada, US, Brazil, Argentina dan Australia. Pada zaman Soviet orang-orang Katolik Ukraina dipaksa bergabung dengan Gereja Ortodoks Ukraina. Namun, hierarki mereka tetap ada di luar Ukraina, dan kemudian didirikan kembali di Ukraina setelah kejatuhan Soviet.
Alexandria
Gereja Alexandria di Mesir merupakan satu dari pusat Kekristenan kuno, karena seperti halnya Roma dan Antiokhia yang memiliki banyak penduduk Yahudi maka kota itu juga menjadi sasaran awal dari penginjilan apostolic. Liturginya berasal dari St. Markus pengarang Injil, dan kemudian menunjukkan adanya pengaruh dari liturgi Byzantine, sebagai tambahan dari unsur-unsurnya yang khas.
� Coptic - Orang-orang Katolik Mesir yang kembali bersekutu dengan Roma tahun 1741. Patriarkh Alexandria menjadi pemimpin dari sekitar 200 ribu umat beriman Gereja ritual ini yang tersebar di seluruh Mesir dan Timur Dekat. Bahasa liturgisnya adalah Koptik (bahasa asli Mesir) dan Arab serta bahasa lokal lainnya. Kebanyakan orang Koptik adalah Ortodoks Koptik yang dipimpin oleh Patriarkh Koptik Alexandria yang umum dipanggil �Baba� (Paus).
� Ethiopian/Abyssinian - Orang Katolik Koptik Etiopia yang kembali ke pangkuan Roma tahun 1846. Bahasa liturgisnya adalah Geez. Jumlahnya sekitar 200 ribu orang yang tersebar di Ethiopia, Eritrea, Somalia dan Yerusalem.
Artikel ini ditulis oleh Colin B. Donovan, STL untuk website ewtn.com
Suatu ritus menyatakan suatu tradisi gerejani mengenai bagaimana sakramen-sakramen dirayakan. Setiap sakramen memiliki suatu unsur mendasar yang harus dipenuhi agar sakramen dapat dilayankan atau direalisasikan. Materi, bentuk, dan kehendak yang mendasar ini berasal dari hakekat setiap sakramen sebagaimana diwahyukan kepada kita, dan karenanya tidak dapat diubah oleh Gereja. Kitab Suci dan Tradisi, sebagaimana dijelaskan oleh Magisterium, mengatakan kepada kita apa yang mendasar dalam setiap sakramen. Ketika para Rasul membawa Injil kepada pusat-pusat kebudayaan yang besar praktek iman yang mendasar diinkulturasikan kepada mereka, hal yang esensial ditampakkan dengan simbol dan hal-hal lain yang memuat arti spiritual yang sesuai dengan budaa tersebut. Hal ini juga berkenaan dengan sakramen-sakramen. Ada tiga kelompok utama ritus berdasarkan penyebaran iman yang pertama, yaitu: Roma, Antiokhia (Syria), dan Alexandria (Mesir). Kemudian Byzantine muncul sebagai kelompok ritus utama yang sebenarnya berasal dari Antiokhia, terutama dibawah pengaruh St. Basilius dan St. Yohanes Krisostomus. Dari empat kelompok utama ini mengalirlah lebih dari 20 ritus liturgi yang ada dalam Gereja zaman sekarang ini.
Gereja-gereja Lokal
Suatu Gereja adalah persekutuan umat beriman yang ditata secara hierarkis, baik di seluruh dunia (Gereja Katolik) atau di wilayah tertentu (Gereja lokal). Agar Gereja tanda menjadi tanda (sakramen) Tubuh Mistik Kristus di dunia ini Gereja harus memiliki kepala dan anggota. Tanda sakramental dari Kristus sang Kepala Tubuh Mistik adalah hierarki, yaitu: uskup, imam, dan diakon. Secara khusus, adalah uskup, bersama dengan para imam dan diakon yang menyertainya dan membantu dia dalam tugasnya mengajar, menguduskan dan memerintah. Tanda sakramental dari Tubuh Mistik adalah umat awam, kawanan domba Kristus. Jadi Gereja Kristus sungguh hadir secara sakramental (melalui suatu tanda) dimana ada gembala utama (uskup dan para pembantunya) dan orang-orang Kristen yang dipercayakan kepada kegembalaannya. Keuskupan Birmingham, contohnya, adalah suatu Gereja lokal.
Gereja Kristus juga hadir sepenuhnya secara sakramental dalam Gereja-gereja ritual yang mewakili suatu tradisi gerejani dalam merayakan sakramen-sakramen dan yang ditata dibawah seorang Patriarkh, yang bersama dnegan para uskup dan klerus lainnya dalam Gereja ritual tersebut menampilkan Kristus sang kepala dari umat dalam tradisi tersebut. Dalam sejumlah kasus suatu ritus secara erat berkaitan dengan satu Gereja. Misalnya Gereja Maronite, yang dipimpin oleh seorang Patriarkh memiliki suatu ritus yang tidak dapat ditemukan dalam Gereja-gereja lain. Dalam kasus lainnya, seperti ritus Byzantine, digunakan oleh beberapa Gereja yang memiliki ritus yang sama atau serupa. Misalnya Gereja Katolik Ukraina menggunakan ritus Byzantine, begitu juga Gereja Katolik Melkite Yunani, juga menggunakan ritus Byzantine, tetapi ritus ini juga ditemukan di luar Gereja Katolik, misalnya dalam Gereja-gereja Ortodoks Timur yang tidak bersekutu dengan Roma.
Akhirnya Gereja Kristus hadir secara sakramental dalam Gereja Katolik yang tersebar di seluruh dunia dan bersatu dengan Gembala Tertinggi Gereja Kristus, yaitu uskup Roma. Untuk menjadi Katolik, Gereja lokal dan Gereja ritual harus berada dalam persekutuan dengan Pengganti St. Petrus, sebagaimana para Rasul berada dalam persekutuan dengan Petrus dalam mendirikan Gereja-gereja di wilayah-wilayah yang mereka injili.
Berbagai Ritus dan Gereja-gereja Dalam Gereja Katolik
Ritus-ritus dan Gereja-gereja Barat
Secara langsung berada dibawah Imam Agung (Pontifex Maximus) sebagai Patriarkh Barat
Gereja Roma (juga disebut Latin)
Gereja Roma adalah Tahta Utama di dunia dan Tahta Patriarkal dari Kekristenan Barat. Didirikan oleh St. Petrus tahun 42 AD dan dikuduskan dengan darah St. Petrus dan St. Paulus dalam masa penganiayaan oleh Nero (63-67 AD). Sejak saat itu Gereja ini terus-menerus memelihara eksistensinya sebagai sumber keluarga ritus di barat. Sejumlah penelitian para ahli (seperti Rm. Louis Boyer dalam Eucharist) menyatakan bahwa ada kedekatan luar biasa antara ritus romawi yang mula-mula dengan ibadat Yahudi di Sinagoga, yang juga menyertai kurban di Bait Allah. Sementara asal mula dari ritus yang sekarang, bahkan dalam pembaruan Vatikan II, dapat dilacak hanya sampai abad ke 4, hubungan ini menunjukkan bahwa tradisi apostolic kuno yang dibawa ke kota Roma pada dasarnya bersifat Yahudi.
Setelah Konsili Trente dirasakan perlu untuk mengkonsolidasikan ajaran dan praktek dalam kaitan dengan Reformasi Protestan. Maka, Paus St. Pius V membakukan ritus roma kepada Gereja Latin (yang merupakan bawahannya dalam kapasitasnya sebagai Patriarkh Barat) dan hanya mengizikan ritus-ritus barat yang lebih kecil dan berusia ratusan tahun dapat dipertahankan. Banyak ritus yang lebih muda dari sejumlah keuskupan atau wilayah berhenti eksis.
� Roma - Mayoritas mutlak Katolik Latin dan Gereja Katolik secara keseluruhan. Patriarkh dari ritus ini dan ritus-ritus latin lainnya adalah uskup roma.
� Mozarabic - Ritus dari semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal) yang dikenal sejak abad ke 6, tetapi mungkin juga berakar dari penginjilan mula-mula. Sejak awal abad 11 mulai digantikan oleh ritus roma, walaupun tetap dipertahankan sebagai ritus katedral Keuskupan Agung Toledo,dan 6 paroki yang meminta izin untuk menggunakannya. Pada saat ini perayaannya secara umum bersifat semi-privat.
� Ambrosian - Ritus dari Keuskupan Agung Milan, diperkirakan bahwa asal-mulanya dan mungkin dikonsolidasikan oleh St. Ambrosius walapun jelas tidak dikarang olehnya. Paus Paulus VI berasal dari ritus latin Ambrosian ini. Ritus ini tetap digunakan di Milan, meskipun tidak oleh semua Paroki.
� Bragan - Ritus Keuskupan Agung Braga, Tahta Utama di Portugal, berasal dari abad 12 atau lebih awal. Ritus ini tetap digunakan hanya sekali-sekali pada kesempatan tertentu.
� Dominican -. Ritus dari Ordo Saudara Pengkhotbah (OP) yang didirikan oleh St. Dominikus tahun 1215.
� Carmelite - Ritus dari Ordo Karmel, yang pendirian modernnya dilakukan oleh St. Berthold sekitar tahun 1154.
� Carthusian - Ritus dari Ordo Carthusian yang didirikan oleh St. Bruno di tahun 1084.
Ritus dan Gereja-gereja Timur
Mereka memiliki hierarkinya dan sistem pemerintahan (sinode) yang berbeda dari ritus latin dan memiliki hukum kanonnya sendiri yaitu Hukum Kanon untuk Gereja-gereja Timur (CCEO). Paus menjalankan otoritasnya atas mereka melalui Konggregasi untuk Gereja-gereja Timur.
Antiokhia
Gereja di Antiokhia di Syria (di pantai Mediterania) dianggap sebagai tahta apostolic karena pada awalnya didirikan oleh St. Petrus. Antiokhia adalah satu dari pusat kuno Gereja, sebagaimana dinyatakan juga oleh Perjanjian Baru, dan merupakan sumber dari keluarga berbagai ritus serupa yang menggunakan bahasa Syriac kuno (dialek Semitik yang digunakan Yesus dan pada zaman-Nya dikenal sebagai bahasa Aram). Liturginya berasal dari St. Yakobus dan Gereja Yerusalem.
1. Syria Barat
� Maronite - Tak pernah berpisah dari Roma. Pemimpinnya adalah Patriarkh Antiokhia untuk Gereja Maronite. Bahasa liturgisnya adalah Aram, walaupun dalam perayaan umumnya digunakan bahasa lokal kecuali pada bagian tertentu yang harus menggunakan bahasa Aram. Ada sekitar 3 juta orang Maronite di Libanon (daerah asal), Cyprus, Mesir, Syria, Israel, Kanada, US, Mexico, Brazil, Argentina dan Australia.
� Syriac - Katolik Syriac kembali ke pangkuan Roma tahun 1781 dari bidaah monofisit. Pemimpinnya adalah Patriarkh Antiokhia untuk Gereja Syriac. Ada sekitar 110 ribu Katolik Syriac yang terdapat di Syria, Libanon, Iraq, Mesir, Kanada dan US.
� Malankara - Orang Katolik dari India selatan yang diinjili oleh St. Thomas, dan menggunakan liturgi syria barat. Disatukan kembali dengan Roma tahun 1930. Bahasa liturginya adalah Syriac Barat dan Malayalam dan bahasa lokal. Ada sekitar 350 ribu Katolik Malankara yang terdapat di India dan Amerika Utara.
2. Syria Timur
� Chaldean - Orang Katolik Babylonia yang kembali ke Roma tahun 1692 dari bidaah Nestorian. Pemimpinnya adalah Patriarkh Babylonia dari Chaldea. Bahasa liturgi adalah Syriac dan Arab. Ada sekitar 310 ribu orang Katolik Kaldea yang tersebar di Iraq, Iran, Syria, Libanon, Mesir, Turki dan US.
� Syro-Malabar - Orang Katolik dari India selatan yang menggunakan liturgi Syria Timur. Kembali ke Roma di abad 16 dari bidaah Nestorian. Bahasa liturgisnya adalah Syriac dan Malayalam. Ada lebih dari 3 juta Katolik Syro-Malabar di negara bagian Kerela, Malayalam di India selatan.
Byzantine
Gereja Konstaninopel menjadi pusat politik dan keagamaan dari Kekaisaran Romawi Timur setelah Kaisar Konstantine membangun ibukota baru di atas kota kuno Byzantium (324-330). Konstantinopel mengembangkan ritus liturginya sendiri berakar dari Liturgi St. Yakobus, dalam satu bentuk yang telah dimodifikasi oleh St. Basilius, dan dalam bentuk yang lebih umum dipakai, dimodifikasi oleh St. Yohanes Krisostomus. Setelah 1054 kecuali untuk sejumlah masa persatuan kembali yang singkat, kebanyakan orang Kristen Byzantine tidak bersekutu dengan Roma. Mereka membentuk Gereja-gereja Ortodoks Timur, yang kepala titulernya adalah Patriarkh Konstantinopel. Gereja-gereja Ortodoks sebagian besarnya bersifat auto-cephalous, artinya mengepalai diri sendiri, dan dipersatukan satu sama lain oleh persekutuan dengan Konstantinople, yang tidak menjalankan otoritas apapun secara nyata atas mereka. Pada umumnya Gereja-gereja Ortodoks terbagi menurut garis batas nasional. Mereka yang kembali kepada persekutuan dengan Roma dinampakkan dalam Gereja-gereja dan ritus-ritus Gereja Katolik.
1. Armenian
Gereja Armenia menganggap ritusnya sendiri sebagai ritus Byzantine yang lebih kuno. Bentuk kuno yang tidak lagi digunakan oleh kelompok Byzantine lainnya. Mereka adalah orang-orang Katolik pertama yang bertobat sebagai suatu bangsa, yaitu bangsa Armenia (penduduk asli Turki), dan yang kembali ke pangkuan Roma saat perang salib. Pemimpinnya adalah Partiarkh Cilicia untuk Gereja Armenia. Bahasa liturgisnya adalah Armenia klasik. Ada sekitar 350 ribu orang Katolik Armenia yang tersebar di Armenia, Syria, Iran,Iraq, Libanon, Turki, Mesir, Yunani, Ukraina, Perancis, Rumania, US dan Argentina. Kebanyakan orang Armenia adalah Ortodoks dan tidak bersekutu dengan Roma.
2. Byzantine
� Albanian - Orang Kristen Albania yang sejak 1628 bersekutu dengan Roma kini hanya ada 1400 orang. Bahasa liturgisnya adalah Albania. Kebanyakan orang Kristen Albania adalah Ortodoks.
� Belorussian/Byelorussian -Tidak diketahui jumlah orang Kristen Belarusia yang kembali ke pangkuan Roma pada abad ke 17. Bahasa liturgisnya adalah Slavonik. Mereka dapat ditemukan di Belarusia dan di Eropa, juga di Amerika dan Australia.
� Bulgarian - Orang Kristen Bulgaria kembali ke pangkuan Roma tahun 1861. Bahasa liturgisnya adalah Slavonic kuno. Jumlahnya 20 ribu orang dan dapat ditemukan di Bulgaria. Kebanyakan orang Kristen Bulgaria adalah Ortodoks.
� Czech - Orang-orang Katolik Ceko yang menggunakan ritus Byzantine ditata menjadi sebuah yurisdiksi tahun 1996. Kebanyakan orang Kristen Ceko adalah Katolik ritus Latin.
� Krizevci - Orang-orang Katolik Kroasia yang menggunakan ritus Byzantine memperoleh persekutuan dengan Roma di tahun 1611. Bahasa liturgisnya adalah Slavonic Kuno. Ada 50 ribu orang Katolik Kroasia yang menggunakan ritus Byzantine dapat ditemui di Kroasia dan Amerika. Kebanyakan orang Kristen Kroasia adalah Katolik ritus Latin.
� Greek - Orang Katolik Yunani ritus Byzantine kembali ke pangkuan Roma tahun 1829. Bahasa liturgisnya adalah Yunani. Jumlah mereka hanya sekitar 2500 orang di Yunani, Asia Kecil, dan Eropa. Kebanyakan orang Kristen Yunani adalah Ortodoks, mereka dipimpin oleh Uskup Agung Athena sebagai Primat dan Patriarkh mereka adalah Patriarkh Ortodoks di Konstantinopel.
� Hungarian - Keturunan orang-orang Ruthenia yang kembali ke pangkuan Roma tahun 1646. Bahasa liturgisnya adalah Yunani, Hungaria, dan bahasa lokal. Ada sekitar 300 ribu orang beriman yang terdapat di Hungaria, Eropa dan Amerika.
� Italo-Albanian - Mereka tidak pernah berpisah dari Roma, jumlahnya ada sekitar 60 ribu dan terdapat di Italia, Sicila, dan Amerika. Bahasa liturgisnya adalah Yunani dan Italo-Albanian.
� Melkite - Orang-orang katolik yang berasal dari mereka yang memisahkan diri dari Roma di Syria dan Mesir dan kemudian bersatu kembali dengan Roma saat perang salib. Bagaimanapun, persekutuan yang definitive baru terjadi di abad ke 18. Pemimpinnya adalah Patriarkh Antiokhia untuk Gereja Melkite Yunani dan berkedudukan di Damaskus. Bahasa liturgisnya adalah Yunani, Arab dan berbagai bahasa lokal. Jumlahnya adalah sekitar 1,3 juta orang yang tersebar di Syria, Libanon, Yordania, Israel, Kanada, US, Mexico, Brazil, Venezuela dan Australia.
� Romanian - Orang-orang Rumania yang kembali ke pangkuan Roma tahun 1697. Bahasa liturgisnya adalah Rumania. Ada sekitar 1 juta orang Katolik Rumania yang terdapat di Rumania, Eropa dan Amerika. Kebanyakan orang Kristen Rumania adalah Ortodoks Rumania.
� Russian - Orang-orang Rusia yang kembali ke pangkuan Roma tahun 1905. Bahasa liturgisnya adalah Slavonik kuno. Jumlahnya tidak diketahui namun mereka tersebar di Rusia, Cina, serta Amerika dan Australia. Sebagian besar orang Kristen Rusia adalah Ortodoks Rusia dan Patriarkh mereka adalah Patriarkh Ortodoks di Moskow.
� Ruthenian - Orang Katolik yang terpisah dari Roma di Rusia, Hungaria dan Kroasia yang kemudian bersatu kembali dengan Roma di tahun 1596 (Brest-Litovsk) dan 1646 (Uzhorod).
� Slovak - Katolik ritus Byzantine dari Slovakia berjumlah sekitar 225 ribu dan tersebar di Slovakia dan Kanada.
� Ukrainian - Orang Katolik yang terpisah dari Roma melalui Skisma Yunani dan bersatu kembali tahun 1595. Pemimpinnya adalah Uskup Agung Utama Lviv (sekarang pindah ke Kiev dan disebut sebagai Uskup Agung Utama Kiev). Bahasa liturgisnya adalah Slavonik kuno dan Ukraina. Jumlahnya sekitar 5,5 juta dan tersebar di Ukraina, Polandia, Inggris, Jerman, Perancis, Kanada, US, Brazil, Argentina dan Australia. Pada zaman Soviet orang-orang Katolik Ukraina dipaksa bergabung dengan Gereja Ortodoks Ukraina. Namun, hierarki mereka tetap ada di luar Ukraina, dan kemudian didirikan kembali di Ukraina setelah kejatuhan Soviet.
Alexandria
Gereja Alexandria di Mesir merupakan satu dari pusat Kekristenan kuno, karena seperti halnya Roma dan Antiokhia yang memiliki banyak penduduk Yahudi maka kota itu juga menjadi sasaran awal dari penginjilan apostolic. Liturginya berasal dari St. Markus pengarang Injil, dan kemudian menunjukkan adanya pengaruh dari liturgi Byzantine, sebagai tambahan dari unsur-unsurnya yang khas.
� Coptic - Orang-orang Katolik Mesir yang kembali bersekutu dengan Roma tahun 1741. Patriarkh Alexandria menjadi pemimpin dari sekitar 200 ribu umat beriman Gereja ritual ini yang tersebar di seluruh Mesir dan Timur Dekat. Bahasa liturgisnya adalah Koptik (bahasa asli Mesir) dan Arab serta bahasa lokal lainnya. Kebanyakan orang Koptik adalah Ortodoks Koptik yang dipimpin oleh Patriarkh Koptik Alexandria yang umum dipanggil �Baba� (Paus).
� Ethiopian/Abyssinian - Orang Katolik Koptik Etiopia yang kembali ke pangkuan Roma tahun 1846. Bahasa liturgisnya adalah Geez. Jumlahnya sekitar 200 ribu orang yang tersebar di Ethiopia, Eritrea, Somalia dan Yerusalem.
Artikel ini ditulis oleh Colin B. Donovan, STL untuk website ewtn.com
Gerakan Karismatik Dalam Gereja-gereja Katolik Timur
Berikut ini adalah tanya jawab dengan Dr. Anthony Dragani seorang Katolik ritus Byzantine (Ruthenian) dan salah seorang apologist di Catholic Answers.
Q: Apakah gerakan karismatik hadir dalam Gereja-gereja Timur?
A: Hal itu bergantung pada bagaimana seseorang mendefinisikan Gerakan Karismatik. Dalam pikiran sejumlah orang Gerakan Karismatik (secara salah) dihubungan hanya dengan musik praise and worship. Tentu, saja kami tidak memiliki yang seperti itu.
Bagaimanapun, aspek yang lebih mendalam dari Pembaruan ini, termasuk keintiman pribadi dengan Roh Kudus dan karunia-karunia karismatik, dapat ditemukan dalam Kekristenan Timur. Spiritualitas Kristen Timur selalu menempatkan penekanan yang luar biasa akan karya Roh Kudus. Sebliknya, beberapa orang akan berargumen bahwa Gerakan Karismatik dibutuhkan di Barat karena peranan Roh Kudus kurang nampak dalam kesalehan populer. Sementara itu kesalehan Timur selalu berpusat pada Roh Kudus.
Pembaruan ini, sebagai suatu gerakan, memiliki dampak dalam Gereja-gereja Katolik Timur. Saya mendengar bahwa dalam Gereja Maronite (khususnya di Libanon) ada banyak kelompok doa karismatik. Saya juga mengenal sekurangnya satu orang imam Katolik Byzantine yang terlibat dalam Gerakan Karismatik.
Q: Apakah gerakan karismatik hadir dalam Gereja-gereja Timur?
A: Hal itu bergantung pada bagaimana seseorang mendefinisikan Gerakan Karismatik. Dalam pikiran sejumlah orang Gerakan Karismatik (secara salah) dihubungan hanya dengan musik praise and worship. Tentu, saja kami tidak memiliki yang seperti itu.
Bagaimanapun, aspek yang lebih mendalam dari Pembaruan ini, termasuk keintiman pribadi dengan Roh Kudus dan karunia-karunia karismatik, dapat ditemukan dalam Kekristenan Timur. Spiritualitas Kristen Timur selalu menempatkan penekanan yang luar biasa akan karya Roh Kudus. Sebliknya, beberapa orang akan berargumen bahwa Gerakan Karismatik dibutuhkan di Barat karena peranan Roh Kudus kurang nampak dalam kesalehan populer. Sementara itu kesalehan Timur selalu berpusat pada Roh Kudus.
Pembaruan ini, sebagai suatu gerakan, memiliki dampak dalam Gereja-gereja Katolik Timur. Saya mendengar bahwa dalam Gereja Maronite (khususnya di Libanon) ada banyak kelompok doa karismatik. Saya juga mengenal sekurangnya satu orang imam Katolik Byzantine yang terlibat dalam Gerakan Karismatik.
Penjelasan Qurbono (Part 4)
PENJELASAN TIAP RITUS QURBONO
Judulnya
Judul dituliskan dalam bahasa Syriac dan Arab. Kata Syriac, Qurbono, diterjemahan menjadi kata Arab Quddas, walaupun terjemahan ini tidaklah literal. Dua kata ini dipertahankan karena penggunaannya yang sudah umum dalam kedua bahasa itu. Untuk melengkapi judul ini, ditambahkanlah sub-judul: �Menurut Ritus Gereja Maronite Syriac Antiokhia�. Gereja Maronite, pada kenyataannya bukanlah suatu kelompok gerejani yang berdiri sendiri, melainkan termasuk ke dalam Gereja Antiokhia dalam tradisi Syriac. Penerbitan buku ini oleh �Bkerke� (Tahta Patriarkal) memiliki keistimewaan tersendiri: selain buklet �Ritus Sederhana� tahun 1973, ini adalah satu-satunya buku Qurbono yang secara resmi diterbitkan oleh Kepatriarkan Maronite). Selain itu, tahun 1992 memiliki arti tersendiri: hal itu mengingatkan kita bahwa tepat 400 tahun sebelumnya, edisi pertama Buku Qurbono diterbitkan di Roma (1592-1594). Edisi pertama ini kemudian ditolak karena mengubah sejumlah tradisi Gereja Syriac Antiokhia Maronite (kenyataannya, judul dari edisi ini adlaah: Buku Qurbono Chaldean). Setelah 400 tahun, edisi kita yang sekarang ini, telah membuat koreksi yang diperlukan dan membawa kembali Ibadat Qurbono ke tradisi Maronite yang otentik.
Persiapan Persembahan
Pada masa sekarang ini, ritus ini hanya tindakan rutin tanpa arti liturgis apapun. Roti ditempatkan di atas patena, lalu diselubungi; anggur dan air dicampur ke dalam piala lalu ditutup, dan menunggu dibawa ke Altar untuk dikonsekrasi. Pada masa yang lebih awal, ketika persembahan terdiri dari pengumpulan persembahan dari umat yang dikumpulkan oleh jemaat kepada Diakon, ritus ini memiliki banyak makna. Diakon kemudian akan memisahkan persembahan menjadi duga bagian, satu dikhususkan untuk konsekrasi, dan yang lainnya dibagikan kepada umat diakhir Qurbono. Bagian yang dikhususkan untuk konsekrasi disebut Furshono dalam bahasa Syriac (begitu juga kata dalam bahasa Arab Burshan) yang berarti: yang dipisahkan untuk dikuduskan.
Dalam ritus sederhana ini, kami menyisakan unsur-unsur yang mendasar; untuk menyertai tiap tindakan kami menyediakan ayat-ayat yang menyertainya, satu ayat untuk roti, ayat lain untuk penutupan dengan selubung, dst. Kami menyerahkan ritus ini kepada Diakon menurut tradisi yang lebih awal sebagaimana terlihat dalam Buku Bimbingan (Kitab al-Hoda - abad 11). Karena itu, kami mendorong kehadiran seorang Diakon di setiap paroki untuk mendampingi selebran dalam ritus ini. Jika tidak ada Diakon, maka seorang pelayan dengan tahbisan rendah dapat menggantikannya. Ritus ini berlangsung di Altar samping atau di sisi kanan Altar utama (sisi kanan selebran jika ia berdiri di Altar). Pada hari-hari biasa, persiapan persembahan dapat berlangsung di Altar utama, yaitu di sisi kanan Altar. Hal ini menampilkan perubahan praktis untuk hari-hari biasa karena sekarang ini Qurbono dirayakan setiap hari.
Pengenaan Pakaian Liturgis
Selebran mengenakan pakaian yang khusus sesuai tradisi Maronite Syriac, sebagaimana hal itu dinyatakan dalam dokumen-dokumen Maronite yang kuno. Untuk kembali kepada tradisi itu merupakan suatu hal yang perlu untuk memelihara identitas Maronite dari semua unsur asing (Latin dan non-Latin). Pakaian ini akan menunjukkan jejak Maronite Syriac �Timur�/ Doa-doa dan mazmur-mazmur yang menyertai penggenaan pakaian ini bersifat optional. Mereka sudah dikenal baik dalam buku-buku liturgi kita. Doa �Ya Tuhan, buatlah aku layak�� yang diucapkan di kaki Altar sebelum memulai Qurbono adalah hal baru dalam tradisi kita yan dipinjam dari ritus Ortodoks Syriac Barat.
Penerangan Gereja
Tindakan liturgis pertama yang dapat di-indera adalah penyalaan. Kristus adalah terang kita; cahaya melambangkan diri-Nya. Maka, penerangan gereja (lilin dan lampu) berlangsung sebelum selebran masuk, sementara lilin-lilin dinyalakan jemaat menyanyikan madah kepada Kristus sang Terang yang menerangi kita semua.
Perarakan Masuk
Perarakan masuk menandai perarakan selebran dan para pelayan pembantunya. Seorang pembawa salib memimpin perarakan diikuti oleh pembawa lilin, pembawa dupa, dan pembawa buku-buku yang diperlukan untuk perayaan. Perarakan dimulai dari sakristi, atau lebih baik lagi dari pintu masuk utama gereja. Perarakan diiringi dengan sebuah madah atau mazmur yang cocok dengan peristiwa liturgis, dan menempatkan semua dalam suasana yang cocok berdasarkan liturgi hari itu. Perarakan masuk berakhir di muka panti imam: semua beridri di hadapan Altar, membungkuk di hadapannya, dan menyanyikan madah, �Aku memasuki Bait-Mu, ya Tuhan..� dalam bahasa Syriac. Madah ini harus dinyanyikan dalam bahasa Syriac di seluruh gereja-gereja Maronite di seluruh dunia. Orang Maronite, di manapun mereka berada, akan dapat mendengar madah yang sama, dengan melodi yang sama, dan dalam bahasa yang sama di semua gereja-gereja mereka.
Dengan persetujuan dari otoritas gerejani yang berwenang, kami memutuskan untuk mewajibkan penggunaan bahasa Syriac dalam menyanyikan tiga madah berikut ini; dialgo pembukaan pada permulaan ibadat (dan saat naik ke Altar pada permulaan anaphora), Qadeeshat Aloho, dan narasi kisah penetapan Ekaristi.
Ibadat
�Ibadat� (dalam bahasa Arab Khidmat) adalah terjemahan dari kata Syriac teshmesto. Ibadat ini adalah ritus khusus untuk tindakan liturgis yang khusus. Kenyataannya, dalam tradisi Maronite kita, nama Teshmeshto diberikan kepada buku yang memuat doa-doa Gereja untuk berbagai pesta. Khidmat (ibadat) juga berarti buku yang memuat bagian-bagian jemaat dan Diakon. Saat kami mengatakan Buku Ibadat, kami mengacu kepada buku yang memuat tugas pelayanan Diakon dalam Qurbono.
Dalam kaitannya dengan Qurbono, �Ibadat� berarti doa-doa untuk hari pesta sepanjang seluruh masa liturgi. Ibadat adalah unsur dalam Qurbono yang berubah hampir setiap minggu. Dalam bingkai masa-masa liturgi, Ibadat menampilkan kedalaman dan keindahan liturgi. Karena itu, orang yang melayani �Ibadat Pesta� harus menyadari aturan dasar tahun liturgi dan pergantian pesta-pesta dan hari-hari biasa.
Tahun Liturgi Maronite
Tahun liturgi dimulai pada minggu pertama bulan November dan berakhir pada minggu terakhir bulan Oktober. Tahun liturgi berpusat pada misteri Tuhan Yesus mulai dari kelahiran-Nya, pembaptisan-Nya, ajaran-Nya yang menyelamatkan, sampai kepada kematian, kebangkitan, dan kenaikan-Nya serta turun-Nya Roh Kudus atas para murid-Nya, dan penantian akan kedatangan-Nya yang kedua. Semua perayaan Tuhan ini dianggap sebagai batu penjuru yang penting dalam tahun liturgi dan disebut sebagai �masa liturgi�. Masa-masa liturgi itu adalah: Kelahiran Tuhan, Epifani, Prapaskah, Sengsara, Kebangkitan, Pentakosta, dan Salib Suci. Masa-masa liturgi ini penuh makna dan mengandung banyak berkat, dihayati oleh umat Gereja dari minggu ke minggu, sebagai persiapan dari pesta tertentu atau sebagai bagian dari kelanjutannya. Keseluruhan masa ini dikenal sebagai tahun liturgi atau lingkaran liturgi. Dalam Buku Qurbono yang baru ini, kami memuat serangkaian doa-doa dan madah-mada, yang disebar kesemua pekan sepanjang tahun menyertai semua pesta-pesta Tuhan. Keseluruhan ini membentuk �Ritus Ibadat� yang membentuk bagian Qurbono. Dalam Buku Qurbono disediakan sekitar 50 Ibadat, sama seperti jumlah pekan sepanjang tahun. Ibadat ini memungkinkan komunitas untuk menghayati �peristiwa besar� Tuhan Yesus dan misteri keselamatan-Nya.
Siklus ini mencerminkan suatu hal yang baru dan unik dalam Qurbono Gereja Maronite. Pada saat yang sama, ia menampilkan suatu gerakan kembali kepada kekayaan warisan Syriac Maronite kita, yang memasukkan sejumlah besar �Ibadat�, terutama diantara masa liturgi antara Pentakosta dan dua pesta Rasul-rasul (Santo Petrus dan Paulus, dan Para Rasul secara umum), dalam Pesta Maria diangkat ke surga, dan peringaan-peringatan mingguan, bagi para kudus secara umum. Umat beriman sebagai individu dan komunitas dapat mengalami setiap minggu dalam tahun, dan lebih lagi, setiap hari dalam pekan, sebagai suatu peristiwa istimewa yang berhubungan dengan kehidupan Tuhan Yesus. Dengan cara ini liturgi menjadi peristiwa yang hidup, bukan pengulangan doa-doa yang sama dan madah yang secara rutin diucapkan setiap hari, minggu, dan tahun. Setiap individu beriman dan seluruh komunitas patut bersyukur atas ritus baru yang hidup ini, dengan menghayati suatu hidup yang baru dan menciptakan suatu gerakan yang terberkati dalam pembaruan iman dan hidup Kristen mereka.
Teks dari berbagai Ibadat ini diambil dari berbagai buku liturgi Syriac Maronite. Referensinya dicatat secara detail dalam penelitian-penelitian yang menyertai proyek Qurbono baru.
Susunan Ibadat Baru
Doa-doa, madah dan tindakan dari tiap ibadat mengikuti suatu urutan yang berlaku untuk semua ibadat:
� Doksologi (Kemuliaan kepada Bapa)
� Doa Pembukaan (Pujian dan Kemuliaan)
� Madah Malaikat (Kemuliaan kepada Allah di tempat mahatinggi)
� Doa Mohon Belaskasih (Hoosoyo)
� Proemion (Pengantar Doksologi)
� Sedro (Susunan Doa)
� Qolo (Madah)
� Etro (Doa Pendupaan)
Susunan ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, adalah bagian yang dikhususkan untuk memuji dan memuliakan Allah pada awal Ibadat. Kedua, adalah permohonan pengampunan melalui pengenangan akan tindakan Allah yang menyelamatkan yang dikenangkan dalam ibadat hari yang bersangkutan. Dalam kelompok kedua ini, sedro memiliki unsur yang dominan: pada dasarnya sedro adalah pengenangan akan tindakan Allah yang menyelamatkan dimasa lalu dan juga sebagai meditasi teologis dari peristiwa yang sama dalam kaitannya dengan zaman sekarang yang diikuti dengan rangkaian permohonan yang diilhami oleh peristiwa itu sendiri dan oleh kebutuhan komunitas. Doa mohon belaskasihan disertai dengan pembakaran dupa dan pendupaan.
Makna Dupa
Liturgi menggunakan dupa untuk berbagai makna.Tiga yang paling penting adalah sebagai berikut:
� Persembahan �kurban dupa� yang terbakar kepada Allah untuk dosa-dosa kita,
memohon agar Dia berkenan dengan persembahan kita dan mengasihani kita;
� Pemurnian dari dosa dan pengusiran roh jahat yang menyebabkan dosa. Maka
selebran mendupai komunitas dan tempat sekitarnya, untuk memurnikan mereka
dan mempersiapkan mereka menyambut Tuhan Allah segala kemuliaan;
� Untuk menghormati Allah yang bagi-Nya dupa dipersembahkan dan menghormati
orang-orang benar dan suci yang merupakan Bait Roh Kudus.
Ritus pembakaran dupa dan pendupaan sendiri adalah bagian dari ritus kuno dalam liturgi Maronite kita. Pendupaan secara umum memberikan karakteristik yang membedakan dalam ritus-ritus Timur. Karakteristik ini sebenarnya lahir dalam liturgi yang dipahami sebagai gerakan simbolik dan menyentuh selain perasaan kagum yang mendalam dan penghormatan. Ritus ini harus dipelihara. Semua yang ambil bagian dalam ritus itu memiliki peranannya sendiri-sendiri: selebran membakar dupa, Diakon melakukan pendupaan, seorang konselebran mengucapkan proemion dan sedro, serta komunitas ambil bagian dengan berdoa dan memohon belaskasihan. Para Putera Altar sendiri memiliki peranan mereka: mereka membawa pendupaan dan menyerahkannya kepada selebran. Ketika selebran merayakan Qurbono sendirian, ia sendiri membakar dupa, mendupai, dan mengucapkan hoosoyo. Dia dapat menyerahkannya kepada orang lain untuk menyanyikannya dengan suara yang merdu dan melodi yang indah; bagaimanapun, ia harus mengkhususkan bagi dirinya sendiri proemion dan sedro.
Qadeeshat Aloho
Ini adalah madah Trisagion yang umum untuk semua ritus dalam Qurbono dan dalam ritus-ritus liturgis lain. Dalam Gereja Byzantine dan Gereja-gereja Syriac Timur, madah ini ditujukan kepada Tritunggal Mahakudus. Namun, dalam Gereja-gereja Syriac Barat, termasuk Gereja Maronite, dalam dalam Gereja-gereja Armenian, Koptik, dan Ethiopia (Geez), madah ini hanya ditujukan kepada Tuhan Yesus. Gereja Latin, secara teologis menganggap madah ini bersifat Trinitarian; namun, dari sudut pandang liturgis, yaitu dalam ritus penghormatan salib pada Jumat Agung, madah ini ditujukan hanya kepada Tuhan Yesus.
Menurut tradisi yang cukup dihormati, diceritakan bahwa Yusuf dari Arimatea adalah orang pertama yang mengucapkan madah ini di kaki Kristus saat ia memindahkan-Nya dari salib dan menguburkannya. Tanggapan umum terhadap seruan Qadeeshat Aloho adalah �Kasihanilah kami�. Namun, dalam pesta-pesta besar dan masa liturgi yang mengikutinya, bait-bait khusus ditambahkan kepada tanggapan ini, seperti: �yang lahir dari puteri Daud�kasihanilah kami� (Kelahiran Tuhan), �yang dibaptis oleh Yohanes�kasihanilah kami� (Epifani), �yang disalibkan bagi kami�.kasihanilah kami (Minggu Sengsara), �yang bangkit dari kematian�.kasihanilah kami� (Kebangkitan). Kebiasaan berakar dalam tradisi Syriac Maronite kita. Kami mempertahankan variasi ini walaupun ada yang menentangnya dan menuduh penggunaannya sebagai berbau bidaah karena mereka menganggap madah ini sebagai bersifat Trinitarian dan meyakini bahwa saat kita menyanyikan �yang disalibkan untuk kita� dalam madah ini berarti kita mengenakan penyaliban kepada ketiga pribadi Tritunggal Mahakudus, dan bukan hanya kepada Tuhan Yesus. Kami memilih untuk tetap mempertahankan berbagai tanggapan ini sesuai dengan masa-masa liturgi karena mereka menambah kekayaan ritus dan memperdalam iman kita.
Madah ini beserta tanggapannya harus selalu dinyanyikan dalam bahasa Syriac di seluruh gereja-gereja Maronite di seluruh dunia, sebagai tanda kesatuan diantara semua Maronite.
Doa Sesudah Qadeeshat
Doa ini adalah doa tradisional khusus Maronite dalam semua ritual mereka. Kami memilih teksnya sebagai titik peralihan antara penutupan Qadeeshat Aloho dan persiapan mendengarkan Sabda Tuhan melalui pembacaan Kitab-kitab Suci yang akan segera dilangsungkan.
Bacaan-bacaan Kitab Suci
Pembacaan Kitab Suci, Sabda Tuhan, menampilkan jantung dari bagian pertama Qurbono ini. Yang mendahuluinya adalah persiapan kepada Sabda yang hidup ini: untuk mewartakannya, mendengarkannya, dan menghidupinya. Gereja menunjukkan pentingnya hal ini dengan menyertainya dengan madah, pengajaran, dan prosesi untuk menunjukkan kepenuhan maknyanya. Teks-teks bacaan Kitab Suci bervariasi sesuai perayaan dan masa liturgi. Kami sedang memeprsiapkan buku yang detail dan lengkap untuk bacaan-bacaan, termasuk teks-teks dari Perjanjian Lama sebagaimana Perjanjian Baru. Untuk sekarang ini kami membatasi bacaan hanya dua saja: Surat-surat Paulus dan Injil untuk hari minggu dan pesta, serta Surat-Surat Paulus dan Surat-Surat lain untuk hari-hari biasa. Sebentar lagi pilihan akan menjadi lebih luas dan kita akan memiliki daftar yang lebih menyeluruh yang mencakup semua buku Kitab Suci.
Mazmoroo
Mazmur disini adalah suatu madah khusus dalam tradisi Maronite. Sekarang ini, Mazmur ini terdiri dari tiga bait puitis yang dilagukan menurut melodi Ephremic. Madah ini menggabungkan ayat dari kitab Mazmur dengan ayat-ayat madah yang diinspirasi oleh peristiwa keselamatan yang menandai tema pesta ini. Struktur khusus ini merupakan bagian kuno dari tradisi Antiokhia. Dalam ritus lain, Mazmooro ini serupa dengan menyanyikan ayat-ayat mazmur sebelum Epistel atau bacaan dari buku lain dalam Kitab Suci, dengan pengecualian bacaan Injil.
Seperti sudah kami sampaikan sebelumnya, dimasa datang kami akan memilih bacaan dari semua buku-buku dalam Kitab Suci. Setiap bacaan akan didahului dengan penjelasan singkat untuk pemahaman yang lebih baik akan bacaan Kitab Suci. Pemilihan bacaan akan sulit dan memakan waktu. Pada saat ini, para pakar dari Komisi Liturgi dan Komisi Kitab Suci sedang menggabungkan usaha untuk tujuan itu. Mereka akan menetapkan teks Kitab Suci yang cocok untuk setiap hari menurut pesta dan masa liturgi.
Prosesi Injil
Sebelum pewartaan Injil, dilangsungkan suatu prosesi di Panti Imam untuk menghormati Sabda Allah. Menurut Patriarkh Duwaihy, pada zaman dulu prosesi dilangsungkan di tengah jemaat. Sekarang ini, kami membatasinya hanya di Panti Imam. Prosesi diawali dan diakhiri di tempat Kitab Injil diletakkan, dengan ini kami memelihara ritus prosesi dan disisi lain menyingkat perayaan liturgi. Sebagai tambahan, kami juga mempertahankan pembakaran dupa sebelum Injil, untuk menghormati Sabda Allah dan juga sebagai undangan bagi jemaat untuk berdiri. Peringatan Diakon seperti �Tetaplah tenang��, mengarahkan jemaat kepada suasana keagamaan yang cocok.
Pewartaan Injil
Pembacaan Injil bukan sekedar pembacaan yang asal-asalan; tetapi merupakan pewartaan indah yang dilakukan tidak dengan terburu-buru; di sejumlah gereja dan dalam beberapa kesempatan, pembacaan ini berubah menjadi menyanyikan teks. Sebelumnya, teks Injil bahasa Syriac akan dinyanyikan dalam melodi sederhana, dan kemudian disusul terjemahan bahasa Arab. Menyanyikan Injil dalam perayaan meriah memiliki banyak manfaat. Kami ingin kembali kepada kebiasaan itu. Kami juga tidak perlu mengulang bahwa pembacaan Injil berpusat pada tema pesta, yaitu peristiwa keselamatan.
Teks liturgi harus cukup sederhana dan mudah dimengerti. Tradisi Maronite kita memilih versi bahasa Syriac yang disebut Peshitta. Ini adalah teks Alkitab kuno yang dekat dengan bahasa Aram yang digunakan oleh Tuhan kita dan juga para Rasul-Nya untuk mewartakan kabar baik pada mulanya.
Pewartaan (Korozooto)
Pewartaan ini dikenal sebagai �yang sederhana�. Yang merupakan satu dari tiga pewartaan dalam Ibadat Qurbono. Pewartaan ini diucapkan setelah homili dengan partisipasi jemaat. Diilhami oleh tema pesta, pewartaan ini dianggap sebagai meditasi teologis dan puitis dari pewartaan. Kompilasi dari pewartaan ini dimuat dalam buku yang khusus bagi para Diakon. Mereka sekarang sedang dipersiapkan dan ditambahkan ke dalam daftar seluruh buku untuk Qurbono (daftar seluruhnya ini termasuk buku untuk selebran, asisten, pembaca, dan jemaat).
Dengan pewartaan ini, bagian pertama Qurbono ditutup. Pada zaman dulu mereka yang akan dibaptis atau katekumen diperbolehkan ambil bagian didalamnya dan setelahnya mereka dipersilakan pulang. Kemudian bagian kedua, yang dikhususkan bagi umat berimana akan dimulai. Bagian kedua ini adalah bagian ekaristis, didahului dengan penyerahan persembahan, persembahannya, dan penempatannya di Altar.
Judulnya
Judul dituliskan dalam bahasa Syriac dan Arab. Kata Syriac, Qurbono, diterjemahan menjadi kata Arab Quddas, walaupun terjemahan ini tidaklah literal. Dua kata ini dipertahankan karena penggunaannya yang sudah umum dalam kedua bahasa itu. Untuk melengkapi judul ini, ditambahkanlah sub-judul: �Menurut Ritus Gereja Maronite Syriac Antiokhia�. Gereja Maronite, pada kenyataannya bukanlah suatu kelompok gerejani yang berdiri sendiri, melainkan termasuk ke dalam Gereja Antiokhia dalam tradisi Syriac. Penerbitan buku ini oleh �Bkerke� (Tahta Patriarkal) memiliki keistimewaan tersendiri: selain buklet �Ritus Sederhana� tahun 1973, ini adalah satu-satunya buku Qurbono yang secara resmi diterbitkan oleh Kepatriarkan Maronite). Selain itu, tahun 1992 memiliki arti tersendiri: hal itu mengingatkan kita bahwa tepat 400 tahun sebelumnya, edisi pertama Buku Qurbono diterbitkan di Roma (1592-1594). Edisi pertama ini kemudian ditolak karena mengubah sejumlah tradisi Gereja Syriac Antiokhia Maronite (kenyataannya, judul dari edisi ini adlaah: Buku Qurbono Chaldean). Setelah 400 tahun, edisi kita yang sekarang ini, telah membuat koreksi yang diperlukan dan membawa kembali Ibadat Qurbono ke tradisi Maronite yang otentik.
Persiapan Persembahan
Pada masa sekarang ini, ritus ini hanya tindakan rutin tanpa arti liturgis apapun. Roti ditempatkan di atas patena, lalu diselubungi; anggur dan air dicampur ke dalam piala lalu ditutup, dan menunggu dibawa ke Altar untuk dikonsekrasi. Pada masa yang lebih awal, ketika persembahan terdiri dari pengumpulan persembahan dari umat yang dikumpulkan oleh jemaat kepada Diakon, ritus ini memiliki banyak makna. Diakon kemudian akan memisahkan persembahan menjadi duga bagian, satu dikhususkan untuk konsekrasi, dan yang lainnya dibagikan kepada umat diakhir Qurbono. Bagian yang dikhususkan untuk konsekrasi disebut Furshono dalam bahasa Syriac (begitu juga kata dalam bahasa Arab Burshan) yang berarti: yang dipisahkan untuk dikuduskan.
Dalam ritus sederhana ini, kami menyisakan unsur-unsur yang mendasar; untuk menyertai tiap tindakan kami menyediakan ayat-ayat yang menyertainya, satu ayat untuk roti, ayat lain untuk penutupan dengan selubung, dst. Kami menyerahkan ritus ini kepada Diakon menurut tradisi yang lebih awal sebagaimana terlihat dalam Buku Bimbingan (Kitab al-Hoda - abad 11). Karena itu, kami mendorong kehadiran seorang Diakon di setiap paroki untuk mendampingi selebran dalam ritus ini. Jika tidak ada Diakon, maka seorang pelayan dengan tahbisan rendah dapat menggantikannya. Ritus ini berlangsung di Altar samping atau di sisi kanan Altar utama (sisi kanan selebran jika ia berdiri di Altar). Pada hari-hari biasa, persiapan persembahan dapat berlangsung di Altar utama, yaitu di sisi kanan Altar. Hal ini menampilkan perubahan praktis untuk hari-hari biasa karena sekarang ini Qurbono dirayakan setiap hari.
Pengenaan Pakaian Liturgis
Selebran mengenakan pakaian yang khusus sesuai tradisi Maronite Syriac, sebagaimana hal itu dinyatakan dalam dokumen-dokumen Maronite yang kuno. Untuk kembali kepada tradisi itu merupakan suatu hal yang perlu untuk memelihara identitas Maronite dari semua unsur asing (Latin dan non-Latin). Pakaian ini akan menunjukkan jejak Maronite Syriac �Timur�/ Doa-doa dan mazmur-mazmur yang menyertai penggenaan pakaian ini bersifat optional. Mereka sudah dikenal baik dalam buku-buku liturgi kita. Doa �Ya Tuhan, buatlah aku layak�� yang diucapkan di kaki Altar sebelum memulai Qurbono adalah hal baru dalam tradisi kita yan dipinjam dari ritus Ortodoks Syriac Barat.
Penerangan Gereja
Tindakan liturgis pertama yang dapat di-indera adalah penyalaan. Kristus adalah terang kita; cahaya melambangkan diri-Nya. Maka, penerangan gereja (lilin dan lampu) berlangsung sebelum selebran masuk, sementara lilin-lilin dinyalakan jemaat menyanyikan madah kepada Kristus sang Terang yang menerangi kita semua.
Perarakan Masuk
Perarakan masuk menandai perarakan selebran dan para pelayan pembantunya. Seorang pembawa salib memimpin perarakan diikuti oleh pembawa lilin, pembawa dupa, dan pembawa buku-buku yang diperlukan untuk perayaan. Perarakan dimulai dari sakristi, atau lebih baik lagi dari pintu masuk utama gereja. Perarakan diiringi dengan sebuah madah atau mazmur yang cocok dengan peristiwa liturgis, dan menempatkan semua dalam suasana yang cocok berdasarkan liturgi hari itu. Perarakan masuk berakhir di muka panti imam: semua beridri di hadapan Altar, membungkuk di hadapannya, dan menyanyikan madah, �Aku memasuki Bait-Mu, ya Tuhan..� dalam bahasa Syriac. Madah ini harus dinyanyikan dalam bahasa Syriac di seluruh gereja-gereja Maronite di seluruh dunia. Orang Maronite, di manapun mereka berada, akan dapat mendengar madah yang sama, dengan melodi yang sama, dan dalam bahasa yang sama di semua gereja-gereja mereka.
Dengan persetujuan dari otoritas gerejani yang berwenang, kami memutuskan untuk mewajibkan penggunaan bahasa Syriac dalam menyanyikan tiga madah berikut ini; dialgo pembukaan pada permulaan ibadat (dan saat naik ke Altar pada permulaan anaphora), Qadeeshat Aloho, dan narasi kisah penetapan Ekaristi.
Ibadat
�Ibadat� (dalam bahasa Arab Khidmat) adalah terjemahan dari kata Syriac teshmesto. Ibadat ini adalah ritus khusus untuk tindakan liturgis yang khusus. Kenyataannya, dalam tradisi Maronite kita, nama Teshmeshto diberikan kepada buku yang memuat doa-doa Gereja untuk berbagai pesta. Khidmat (ibadat) juga berarti buku yang memuat bagian-bagian jemaat dan Diakon. Saat kami mengatakan Buku Ibadat, kami mengacu kepada buku yang memuat tugas pelayanan Diakon dalam Qurbono.
Dalam kaitannya dengan Qurbono, �Ibadat� berarti doa-doa untuk hari pesta sepanjang seluruh masa liturgi. Ibadat adalah unsur dalam Qurbono yang berubah hampir setiap minggu. Dalam bingkai masa-masa liturgi, Ibadat menampilkan kedalaman dan keindahan liturgi. Karena itu, orang yang melayani �Ibadat Pesta� harus menyadari aturan dasar tahun liturgi dan pergantian pesta-pesta dan hari-hari biasa.
Tahun Liturgi Maronite
Tahun liturgi dimulai pada minggu pertama bulan November dan berakhir pada minggu terakhir bulan Oktober. Tahun liturgi berpusat pada misteri Tuhan Yesus mulai dari kelahiran-Nya, pembaptisan-Nya, ajaran-Nya yang menyelamatkan, sampai kepada kematian, kebangkitan, dan kenaikan-Nya serta turun-Nya Roh Kudus atas para murid-Nya, dan penantian akan kedatangan-Nya yang kedua. Semua perayaan Tuhan ini dianggap sebagai batu penjuru yang penting dalam tahun liturgi dan disebut sebagai �masa liturgi�. Masa-masa liturgi itu adalah: Kelahiran Tuhan, Epifani, Prapaskah, Sengsara, Kebangkitan, Pentakosta, dan Salib Suci. Masa-masa liturgi ini penuh makna dan mengandung banyak berkat, dihayati oleh umat Gereja dari minggu ke minggu, sebagai persiapan dari pesta tertentu atau sebagai bagian dari kelanjutannya. Keseluruhan masa ini dikenal sebagai tahun liturgi atau lingkaran liturgi. Dalam Buku Qurbono yang baru ini, kami memuat serangkaian doa-doa dan madah-mada, yang disebar kesemua pekan sepanjang tahun menyertai semua pesta-pesta Tuhan. Keseluruhan ini membentuk �Ritus Ibadat� yang membentuk bagian Qurbono. Dalam Buku Qurbono disediakan sekitar 50 Ibadat, sama seperti jumlah pekan sepanjang tahun. Ibadat ini memungkinkan komunitas untuk menghayati �peristiwa besar� Tuhan Yesus dan misteri keselamatan-Nya.
Siklus ini mencerminkan suatu hal yang baru dan unik dalam Qurbono Gereja Maronite. Pada saat yang sama, ia menampilkan suatu gerakan kembali kepada kekayaan warisan Syriac Maronite kita, yang memasukkan sejumlah besar �Ibadat�, terutama diantara masa liturgi antara Pentakosta dan dua pesta Rasul-rasul (Santo Petrus dan Paulus, dan Para Rasul secara umum), dalam Pesta Maria diangkat ke surga, dan peringaan-peringatan mingguan, bagi para kudus secara umum. Umat beriman sebagai individu dan komunitas dapat mengalami setiap minggu dalam tahun, dan lebih lagi, setiap hari dalam pekan, sebagai suatu peristiwa istimewa yang berhubungan dengan kehidupan Tuhan Yesus. Dengan cara ini liturgi menjadi peristiwa yang hidup, bukan pengulangan doa-doa yang sama dan madah yang secara rutin diucapkan setiap hari, minggu, dan tahun. Setiap individu beriman dan seluruh komunitas patut bersyukur atas ritus baru yang hidup ini, dengan menghayati suatu hidup yang baru dan menciptakan suatu gerakan yang terberkati dalam pembaruan iman dan hidup Kristen mereka.
Teks dari berbagai Ibadat ini diambil dari berbagai buku liturgi Syriac Maronite. Referensinya dicatat secara detail dalam penelitian-penelitian yang menyertai proyek Qurbono baru.
Susunan Ibadat Baru
Doa-doa, madah dan tindakan dari tiap ibadat mengikuti suatu urutan yang berlaku untuk semua ibadat:
� Doksologi (Kemuliaan kepada Bapa)
� Doa Pembukaan (Pujian dan Kemuliaan)
� Madah Malaikat (Kemuliaan kepada Allah di tempat mahatinggi)
� Doa Mohon Belaskasih (Hoosoyo)
� Proemion (Pengantar Doksologi)
� Sedro (Susunan Doa)
� Qolo (Madah)
� Etro (Doa Pendupaan)
Susunan ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, adalah bagian yang dikhususkan untuk memuji dan memuliakan Allah pada awal Ibadat. Kedua, adalah permohonan pengampunan melalui pengenangan akan tindakan Allah yang menyelamatkan yang dikenangkan dalam ibadat hari yang bersangkutan. Dalam kelompok kedua ini, sedro memiliki unsur yang dominan: pada dasarnya sedro adalah pengenangan akan tindakan Allah yang menyelamatkan dimasa lalu dan juga sebagai meditasi teologis dari peristiwa yang sama dalam kaitannya dengan zaman sekarang yang diikuti dengan rangkaian permohonan yang diilhami oleh peristiwa itu sendiri dan oleh kebutuhan komunitas. Doa mohon belaskasihan disertai dengan pembakaran dupa dan pendupaan.
Makna Dupa
Liturgi menggunakan dupa untuk berbagai makna.Tiga yang paling penting adalah sebagai berikut:
� Persembahan �kurban dupa� yang terbakar kepada Allah untuk dosa-dosa kita,
memohon agar Dia berkenan dengan persembahan kita dan mengasihani kita;
� Pemurnian dari dosa dan pengusiran roh jahat yang menyebabkan dosa. Maka
selebran mendupai komunitas dan tempat sekitarnya, untuk memurnikan mereka
dan mempersiapkan mereka menyambut Tuhan Allah segala kemuliaan;
� Untuk menghormati Allah yang bagi-Nya dupa dipersembahkan dan menghormati
orang-orang benar dan suci yang merupakan Bait Roh Kudus.
Ritus pembakaran dupa dan pendupaan sendiri adalah bagian dari ritus kuno dalam liturgi Maronite kita. Pendupaan secara umum memberikan karakteristik yang membedakan dalam ritus-ritus Timur. Karakteristik ini sebenarnya lahir dalam liturgi yang dipahami sebagai gerakan simbolik dan menyentuh selain perasaan kagum yang mendalam dan penghormatan. Ritus ini harus dipelihara. Semua yang ambil bagian dalam ritus itu memiliki peranannya sendiri-sendiri: selebran membakar dupa, Diakon melakukan pendupaan, seorang konselebran mengucapkan proemion dan sedro, serta komunitas ambil bagian dengan berdoa dan memohon belaskasihan. Para Putera Altar sendiri memiliki peranan mereka: mereka membawa pendupaan dan menyerahkannya kepada selebran. Ketika selebran merayakan Qurbono sendirian, ia sendiri membakar dupa, mendupai, dan mengucapkan hoosoyo. Dia dapat menyerahkannya kepada orang lain untuk menyanyikannya dengan suara yang merdu dan melodi yang indah; bagaimanapun, ia harus mengkhususkan bagi dirinya sendiri proemion dan sedro.
Qadeeshat Aloho
Ini adalah madah Trisagion yang umum untuk semua ritus dalam Qurbono dan dalam ritus-ritus liturgis lain. Dalam Gereja Byzantine dan Gereja-gereja Syriac Timur, madah ini ditujukan kepada Tritunggal Mahakudus. Namun, dalam Gereja-gereja Syriac Barat, termasuk Gereja Maronite, dalam dalam Gereja-gereja Armenian, Koptik, dan Ethiopia (Geez), madah ini hanya ditujukan kepada Tuhan Yesus. Gereja Latin, secara teologis menganggap madah ini bersifat Trinitarian; namun, dari sudut pandang liturgis, yaitu dalam ritus penghormatan salib pada Jumat Agung, madah ini ditujukan hanya kepada Tuhan Yesus.
Menurut tradisi yang cukup dihormati, diceritakan bahwa Yusuf dari Arimatea adalah orang pertama yang mengucapkan madah ini di kaki Kristus saat ia memindahkan-Nya dari salib dan menguburkannya. Tanggapan umum terhadap seruan Qadeeshat Aloho adalah �Kasihanilah kami�. Namun, dalam pesta-pesta besar dan masa liturgi yang mengikutinya, bait-bait khusus ditambahkan kepada tanggapan ini, seperti: �yang lahir dari puteri Daud�kasihanilah kami� (Kelahiran Tuhan), �yang dibaptis oleh Yohanes�kasihanilah kami� (Epifani), �yang disalibkan bagi kami�.kasihanilah kami (Minggu Sengsara), �yang bangkit dari kematian�.kasihanilah kami� (Kebangkitan). Kebiasaan berakar dalam tradisi Syriac Maronite kita. Kami mempertahankan variasi ini walaupun ada yang menentangnya dan menuduh penggunaannya sebagai berbau bidaah karena mereka menganggap madah ini sebagai bersifat Trinitarian dan meyakini bahwa saat kita menyanyikan �yang disalibkan untuk kita� dalam madah ini berarti kita mengenakan penyaliban kepada ketiga pribadi Tritunggal Mahakudus, dan bukan hanya kepada Tuhan Yesus. Kami memilih untuk tetap mempertahankan berbagai tanggapan ini sesuai dengan masa-masa liturgi karena mereka menambah kekayaan ritus dan memperdalam iman kita.
Madah ini beserta tanggapannya harus selalu dinyanyikan dalam bahasa Syriac di seluruh gereja-gereja Maronite di seluruh dunia, sebagai tanda kesatuan diantara semua Maronite.
Doa Sesudah Qadeeshat
Doa ini adalah doa tradisional khusus Maronite dalam semua ritual mereka. Kami memilih teksnya sebagai titik peralihan antara penutupan Qadeeshat Aloho dan persiapan mendengarkan Sabda Tuhan melalui pembacaan Kitab-kitab Suci yang akan segera dilangsungkan.
Bacaan-bacaan Kitab Suci
Pembacaan Kitab Suci, Sabda Tuhan, menampilkan jantung dari bagian pertama Qurbono ini. Yang mendahuluinya adalah persiapan kepada Sabda yang hidup ini: untuk mewartakannya, mendengarkannya, dan menghidupinya. Gereja menunjukkan pentingnya hal ini dengan menyertainya dengan madah, pengajaran, dan prosesi untuk menunjukkan kepenuhan maknyanya. Teks-teks bacaan Kitab Suci bervariasi sesuai perayaan dan masa liturgi. Kami sedang memeprsiapkan buku yang detail dan lengkap untuk bacaan-bacaan, termasuk teks-teks dari Perjanjian Lama sebagaimana Perjanjian Baru. Untuk sekarang ini kami membatasi bacaan hanya dua saja: Surat-surat Paulus dan Injil untuk hari minggu dan pesta, serta Surat-Surat Paulus dan Surat-Surat lain untuk hari-hari biasa. Sebentar lagi pilihan akan menjadi lebih luas dan kita akan memiliki daftar yang lebih menyeluruh yang mencakup semua buku Kitab Suci.
Mazmoroo
Mazmur disini adalah suatu madah khusus dalam tradisi Maronite. Sekarang ini, Mazmur ini terdiri dari tiga bait puitis yang dilagukan menurut melodi Ephremic. Madah ini menggabungkan ayat dari kitab Mazmur dengan ayat-ayat madah yang diinspirasi oleh peristiwa keselamatan yang menandai tema pesta ini. Struktur khusus ini merupakan bagian kuno dari tradisi Antiokhia. Dalam ritus lain, Mazmooro ini serupa dengan menyanyikan ayat-ayat mazmur sebelum Epistel atau bacaan dari buku lain dalam Kitab Suci, dengan pengecualian bacaan Injil.
Seperti sudah kami sampaikan sebelumnya, dimasa datang kami akan memilih bacaan dari semua buku-buku dalam Kitab Suci. Setiap bacaan akan didahului dengan penjelasan singkat untuk pemahaman yang lebih baik akan bacaan Kitab Suci. Pemilihan bacaan akan sulit dan memakan waktu. Pada saat ini, para pakar dari Komisi Liturgi dan Komisi Kitab Suci sedang menggabungkan usaha untuk tujuan itu. Mereka akan menetapkan teks Kitab Suci yang cocok untuk setiap hari menurut pesta dan masa liturgi.
Prosesi Injil
Sebelum pewartaan Injil, dilangsungkan suatu prosesi di Panti Imam untuk menghormati Sabda Allah. Menurut Patriarkh Duwaihy, pada zaman dulu prosesi dilangsungkan di tengah jemaat. Sekarang ini, kami membatasinya hanya di Panti Imam. Prosesi diawali dan diakhiri di tempat Kitab Injil diletakkan, dengan ini kami memelihara ritus prosesi dan disisi lain menyingkat perayaan liturgi. Sebagai tambahan, kami juga mempertahankan pembakaran dupa sebelum Injil, untuk menghormati Sabda Allah dan juga sebagai undangan bagi jemaat untuk berdiri. Peringatan Diakon seperti �Tetaplah tenang��, mengarahkan jemaat kepada suasana keagamaan yang cocok.
Pewartaan Injil
Pembacaan Injil bukan sekedar pembacaan yang asal-asalan; tetapi merupakan pewartaan indah yang dilakukan tidak dengan terburu-buru; di sejumlah gereja dan dalam beberapa kesempatan, pembacaan ini berubah menjadi menyanyikan teks. Sebelumnya, teks Injil bahasa Syriac akan dinyanyikan dalam melodi sederhana, dan kemudian disusul terjemahan bahasa Arab. Menyanyikan Injil dalam perayaan meriah memiliki banyak manfaat. Kami ingin kembali kepada kebiasaan itu. Kami juga tidak perlu mengulang bahwa pembacaan Injil berpusat pada tema pesta, yaitu peristiwa keselamatan.
Teks liturgi harus cukup sederhana dan mudah dimengerti. Tradisi Maronite kita memilih versi bahasa Syriac yang disebut Peshitta. Ini adalah teks Alkitab kuno yang dekat dengan bahasa Aram yang digunakan oleh Tuhan kita dan juga para Rasul-Nya untuk mewartakan kabar baik pada mulanya.
Pewartaan (Korozooto)
Pewartaan ini dikenal sebagai �yang sederhana�. Yang merupakan satu dari tiga pewartaan dalam Ibadat Qurbono. Pewartaan ini diucapkan setelah homili dengan partisipasi jemaat. Diilhami oleh tema pesta, pewartaan ini dianggap sebagai meditasi teologis dan puitis dari pewartaan. Kompilasi dari pewartaan ini dimuat dalam buku yang khusus bagi para Diakon. Mereka sekarang sedang dipersiapkan dan ditambahkan ke dalam daftar seluruh buku untuk Qurbono (daftar seluruhnya ini termasuk buku untuk selebran, asisten, pembaca, dan jemaat).
Dengan pewartaan ini, bagian pertama Qurbono ditutup. Pada zaman dulu mereka yang akan dibaptis atau katekumen diperbolehkan ambil bagian didalamnya dan setelahnya mereka dipersilakan pulang. Kemudian bagian kedua, yang dikhususkan bagi umat berimana akan dimulai. Bagian kedua ini adalah bagian ekaristis, didahului dengan penyerahan persembahan, persembahannya, dan penempatannya di Altar.
St. Rafqa Boutrossie al-Choubouq al-Rais
Riwayat Hidup
Rafqa lahir pada tanggal 29 Juni 1832, bertepatan dengan Hari Raya St. Petrus dan Paulus, disebuah desa di wilayah Metn Utara, Libanon. Ia adalah puteri tunggal dari pasangan Mourad Saber al-Chobouq al-Rais dan Rafqa Gemayel. Ia dibaptis pada tanggal 7 Juni 1832 oleh Abouna (=Pater, dalam bahasa Aram) Hanna al-Rais di gereja Mar Jergyes (St.George) dan diberi nama Boutrossie (bentuk feminin dari Boutros/Petrus). Masa kecil Boutrossie berlangsung bahagia, ia dibesarkan dalam keluarga Katolik ritus Maronite yang saleh, ketika ia berusia tiga tahun orang tuanya mulai mengajarkan doa-doa dasar seperti Tanda Salib, Bapa Kami, dan Salam Maria serta mengajaknya untuk terlibat aktif dalam kehidupan Paroki di desa mereka.
Rafqa Gemayel meninggal ketika Boutrossie berusia 7 tahun. Setelah ibunya meninggal, Boutrossie tinggal bersama ayahnya, namun kesulitan ekonomi yang melanda seluruh Libanon dan juga keluarga itu memaksa sang ayah untuk pergi merantau ke Damaskus. Selama sang ayah berada di Damaskus, Rafqa dititipkan kepada keluarga Assaad Badawi, yang merupakan keluarga kaya dan terpandang di wilayah itu. Meskipun dititipkan untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga, namun keluarga Assaad Badawi sangat menyayangi Boutrossie, istri Assad yang bernama Heleneh memperlakukan Boutrossie sebagai puterinya sendiri dan menyebut Boutroussie sebagai teladan kejujuran, kesalehan, dan kemurnian.
Setelah empat tahun tinggal bersama keluarga Badawi, Rafqa kembali kepada ayahnya. Keadaan keluarga mereka kini mengalami perubahan karena sang ayah telah menikah kembali dengan seorang perempuan bernama Kafa. Boutrossie sangat disayang oleh ibu tirinya, namun rasa sayang ini justru menimbulkan konflik dalam keluarga besar. Kafa rupanya berniat menjodohkan Boutrossie dengan adik laki-lakinya, sementara itu bibinya, yang merupakan saudari ibu kandungnya berniat menjodohkan Boutroussie dengan puteranya. Kemudian timbullah pertengkaran antara ibu tiri dan bibi Boutroussie, mereka berdua berebut menjodohkan Boutroussie dengan pilihan masing-masing.
Di tengah-tengah keributan mengenai perjodohan itu, Boutroussie justru merasakan adanya panggilan untuk suatu cara hidup yang lain. Didalam hatinya ia merasa bahwa Allah memanggilnya untuk hidup membiara. Dalam kebingungannya ini Boutroussie menemukan sosok pembimbing rohani pada diri Abouna Youseff Gemayel. Abouna Youseff masih kerabat almarhum ibunya dan merupakan pembimbing rohani yang baik. Boutroussie sering mengunjungi Abouna Youseff di Paroki St. Mikael di Bifkaya dan di sana ia mengenal Konggregasi Mariamite yang didirikan oleh Abouna Youseff bersama para misionaris Yesuit.
Pada tahun 1859 Boutroussie memutuskan untuk masuk Konggregasi Mariamite setelah ia diteguhkan lewat sebuah suara yang mengatakan kepadanya �kamu akan menjadi biarawati� saat ia dan 2 orang temannya berdoa di hadapan ikon Bunda Maria Pembebasan. Keluarga Boutroussie rupanya tidak begitu setuju dengan keputusannya untuk menjadi biarawati, ayah dan ibu tirinya datang ke biara meminta ia pulang, namun Boutroussie menolaknya, ia memilih untuk tetap menjadi biarawati.
Di biara Boutroussie mulanya bertugas di dapur untuk mempersiapkan makanan bagi para seminaris dan menggunakan waktu luangnya untuk memperdalam bahasa Arab, kaligrafi, dan matematika. Diantara para seminaris yang sempat ia layani banyak diantaranya akan menjadi tokoh penting dalam Gereja Maronite antara lain Patriarkh Elias al-Houwayek dan Uskup Agung Boutros al-Zoghbi.
Pada tahun 1860 Boutroussie mulai ditugaskan untuk mengajar, tugas pertamanya adalah di Deir al Kamar, dan di tempat ini pula ia menyaksikan suatu kerusuhan berdarah yang dipicu oleh serangan orang-orang Druze terhadap warga Maronite, kerusuhan itu menewaskan sekitar 7000 orang, menghancurkan 360 desa, 560 gereja, 28 sekolah dan 42 biara. Dalam kerusuhan itu Boutroussie sempat menyelamatkan seorang anak dengan cara yang unik, yaitu menyembunyikannya di balik jubah sehingga anak itu lolos dari kejaran para perusuh.
Kemudian Boutroussie dipindahkan ke Byblos dan akhirnya ke sebuah desa bernama Maad. Kedatangan para suster Mariamite ke Maad difasilitasi oleh seorang kaya bernama Antoun Issa. Antoun Issa menghendaki agar di desanya didirikan sebuah sekolah bagi anak-anak perempuan, ia meminta agar Patriarkh Masaad bersedia memberi izin kepada para suster Mariamite untuk berkarya di desanya. Lebih jauh lagi ia menyumbangkan segala yang diperlukan untuk mendirikan sekolah, dan menyerahkan separuh rumahnya untuk dijadikan rumah para suster.
Para suster cepat diterima di Maad dan sekolah yang mereka dirikan berkembang pesat, tetapi kesulitan ekonomi lagi-lagi mendatangkan masalah bagi para suster. Kesulitan ekonomi membuat para Yesuit memutuskan untuk menggabungkan Konggregasi Mariamite dan Hati Kudus dari Zahle. Para suster yang tidak setuju dengan penggabungan itu dipersilakan meninggalkan biara. Situasi kembali menjadi sulit bagi Boutroussie.
Tuan Antoun Issa yang senang dengan pekerjaan para suster menawarkan agar jika para suster memilih meninggalkan biara mereka tetap tinggal di desanya dan ia akan menggaji mereka sebagai guru. Boutroussie menolak permintaan ini, dan menceritakan pengalaman rohaninya kepada Tuan Antoun bahwa ia ingin menjadi pertapa. Boutroussie menceritakan bagaimana ia mendapat mimpi bertemu St. Antonius Agung, St. George, dan St. Simon pertapa dan St. Simon memintanya bergabung dengan para pertapa Maronite yang dikenal dengan sebutan Baladite. Boutroussie menceritakan bahwa mimpi ini memberinya kebahagiaan dan menghapuskan semua kekhawatirannya. Tuan Antoun dan Boutroussie sama-sama yakin bahwa mimpi ini adalah jawaban dari Allah atas pergumulan hidup Boutroussie. Selanjutnya Tuan Antoun membantu Boutroussie masuk biara Baladite dengan meminta rekomendasi bagi Boutroussie dari sejumlah imam dan uskup yang dikenalnya.
Boutroussie kemudian menjadi biarawati di Pertapaan St. Simon al-Qarn di Aito dan tetap setia sampai akhir hayatnya. Ia mengganti namanya dari Boutroussie menjadi Rafqa, sesuai dengan nama ibunya, orang pertama yang memperkenalkan Kristus dan menanamkan rasa cinta kepada Allah dalam dirinya. Pada minggu pertama bulan Oktober 1885, Rafqa meminta agar Yesus memberinya penyakit dan penderitaan sehingga ia dapat menemani Yesus menanggung penderitaan dan sengsara-Nya. Doa Rafqa ini dijawab dengan cepat, ia menderita penyakit pada mata yang berakhir dengan kebutaan dan juga menderita lumpuh. Rafqa melewati tahun-tahun penderitaannya dengan penuh syukur karena diberi kesempatan untuk menemani Yesus dalam sengsara-Nya. Akhirnya setelah melewati penderitaan panjang Rafqa meninggal pada tanggal 23 Maret 1914, bertepatan pada hari Senin Abu (permulaan masa Prapaskah menurut kalender liturgi Maronite), ia meninggal sekitar 4 menit setelah menerima absolusi dan berkat terakhir.
Pada anggal 11 Februari 1982 Paus Yohanes Paulus II menyatakan Rafqa sebagai Venerabilis, dan kemudian pada tanggal 17 November 1985 menyatakan Rafqa sebagai Beata, dan akhirnya pada tanggal 10 Juni 2001 menyatakannya sebagai Santa.
Menderita Bersama Yesus
Salah satu hal yang paling menonjol dalam kehidupan rohani Rafqa adalah kerelaannya untuk menderita bersama Yesus. Kesadaran ini muncul setelah ia melihat penderitaan para saudari sebiaranya yang sedang sakit, penderitaan masyarakat di Deir al Kamar dan kemudian dengan penyakitnya sendiri. Melalui semua penderitaan ini Rafqa semakin mencintai Salib dan ingin memanggulnya bersama sang Penebus. Rafqa menghayati benar kata-kata Kitab Suci �sebab sama seperti kami mendapat bagian berlimpah-limpah dalam kesengsaraan Kristus, demikianlah pula oleh Kristus kami menerima penghiburan berlimpah-limpah� (2Kor 1:5), �bersukacita karena boleh menderita dan menggenapkan apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu Gereja� (Kol 1: 24), �bersukacitalah sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya� (1 Ptr 4: 13). Bagi Rafqa semua penderitaan tidaklah sia-sia karena melaluinya Tuhan bekerja sehingga �penderitaan kami menjadi penghiburan dan keselamatan bagi kamu; jika kami dihibur, maka hal itu adalah untuk penghiburan kamu, sehingga kamu beroleh kekuatan untuk dengan sabar menderita kesengsaraan yang sama seperti yang kami derita juga� (2Kor 1:6).
Kerinduan ini membawa Rafqa untuk meminta penderitaan dari Tuhan, ia rindu untuk membawa tanda-tanda kesengsaraan Kristus dalam dirinya (Gal 6: 17). Kerinduan inilah yang akhirnya mendorong Rafqa untuk berdoa secara khusus memohon agar Tuhan berkenan memberinya suatu penderitaan. Doa Rafqa ini dijawab dengan cepat dan segera oleh Tuhan, tak lama setelahnya Rafqa mendapatkan rasa sakit yang luar biasa pada matanya, kedua matanya membengkak dan tampak seperti terbakar. Para rekan susternya berusaha mengobati penyakit ini dengan mengirimkan Rafqa ke sejumlah dokter, namun upaya ini tampak sia-sia. Setelah pengobatan ke dokter-dokter lokal tidak membuahkan hasil. Suatu ketika seorang imam meminta agar Rafqa dibawa kepada seorang dokter Amerika yang sedang berada di Libanon, dokter Amerika ini kemudian mengoperasi Rafqa. Operasi ini berakhir dengan kegagalan dan Rafqa kehilangan mata kanannya, sehingga para suster terpaksa membawa Rafqa ke dokter lain lagi untuk menghentikan pendarahan yang masih berlangsung akibat operasi. Dua tahun setelah operasi Rafqa mata kirinya juga menjadi buta, dan Rafqa mengalami kebutaan total. Selain buta dan tetap mengalami rasa sakit pada matanya, Rafqa juga menderita kelumpuhan dan kerap kali mengalami pendarahan dari hidungnya. Ia menjadi kurus kering dan kondisinya sangat lemah. Secara khusus ia sangat tersiksa dengan rasa sakit pada kedua bahunya, rasa sakit yang membuatnya berkali-kali berdoa �bagi kemuliaan Allah, dalam partisipasi dengan luka Yesus pada bahu-Nya�.
Meskipun sakit parah, Rafqa selalu berusaha untuk menjalankan semua kewajiban hidup membiaranya. Sejauh mungkin ia berusaha agar dapat mengikuti ibadat bersama di kapel, dan ketika ia tidak mampu maka ia mengisinya dengan berdoa sendirian di tempat tidurnya. Sekalipun ia buta dan lumpuh namun ia tetap bekerja dengan menjahit dan menyulam. Rafqa yakin bahwa Allah sengaja tidak memberikan rasa sakit pada kedua tangannya agar ia tetap dapat bekerja dengan tangan itu.
Rafqa mengalami penderitaan ini selama sekitar 20 tahun, dan kesaksian dari mereka yang pernah mengenalnya mengatakan kepada kita bahwa mereka tidak pernah melihat ia mengeluh. Dari diri Rafqa sendiri terlihat jelas bahwa ia menyadari benar bahwa penderitaannya adalah �bagi kemuliaan Allah, dengan ambil bagian dalam luka Yesus dan mahkota duri-Nya�.
Kecintaan Kepada Ekaristi Kudus Dan Perawan Maria
Pada tahun 2000, bertepatan dengan Yubileum Agung, Paus Yohanes Paulus II menetapkan Rafqa sebagai teladan dalam melakukan Adorasi kepada Sakramen Mahakudus. Selama hidupnya Rafqa menunjukkan betapa ia mencintai Tuhan dalam Ekaristi dan berusaha agar orang lain juga memiliki cinta kepada Yesus dalam Ekaristi. Sewaktu ia masih menjadi guru ia kerap kali mengatakan kepada para muridnya �Kalian hendaknya mengerti bahwa Yesus turun ke Altar saat imam mengucapkan Kata-kata Suci (konsekrasi), pada saa itu, tundukkanlah kepala kalian dan renungkanlah Tuhan yang tersembunyi dalam Roti dan Anggur�. Ia juga mendorong agar para muridnya kerap menerima Sakramen Tobat dan sering menyambut Komuni. Rafqa juga adalah orang yang diduga mendorong kebiasaan Penahtaan Sakramen Mahakudus di gereja St. Yohanes Markus di Byblos dan menyebarkan devosi ini di kota itu.
Rafqa menyadari benar bahwa Ekaristi adalah suatu Kurban sebagaimana orang-orang Maronite menyebut Misa dengan nama Qurbono, sebuah kata dalam bahasa Aramaik yang berarti Kurban. Maka Ekaristi adalah suatu Kurban yang dipersembahkan kepada Allah dan pada saat yang sama adalah santapan yang menguduskan jiwa kita sebagaimana dalam bahasa Arab mereka menyebutnya Quddas (Kudus). Pemahaman ini mendorong Rafqa untuk bertekun dalam menjaga kekudusan dan mempersembahkan hidupnya sebagai kurban bagi Allah.
Rafqa menunjukkan cintanya kepada Ekaristi dengan cara yang luar biasa. Pada suatu Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus antara tahun 1905-1914, ia begitu ingin mengikuti Misa di kapel sekalipun tubuhnya lumpuh dan sangat lemah. Para suster berusaha memindahkan dia ke kapel namun gagal karena Rafqa yang selain lumpuh juga sudah sangat kurus kering itu terlalu lemah untuk beranjak dari tempat tidurnya, sehingga suster pemimpin biara hanya menjanjikan bahwa sesudah Misa, imam akan mengantarkan Komuni untuknya. Namun, kemudian dengan bantuan rahmat Allah, Rafqa meminta agar Yesus membawanya ke kapel. Ia memperoleh sedikit tenaga untuk menjatuhkan dirinya ke lantai dan kemudian merangkak ke kapel. Dengan perjuangan yang luar biasa Rafqa tiba di kapel dan menyambut Komuni. Tindakan ini menunjukkan betapa besarnya cinta Rafqa kepada Yesus dalam Ekaristi dan menegaskan bahwa Ekaristi adalah sumber kekuatan dan penghiburan di tengah segala penyakit dan kelemahan tubuhnya.
Rafqa juga memiliki cinta yang besar kepada Perawan Maria, devosi kepada Perawan Maria adalah warisan yang sangat berharga yang ia terima dari ibunya. Sedari kecil Rafqa memiliki ikatan yang istimewa dengan Bunda Maria, khususnya dengan ikon Bunda Maria Pembebasan yang populer di Libanon ketika itu. Tradisi rohani orang-orang Libanon secara umum memiliki hubungan erat dengan Santa Perawan, di negara itu Bunda Maria populer dengan nama �Bunda kita dari Libanon� dan devosi kepada Maria tumbuh sangat subur dalam lingkungan ritus Maronite dan semua orang Kristen Libanon entah mereka itu Katolik (Maronite, Syriac, Chaldean, Yunani, Latin dst), Ortodoks Yunani, ataupun Ortodoks Syria (Monofisit).
Garam dan terang dunia
Setelah kematiannya, tepatlah jika kata-kata Kitab Suci ini dikenakan kepada Rafqa �Yang mati dibunuhnya pada waktu matinya itu lebih banyak dari pada yang dibunuhnya pada waktu hidupnya� (Hakim 16: 30b). Begitulah setelah kematiannya Rafqa telah membuat banyak orang mati terhadap dosa dan hidup bagi Kristus jauh lebih banyak daripada yang telah ia lakukan selama hidupnya. Rafqa telah menjadi sumber kekuatan bagi mereka yang menderita khususnya karena penyakit yang amat parah. Ia menunjukkan bahwa penderitaan kita tidaklah tanpa arti dan di tangan Tuhan penderitaan kita menjadi sesuatu yang berharga untuk keselamatan kita dan juga orang lain. Penderitaan Rafqa juga telah menjadi sumber penghiburan bagi banyak orang lain yang menderita, yang dengan menatap penderitaannya telah memperoleh kekuatan dan penghiburan dari Tuhan. Rafqa juga telah menjadi perantara bagi banyak mukjizat penyembuhan dan pertobatan sehingga nama Tuhan semakin dimuliakan melaluinya.
Oleh karena itu tepatlah Paus Yohanes Paulus II pada saat ia menyatakan Rafqa sebagai Beata mengatakan hal ini tentang dirinya: �Beata Rafqa dari Himlaya adalah �garam dan terang dunia�. Dan inilah perutusan dari semua murid-murid Yesus. Setelah ia menerima banyak dari harta Gereja dan hidup membiara, Beata yang baru ini memberikan kepada Gereja dan tanah airnya, secercah rahasia keberadaan, yang sepenuhnya diperkaya oleh Jiwa sang Penebus. Rafqa bagaikan lampu yang menyala di puncak gunung. Kita dapat menggambarkan dia dengan kata-kata indah dari Mazmur 92 (ayat 12): Orang benar akan bertunas seperti pohon kurma, akan tumbuh subur seperti pohon aras di Libanon.�
Tulisan ini dibuat dengan mengacu pada riwayat hidup St. Rafqa yang dimuat di saintrafqa.org, wikipedia, dan vatican.va